Malam yang Panjang

216 41 4
                                    

Kamar Pengurus 2 Asrama 7

Arlex sedang diamankan oleh beberapa anggota keamanan di kantor ketua pengurus asrama tujuh untuk dimintai keterangan atau cerita mengenai Adli yang sampai-sampai menyerang kamarnya.

*****

Pasar Malam

Fenly memandangi liontin yang kini tersangkut pada ngangaan telapak tangannya. Benda itu kemudian ia remas dan turun ke sisi tubuhnya. Dalam kediaman, ia mempertimbangkan, Gilang sudah tak lagi menemaninya, jadi, untuk apa ia berlama-lamaan di Pasar Malam ini. Dan juga Ia pikir keindahan suasana Pasar Malam memang sejatinya sudah melekat dari sananya, nyatanya dan konyolnya, itu bisa terabaikan hanya karena rekan baru kamarnya telah meninggalkannya begitu saja di tempat itu.

*****

Di fasad gedung asrama tujuh, terdapat enam orang anggota keamanan yang salah satu dari mereka adalah sang wakil ketua keamanan universitas, Gilang Dika. Keberadaan mereka seperti hanya bertujuan merundingkan sesuatu yang akan terselesaikan pada Malam itu, namun adanya kedatangan seorang anggota keamanan yang lain yang baru datang sambil berlari ke arah mereka, mungkin menjadikan musyawarah urgensi tersebut agaknya menghasilkan keputusan lain yang berkesinambungan.

"Jejak dia, benar-benar hilang!" kata anggota keamanan yang baru datang tersebut, napasnya tersenggal-senggal.

Gilang merisau, helaan napasnya tak lega.

"Kita lanjutkan pencariannya sampai besok, tetapi bagi yang tidak keberatan untuk tetap melakukan pencarian sampai besok Pagi, saya persilahkan, laporan akan tetap saya tunggu dua puluh empat jam, berati..."

Gilang memeriksa waktu di layar androidnya sejenak.

"Sampai besok pukul setengah Sepuluh lewat tiga menit, selebihnya dua puluh empat jam, akan saya runding bersama Arlex."

Gilang terlihat berpikir sejenak setelah berintruksi.

"Sial! sebenarnya Arlex tu kenapa...?" cibirnya, namun tak seperti ditujukan kepada siapapun.

Sedang anggota keamanan lainnya terlihat segan memberi tanggapan pada suara yang mereka dengar. Lagi pula, saat ini mereka tak lagi memiliki argumen bahkan penjelasan mereka tadi begitu terbatas mengenai Arlex. Gilang lantas menghela napas, seiring mengalirnya beberapa detik waktu otaknya tiba-tiba mengingat sesuatu.

Ia memandang sekali lagi ke penanda waktu di androidnya, memastikan ada sisa waktu yang memberinya kesempatan untuk datang kembali ke suatu tempat di mana sebelumnya ia mengajak Fenly ke tempat tersebut. Ia masih ingat bagaimana adik tingkatnya tersebut tersenyum dengan terpaksa saat ia berpamitan atas penugasannya. Gilang tetiba agak gundah, ia merutuki kepayahannya sendiri atas tindakan yang tadinya ia sendiri yang memberikan ajakan, namun juga ia sendiri yang pada akhirnya meninggalkan adik tingkatnya tersebut. Namun juga di sisi lain, Gilang benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa ia merasa sebersalah ini. Bukankah itu sudah biasa? ia bahkan sering menjumpai anak laki-laki berjalan sendirian di berbagai tempat umum yang pernah ia kunjungi, dan dari sekian banyak yang ia amati tak sedikit yang terlihat nyaman dengan kesendiriannya.

*****

Kamar Nomor 3 Asrama 24

Agaknya Ricky tersentak dengan hanya disebabkan bunyi pergerakan knock pintu kamarnya, yang tak lama dari itu, ia dapat melihat Zweitson membawa dua piring mie ayam sembari tersenyum setelah pintu itu diizinkan sepasang knock untuk terbuka.

"Kaget gua son, makasih ya..."

Zweitson cengengesan. Ricky lanjut pada apa yang telah ia kerjakan sebelumnya, menelaah berita koran seputar politik negeri ini. Zweitson duduk dan meletakkan makanan tersebut didekat Ricky yang sedang duduk mengerjakan tugasnya di lantai tanpa alas.

Guardian in My RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang