Anggota Keamanan

362 51 12
                                    


Bahkan setelah Fenly keluar dari dalam kamar mandi, ia melihat Gilang masih tertidur bagaikan mayat. Suara adzan Maghrib samar-samar terdengar diantara gemericik air hujan yang begitu deras di luar, turun dari langit senja yang kelabu. Dan ia khawatir, jika apabila Gilang ternyata seorang muslim sedang ia mendapati rekannya itu belum sholat sama sekali. Di samping itu, kekhawatiran lainnya adalah bagaimana jika ternyata anak itu sedang sakit..., tadinya, ia memang sempat melihat kakak tingkatnya itu terbangun, matanya begitu merah juga air mukanya terlihat begitu Lelah.

Ia akhirnya memberanikan diri membangunkan Gilang. Ia mencoba menyentuh Pundak anak muda yang tertidur dengan posisi miring ke salah sisi tersebut.

"Bang, udah Maghrib, bangun bang!",

Kalimat itu ia jadikan ucapan pembangun dua kali. Lalu akhirnya ia memberanikan diri menyentuh dahi rekan kamarnya tersebut. Ia terkejut dahi itu terasa panas di kulitnya, yang lebih membuatnya terkejut, adalah seketika tangan Gilang yang bebas meraih tangannya dan merengkuhnya sambil merintih lirih sekejap seperti memanggil-manggil sebuah nama namun tidak terdengar begitu jelas. Fenly mengacak rambutnya sendiri, kebingungan. Ia terus menatap Gilang yang sama sekali tidak membuka matanya.

Fenly kemudian mendudukkan dirinya di tepi ranjang Gilang dan berusaha membenahi selimut rekannya tersebut dengan satu tangannya yang lain, membiarkan tangannya yang satu lagi berada dalam dekapan Gilang, meski sebenarnya ia geli. Ia hanya takut jika ia mencoba melepaskan tangannya Gilang akan bangun dengan terkejut.

****

Fajri berjalan tenang menyusuri Lorong asrama yang sunyi. Pandangan matanya seolah memberi kesan tentang kekosongan pikirannya. Sepersekian detik, seseorang berpakaian seperti hendak melaksanakan ibadah sebagaimana seruan adzan, berjalan tergesa-gesa dari arah berlawanan. Ketika menyadari keberadaan Fajri, orang itu tersenyum dan memberikan ekspresi menyapa, namun Fajri seakan tidak melihat apa-apa.

"Fajri!", tegur orang tersebut.

"Eh, kak Aulion..."

Fajri tersenyum canggung. Reaksi terkejutnya barusan membuat orang tersebut seakan tak habis pikir.

"Mikirin apa sih? Kesambet loh nanti kamu, ini Maghrib loh..."

"Hehe, nggak mikir apa-apa kok kak," tawa itu begitu terlihat dipaksakan.

Mendengar jawaban semacam itu, orang tersebut mengernyitkankan sesuatu di antara kedua alisnya.

"Yaudah, kalau begitu."

Orang bernama Aulion tersebut menepuk bahu lawan bicaranya sebelum akhirnya berlalu.

****

Zweitson tersenyum pada cermin yang memperlihatkan penampilannya, ia memang mau berniat keluar asrama dan jalan-jalan bersama sahabatnya, Fenly, menikmati malam pekan istimewa yang selalu dihinggapi pasar malam akbar di pusat kota.

****

Fenly sedikit-demi sedikit mulai mencoba melepaskan tangannya yang kian berada dalam dekapan Gilang. Bersamaan dengan satu tangan itu terlepas, pintu kamarnya terketuk agak keras. Tapi sepertinya orang yang sedang berada di luar merasa tak sabar dan langsung membuka pintunya.

"Fen..."

"Bentar son!"

Fenly yang kini telah berdiri, kemudian bergegas menuju lemarinya mengganti baju dan mengambil dompet yang segera ia masukkan ke saku celananya. Sedang kini Zweitson, malah ternganga melihat seseorang di atas ranjang samping ranjang Fenly yang sama sekali tak bergerak dalam tidurnya. Ketika Fenly hendak melangkah keluar dari kamarnya, Zweitson mendahului bertanya,

Guardian in My RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang