Awalan

800 62 2
                                    

Di sudut negeri ini, terdapat pulau kecil yang hampir setengah wilayahnya merupakan Kawasan perguruan tinggi yang sangat masyhur, megah dan diakui. Keberadaan perguruan tinggi tersebut bagai sebuah ikon dan penyatuan sejarah peradaban yang menjunjung tinggi nilai intelektual pada wilayah tersebut. Merupakan aset yang menjadi bagian dari keberaturan konsep tata wilayah pemerintahan daerah, sebuah proyek pendidikan yang melebur dengan sekelilingnya dan tentu dengan para penduduk setempat.

Semua penduduk di pulau itu mengetahui bahwa perguruan tinggi tersebut adalah universitas berasrama yang syarat wajib pertama untuk menjadi maha pelajarnya adalah laki-laki. semua maha pelajar tersebut tanpa terkecuali diharuskan berasrama, tidak bisa jika tidak. Perguruan tersebut bernama 'Universitas pemoeda 97'.

******

Pagi telah lama menjelang, dan suara cerewet burung-burung tak kunjung ada habisnya seolah hendak meyakinkan para pendengar bahwa mereka layak menjadi pembuka hari. Naluri mereka sendiri tak mungkin dapat memahami para pendengarnya, sang pendengarnya pun betapa memahami maksud mereka.

"Nama kamu Muhammad Gilang Dika Perdana Bakhri?", tanya seorang staf asrama dengan bergantian memerhatikan kartu nama dan anak laki-laki yang ia ajak berbicara.

"Benar", Yang ditanyapun mengangguk.

Staf tersebut memerhatikan layar komputer. "Di data ini memang masih ada beberapa penghuni kamar yang berpesan membutuhkan teman sekamar, di antaranya kamar nomor satu asrama dua, kamar nomor empat asrama sebelas, kamar nomor lima asrama sebelas, kamar nomor tiga asrama tujuh belas, kamar nomor empat asrama dua empat, ... "

"Ah, kamar yang itu, angka cantik, kamar nomor empat asrama dua empat," sahutnya dengan cekatan namun tetap terkesan kalem.

Staf itu mengangguk, lalu memulai mendireksi program di komputernya.

"Penghuninya bernama Fenly Crhistovel, mahasiswa jurusan musik semester tiga, kalo asal daerahnya sih  Gorontalo, Sulawesi Utara."

"Saya juga dari Sulawesi, Sulawesi Selatan."

"Mantap! Satu pulau, ya, jadi, kapan kamu bersiap meninggalkan kamar lamamu?"

"Besok mungkin, pak, habis kuliah Sore."

*****

Asrama 24

"lo di sini aja dulu son, gua kesepian", rengek Fenly, yang sebelumnya dipamiti Zweitson untuk segera keluar dari kamar Fenly.

"Sekarang lagi ujan Fen, gua sempet punya planning buat beli seblak, Bang Rick habis nge-chat kalo kantinnya lagi sepi, gua mau beli dua, satunya buat lo."

Mata Fenly berbinar dan tersenyum cerah.

"Tapi cepetan balik ya! Gua masih belum kelar ceritanya."

Zweitson tak langsung menjawab, dengan gestur tubuhnya yang gopoh ia beranjak dari sisi Kasur yang ia duduki dan berjalan cepat ke arah pintu.

"iya", jawabnya singkat kemudian.

Fenly menatap teman akrabnya hingga menghilang dari pandangan, ia lalu tiba-tiba melamun dan menatap ranjang kosong di samping ranjangnya. Dari semua kamar di kompleknya, Hanya anak laki-kaki tersebut yang menempati sebuah kamar seorang diri. Teman akrabnya Zweitson tadi, sekamar dengan seorang kakak tingkat bernama Ricky. Setting tempat tersebut adalah kamar nomor 4 dari delapan kamar di asrama ke 24.

Perlu diketahui, total asrama yang menaungi maha pelajar pemoeda 97 adalah dua ratus satu mini asrama dengan jumlah kamar di dalamnya adalah delapan sampai sepuluh kamar dan satu kamarnya maksimal diisikan dua orang.

*****

Suara berisik seorang anak yang berkali-kali mengatur posisi almari membuat rekan kamarnya terlihat kesal.

"Lo itu kenapa sih, Fik?!"

"Udah lo diem aja bang, Bang Shandy nanya-nanya Fiki tambah bingung."

Yang bernama Shandy menghela, "Oke... terserah...."

"Lo itu kenapa sih, bang, bukannya bantuin, ngomeell...mulu."

Belum sampai Shandy mengeluarkan sehuruf kata dari mulutnya, ia dan Fiki dikejutkan dengan terbukanya pintu kamar tersebut dengan teramat keras, menampilkan pemuda berambut keriting dan gondrong yang pakaian atasannya hanya mengenakan singlet.

"Tau ah, gua kesel ama si Aji, gua becandain dia mukanya tetep datar".

"Terus gue harus bilang waw gitu?", tanggap Shandy, dengan mimiknya yang datar.

"Aelah Shan, muke lo lebih ngeselin dari si Aji, bye!"

Anak laki-laki yang baru datang tersebut Kembali keluar, dan menutup pintu kamar kedua rekannya dengan bar-bar.

"Bang Farhan akhir-akhir ini hidupnya nggak pernah jelas tau bang."

"udah lo nggak usah ngajak nggibah gua, cepetan beresin lemari lu", omel Shandy dengan nada datar.

*****

Sebagai kata pengantar author hanya mengucapkan: terima kasih....bagi yang sudah membaca, dan memberikan segala apresiasi terhadap karya ini, semoga hari kalian menyenangkan. 😊💕

Guardian in My RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang