Sekertaris Yoon tiba di villa Kijoon di Jeonju, baru saja kendaraan beroda empat itu menepi dipelataran villa. Dirinya memaksakan berkendara ke villa di saat badai salju berguyur didaerah bumi selatan korea, sesuatu hal penting harus segera disampaikan secara langsung kepada tuannya.
Sebegitu pentingnya informasi yang ia bawa hingga mengharuskan dirinya berhadapan dengan badai.
Sekertaris Yoon menghembuskan nafasnya begitu kedua kakinya menginjakkan sol sepatu pada tanah yang berselimut butiran putih salju. Hampir saja ia tak bisa melewati jalan, begitu mendengar informasi tentang pohon tumbang yang menghalangi jalan yang telah dilaluinya.
Sekertaris Yoon merapatkan mantelnya begitu udara mulai berusaha menyelimuti tubuhnya. Kemudian sesuatu menarik perhatiannya, ia mengernyitkan dahinya begitu matanya menangkap sesuatu yang ganjil di villa.
Tak biasanya pintu dalam keadaan terbuka disaat tuannya selalu memastikan benda besar itu tertutup dengan rapat, belum lagi udara kini sedang tak bersahabat.
Sekertaris Yoon melangkahkan kedua kakinya dengan terburu, hati kecil mengatakan sesuatu telah terjadi di villa. Begitu sampai didalam vila sekertaris Yoon langsung menyalakan lampu-lampu untuk menerangi ruangan agar terlihat lebih jelas.
Matanya terbuka lebar saat menemukan pecahan beling yang berserakan dilantai. Beberapa guci telah berubah bentuk berupa pecahan menjadi sebuah materi kecil, lemari kecil tergeletak tak berdaya dilantai, dan sebuah tongkat golf terbaring indah di sudut ruangan.
Serangan panik menyerang dirinya saat hatinya berkata benar. Dirinya mencari tuannya di segala sudut ruangan. Benar saja, tuannya tengah terduduk sambil mengerang di dekat dapur, sesekali menjambak rambutnya.
"Kijoon-ah jongsincharyo.." Sekertaris Yoon berusah menyadarkan Kijoon, dengan menggoncang-goncangkan bahunya.
"Kijoon-ah.."
"JONGSINCHARYO UHM KIJOON" Teriak sekertaris Yoon kemudian menampar wajah Kijoon dengan keras. Kijoon seperti mendapatkan kembali kewarasannya, matanya yang terus bergerak manyalang pada sekelilingnya kini kembali focus .
"Samcheon.." Kijoon menatap sekertaris Yoon dengan pandangan sedih.
"Eotteoke.."
"Wae gurae Ki Joo-ah?" ucap sekertaris Yoon kembali mengguncangkan bahu Kijoon.
"Di-dia hilang.."
"Dia pergi.."
"Dia pergi meninggalkanku samcheon.." Kijoon menangis terisak seperti anak 5 tahun yang mengadu kepada pamannya.
"Apa maksudmu?"
"Jiah dia pergi, aku tak menemukan dia dimanapun"
Sekertaris Yoon menangkap sorot mata Kijoon yang menyedihkan, ia sangat tahu bahwa Kijoon sudah jatuh terlalu dalam kepada gadis itu.
Gadis itu adalah dunianya. Gadis itu seperti nafas bagi Kijoon, jika gadis itu hilang maka hidup Kijoon pun akan lenyap bersama dengan gadis itu.
"Samcheon apa yang harus kulakukan?" Tanya Kijoon dengan mata yang sayu.
"Tenangkan dirimu, Kijoon-ah. Tenangkan dirimu terlebih dahulu, setelahnya kita akan mencari gadismu"
Sekertaris Yoon berusaha menenangkan Kijoon, ia tak mau mengambil resiko jika membiarkan Kijoon pergi disaat kondisinya belum stabil. Benar, dirinya pun khawatir karena ada nyawa yang berkeliaran di tengah badai salju, jika terlalu lama pun akan sangat berbahaya.
Setelah cukup lama membawa kembali ketenangannya, Kijoon dan sekertaris Yoon akhirnya pergi membelah hutan. Kijoon mengambil arah yang berlainan dengan sekertaris Yoon. Kijoon berjalan sambil terus memanggil nama gadisnya tiada henti.
"Jiah.."
"Lee Jiah.."
"Jiah kau dimana?"
"Lee Jiah
Sudah cukup lama Kijoon berjalan mengitari hutan yang sebenarnya tidak terlalu besar ini. Dirinya sudah mulai merasakan hawa dingin yang menusuk kulitnya, walaupun dirinya sudah menggunakan mantel tebak dan dibeberapa bagian ia telah menyelipkan poket panas namun itu tak cukup untuk menghangatkan tubuhnya.
Kijoon menyandarkan punggungnya pada sebuah pohon, mengatur nafasnya yang mulai habis dan terasa sesak. Namun selang beberapa menit dirinya kembali berjalan, dirinya tak mau membuang-buang waktu dan membiarkan gadisnya pergi semakin jauh.
Kijoon berjalan semakin jauh, dirinya harus lebih berhati-hati karena banyak turunan curam yang disekitarnya. Kijoon menapakkan kakinya pada batu yang telah tertimbun butiran salju, menggapai pohon agar tubuhnya seimbang dan kakinya tidak tergelincir.
Benar saja saat kakinya menginjak beberapa batu dan akar yang mencuat di permukaan tanah, saat kakinya yang tak siap menginjak permukaan licin membuat tubuhnya atasnya tak seimbang dan berakhir tubuhnya tersungkur mengenai pohon. Senter yang dipegangnya terlempar entah kemana membuat pandangannya terbatas karena gelapnya malam.
Kijoon meraba permukaan salju mencari-cari benda yang mengeluarkan cahaya, yang sepertinya kini telah padam. Saat Kijoon masih meraba-raba permukaan tanah berselimut salju, dirinya terkejut saat menyentuh sesuatu dibalik salju.
Namun lagi-lagi dirinya lebih terkejut saat menemukan warna salju yang terlihat berbeda dari salju disekitarnya.
Kijoon memberanikan diri untuk mendekat, dirinya menyingkirkan salju yang menumpuk, dan menemukan sebuah kaki yang terluka dan terdapat robekan pada bagain samping betis.
Kijoon menelusuri tubuh pemilik kaki itu dari bagian kaki hingga kepala, dan disaat matanya telah sampai pada puncak tubuh itu dirinya benar-benar seperti jatuh kedalam jurang yang dalam.
Jantungnya berburu cepat. Gadisnya terbaring ditanah yang dingin berselimut salju. Bagaimana bisa? Kijoon tergera menyingkirkan butiran salju yang menyelimuti gadisnya. Tubuh gadisnya kaku, udara dingin telah mengambil kesadaran gadisnya.
"Jongsincharyo, Jiah ya.."
"Jiah ya.." Kijoon menepuk-nepuk pelan pipi gadisnya yang memutih.
Kijoon memeluk gadisnya dalam dekapannya. Tangannya berusaha merogoh saku celananya meraih benda persegi panjang untuk menghubungi sekertarisnya.
Selagi ponselnya menyuarakan nada sambung Kijoon melepas lapisan pertama mantelnya dan memasangkannya pada tubuh gadisnya.
"Eo, Kijoon-ah.."
Saat suara pamannya terdengar, Kijoon langsung memotong ucapannya.
"Samcheon, aku menemukan Jiah"
"Benarkah? Dimana posisimu sekarang?" tanya sekertaris Yoon.
"Aku tak begitu yakin, tapi sepertinya didaerah dekat sungai" ucap Kijoon sedikit ragu.
"Baiklah aku akan kesana"
"Ani. Sepertinya gadisku tak akan bertahan lama jika terus berada diluar"
"Baiklah, josimhae Kijoon-ah"
Saat panggilan terputus, Kijoon menatap wajah gadisnya sekali lagi.
"Bertahanlah Jae Hee-ya.."
Tbc~
*jongsincharyo = sadarlah
*samcheon = paman

KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet
RandomCinta, masa lalu dan balas dendam menjadi pupuk dalam pertumbuhan cinta kasih dua anak manusia yang buta akan cinta..