Pukul 3 pagi pintu kamar yang sedari malam terkunci tiba-tiba terbuka lebar, menampakkan sesosok pria yang selalu memasang wajah masam seperti menyembunyikan sesuatu yang tidak boleh orang ketahui.
Dirinya terkejut mendapati sosok wanita yang sudah satu hari ini berada dibawah kuasanya meringkuk dilantai yang dingin. Dengan segera ia mengangkat tubuh itu dalam sekali hentakan dan memindahkannya keatas tempat tidur yang nyaman.
Kijoon tersentak saat tubuh yang ia angkat dalam dekapannya menggigil hebat. Ia segera menaruh tubuh ringkih itu dengan perlahan, -perlahan sekali seperti menaruh sebuah kaca yang akan hancur kapanpun.
Kijoon menarik selimut untuk menutupi tubuh keduanya sambil terus menatap wajah yang terlihat Lelah dengan sisa air mata yang sudah mengering.
"Kau masih tetap sama gadisku, Jiah ya.."
Kijoon tersenyum penuh arti, kemudian memeluk Jiah dengan erat seperti anak kecil yang tidak ingin lepas dari mainan kesayangannya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sinar matahari mengusik Jiah dari tidur nyenyaknya, ia mengerjapkan matanya beberapa kali namun kehangatan yang ia rasakan kini mengalahkan semangatnya untuk bangun.
Kehangatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, kehangatan yang membuatnya merasa sangat nyaman dan ingin menikmatinya lebih lama, sampai akhirnya dengkuran halus kembali terdengar dari mulut kecil itu.
Kijoon tersenyum memperhatikan tingkah gadisnya yang kembali terlelap, kemudian menyampirkan beberapa anak rambut yang menghalangi wajah cantik Jiah.
Memandangi wajah Jiah sedekat ini benar-benar membuatnya candu, seperti menikmati segelas anggur langka yang ingin terus ia nikmati sampai ia bisa mengabiskan seluruhnya tanpa meninggalkan setetespun.
Namun Kijoon sedikit tidak menerima Ketika gadisnya dibandingkan dengan segelas anggur, gadisnya adalah pusat hidupnya.
Sekitar 15 menit mata Jiah kembali mengerjap, Jiah berniat untuk meregangkan tubuhnya namun sesuatu menahannya, kemudian ia memaksakan dirinya untuk membuka mata yang masih terasa berat.
Namun pemandangan pertama yang membuatnya terkejut adalah seseorang pria yang menatapnya dengan tatapan intens. Jiah refleks terduduk, tubuhnya bergerak menjauh dari pria tersebut.
"Mwohaneungeoya!"
Jiah menatap pria tersebut dengan nyalang. Jiah sangat marah ketika mendapati orang asing memeluknya tanpa izin, terlebih lagi ia dalam kondisi tidak sadar. Bayangkan saja apa yang dilakukan dua orang dewasa Ketika berada dalam satu ruangan, ia tidak bodoh.
Diusianya yang sudah melewati seperempat abad tentu saja mengetahui hal-hal yang biasanya dilakukan ketika dua orang manusia berbeda jenis kelamin berada dalam situasi tersebut, yah walaupun Jiah belum mengetahui secara pasti apa yang dilakukan karena ia bukanlah orang yang akan mencoba hal-hal diluar batas tapi ia adalah murid teladan sehingga ia paham betul pelajaran reproduksi yang dipelajarinya dulu.
Sungguh walaupun beberapa temannya menyebutnya perawan suci tapi ia benar-benar ingin menjaganya untuk suaminya kelak, prinsip itu sudah tertanam saat ia memasuki masa pubertas dulu, berbekal dari pepatah-pepatah yang ia dengar semasa itu.
Lalu apa ini? Apa ia Sudah kehilangannya?
Jiah kembali ke permukaan Ketika merasakan sentuhan halus pada lengannya. Jiah semakin berang saat mendapati senyuman mengejek tersimpul dari bibir pria itu -senyuman yang paling dibencinya.
"Apa yang kau lakukan? Biarkan aku pergi dari sini"
Nada sinis keluar begitu saja dari mulut Jiah, tanpa melepaskan tatapan marahnya.
"Tetaplah disini, sayang.."
Kijoon menjawab pertanyaannya sambil mengusap dagu Jiah yang disambut oleh sebuah tamparan yang tidak terlalu keras namun sukses membuat Kijoon terkejut. Dia marah sekarang -sangat marah.
Orang dihadapannya benar-benar sangat tidak sopan, bertingkah sesuka hati seperti ia adalah miliknya. Saat tangan kekar itu akan kembali bergerak Jiah meludahi wajah Kijoon, membuat gerakan tangan itu berhenti diudara.
Namun tanpa Jiah sadari air muka pria dihadapannya berubah dengan sangat cepat, wajahnya mengeras, matanya berkilat seperti seekor singa yang siap menerkam seekor rusa yang tersesat dari gerombolannya.
Jiah sudah mengusik sisi gelap pria itu. Pria dengan segala rahasianya, pria dengan segala pesonanya, pria dengan segala kekayaannya membuatnya tidak pernah menerima penolakan dari siapapun, termasuk wanita dihadapannya.
"Biarkan aku pergi.."
Perkataan Jiah semakin menyulut kobaran api yang ada dalam diri Kijoon. Mata Kijoon kian menggelap. Sesuatu yang jauh didalam dirinya mengambil alih pikirannya tanpa sedikitpun memberi ruang pada akal sehatnya.
Dengan tiba-tiba Kijoon menggapai bahu Jiah dan mendorongnya pada dinding yang ada dibelakangnya dengan keras, membuat Jiah merasakan ngilu pada punggungnya.
Tangan Kijoon yang masih setia pada bahu Jiah dan mulai meremas tulang yang terbalut kulit tipis itu dengan kasar. Dalam rasa sakitnya Jiah masih menerka situasi macam apa yang sedang dihadapinya kini, ia terlalu terkejut dengan perilaku pria ini.
Kemudian Kijoon mendekat dan membisik tepat pada telinga Jiah.
"Kau tidak akan pernah lepas dariku"
Sekian detik setelah bisikan itu masuk kedalam rongga telinganya, Jiah kembali merasakan tubuhnya ditarik paksa meninggalkan ruangan yang ditempatinya.
Memasuki ruangan diujung lorong dengan berbagai lukisan, Jiah mengernyit mendapati ruangan dengan pencahayaan yang minim.
Sesuatu menarik perhatiannya. Mata Jiah melebar seketika, menampakkan sinar ketakutan pada sorot matanya. Jantungnya berpacu dengan cepat. Aliran darahnya berdesir hebat. Dan dunianya terasa berhenti berputar.