Taktik

141 28 4
                                    

Perhatian: Gambar di atas kalian swipe ke kiri untuk kalian yang ingin mendengarkan lagu sambil membaca chapter ini.

Tepatnya, ketika sang surya berada pada fase penerangan yang teduh, tubuh Fajri bergerak dengan tenang, terbangun oleh patokan paruh dari seekor burung yang sepertinya tak sengaja menabrak kaca jendela kamarnya dari luar. Pelan-pelan matanya mengerjap, hal pertama yang ia lihat saat ia terbangun di Pagi hari ini adalah sosok Gilang yang masih terlelap dengan damai di seberang ranjangnya. Pemuda keamanan itu telah berganti pakaiannya dengan pakaian khas orang sehabis ibadah, rupanya, mungkin sehabis sholat Subuh Gilang merebahkan kembali dirinya dan tertidur untuk yang ke sekian kali. Fajri memerhatikan sosok itu dengan seksama, memorinya kemudian bekerja begitu saja, memutar hal-hal yang telah terjadi pada beberapa peristiwa sebelumnya. Sore kemarin, Gilang mendekap raganya hingga secara bersamaan ia memahami betapa ia sendiri sebenarnya rapuh. Tangan dari jiwa penuh kekutan itu membelai rambut belakangnya dengan perhatian. Gilang tak berucap apapun, hingga kurang dari sepuluh detik pemuda itupun melepasnya.

Peristiwa lain yang berputar dari memorinya, adalah ketika Sore itu juga, Gilang terlarut begitu saja saat bercerita mengenai sepenggal peristiwa di kehidupannya, baginya, itu merupakan tindakan yang bodoh. Bagaimana bisa ia mengumbar informasi tentang dirinya sendiri pada orang yang tak berbaikan dengannya, ya... walaupun tak mudah ia pungkiri, jika secara bersamaan, diam-diam ia merasa dirinya luluh. Selain itu, secarik kertas puisi tadi Malam, berhasil menciptakan esensi yang agaknya menyesakkan dadanya, ia tak mengerti mengapa ia mendadak tak terima dengan sebuah penggambaran sosok yang tersenyum bagaikan zirah dari suatu bait yang tertera di sana. Siapa sosok itu? Bagaimana bisa ia berhasil menjadi bagian dari bait-bait itu? Sial, ia kacau dengan pikirannya yang saat ini terkesan rancu. Syahdan, dengan tiba-tiba, ingatan gelap menerobos begitu saja ke dalam kepalanya, Kudoakan, biar suatu saat nanti kamu berpacaran dengan seorang mahasiswa keamanan, biar kamu tahu rasanya...menjilat ludah sendiri...eh, belok nggak sih? Ya beloklah...masa iya nggak... . Fajri terlonjak, raganya bangkit dan lalu tertunduk, dalam posisi tersebut kedua tangannya meremas kepalanya. Ya, ketua keamanan FH itu sangat keparat, ucapan itu mungkin akan terus menghantuinya.

*****

Farhan memerhatikan Ricky yang tengah sibuk membenahi tanaman mint miliknya. Mereka berdua sebenarnya sudah sejak beberapa jam yang lalu sibuk merawat taman asrama, dan kini, tinggal membenahi tanaman kesayangan Ricky yang memang penanamannya telah dipindah dari kamar Ricky ke tempat yang saat ini mereka telateni. Sepersekian detik kemudian, seorang pengurus asrama dua empat menghampiri mereka dari fasad depan asrama.

"Mentang-mentang hari Sabtu, kalian jadi malas makan di ruang makan, kirain rebahan, syukur...ternyata kalian bolos sarapannya karena lagi rawat taneman," ujar sang pengurus asrama tersebut.

"Kalo soal makan ya bisa ditunda, tapi kalo soal rawat tanaman, kalo nggak Pagi bakalan males nantinya, bang," renspon Ricky tanpa mengalihkan pandangan dari tanaman kesayangannya yang telah ia cabut dari potnya.

Farhan dan pengurus asrama tersebut lantas saling lempar senyuman ledek.

"Bang Aulion mana bang, dari tadi kok nggak keliatan seliwar-seliwernya ya?" tanya Farhan, yang sedari tadi berdiri dengan satu tangan berkacak pinggang.

"Tadi dia ikut makan kok, terus dia sempet bilang sih mau ke kamar Fajri, tapi nggak tau lagi."

Ricky mendadak menghentikan aktivitasnya, bukannya teringat perihal Fajri malah teringat seorang mahasiswa keamanan yang berurusan dengan anak itu, Gilang. Pasalnya, ia ingin sekali mengenal lebih dekat dengan Gilang tapi entah kenapa dari kemarin ia tidak sempat mendekati pemuda yang menjadi bagian baru dari asrama dua empat tersebut. Ia sadari, ada perbedaan besar pada kesibukan mereka.

Guardian in My RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang