Sekedar iba?

163 33 2
                                        

· Perhatian: Banyak adegan kekerasan.

Angin Malam kian semakin brutal dan mesra secara bersamaan, tetapi bagi Gilang, angin tetaplah angin dengan kodrat biasanya. Ia adalah sesuatu yang tak terlihat namun dapat berhembus, menjadikannya alasan ia bisa diabaikan.

Gilang membawa tubuhnya untuk terus melompati berbagai area dan mengayunkannya dari tangga ke tangga. Tidak ada yang tahu, bahwa ia telah berusaha menghilangkan rasa sedihnya dengan rela beraksi sendirian layaknya seorang ksatria yang lengah dibawah pengaruh ilusi penyihir yang bertindak dibalik persembunyiannya, penyihir itu-adalah masa lalu yang tak akan membiarkannya pergi melupakannya.

Ia benar-benar tidak tahu kemana ia akan pergi. Ia meninggalkan Fenly begitu saja di atap gedung asrama setelah mereka cukup lama saling bertatapan. Gilang meninggalkan cangkir kopinya begitu saja di bangku panjang, yang mana permukaan porselen cangkir itu masih terasa panas.

Kilas Balik

Tiga tahun yang lalu, kejadian setelah terakhir kali ia melihat sahabatnya kehilangan nyawa, Gilang mendapat hajaran penyambutan dari para polisi yang bertugas sewaktu dirinya di bawa menuju lorong komplek berisi sel-sel tahanan kelas kakap. Dalam keadaan terborgol, ia diberi hantaman di wajah, perut dan kaki--- semua itu secara berkali-kali dengan cukup keras, bahkan ketika tubuh itu mulai jatuh ke lantai ia disaduk berkali-kali, setelah itu ia diberdirikan secara paksa dan digeret-geret dengan keadaannya yang tak berdaya.

Terowongan gelap bagi para tahanan tersebut memang tampak menakutkan, tetapi yang lebih menakutkan adalah melakukan sesuatu dengan keterpaksaan dan itu mengakibatkan suatu hal yang dahsyat seperti halnya ia menjadi mesin penghancur dan ia dipaksa menghilangkan perasaannya, melihat dengan mata kepala sendiri orang-orang menderita karenanya, dan menyaksikan bagaimana orang yang berarti untuknya meninggalkannya dengan mengenaskan.

**

Tubuhnya terbanting ke arah jeruji sel, lalu merosot bersamaan dengan darah yang keluar deras dari hidungnya. Sebuah kaki yang tambun tiba-tiba menendang perutnya lalu menyepak kepalanya dengan cukup keras membuat tubuhnya terjungkal ke samping dan menyentuh lantai plester, sungguh, ia tak dapat merasakan apapun, ia-linglung. Di dalam sebuah sel penjara yang dipilihkan untuknya--- ia tak mengira mendapat rekan satu sel yang berbadan tambun yang begitu usil, keusilan yang sudah seperti ingin membunuh orang yang diusili.

"Oi...lawan! lempeng kali kau, Penjahat macam apa kau?" tanya rekan satu selnya tersebut.

Tubuh Gilang secara perlahan berhasil bangkit dan kembali terduduk sembari ia belum menjawab pertanyaan itu; ia masih dengan kelinglungannya.

Kaki tambun tadi kembali bertindak keras pada kepalanya seraya menukas dibalik giginya yang terkatup,"Jawab...!" dan kemudian tertawa cekikik. Mata dari sosok yang lebih buas dari preman pasar tersebut menyoroti dua liontin kembar dan dua rantai pengalungnya. Ia kemudian semakin mendekati Gilang lalu membungkuk meraih salah satu liontin itu. Mendadak, Gilang menahan tangan itu, rupanya ia tak membiarkan manusia buas itu melepas liontinnya dari rantai pengalungnya begitu saja. Manik mata pemuda berkalung dua itu menyorotnya dengan tajam.

"Mau ko apakan?"

Lelaki tambun tersebut malah kembali terkikik, terutama ketika ia menyaksikan bagaimana wajah dihadapannya yang dipenuhi lebam itu memperlihatkan kegarangan sekaligus pertahananannya. Lelaki itu kemudian mengangguk untuk dirinya sendiri seperti mengerti akan sesuatu. Tetapi dirinya terkejut saat kaki pemuda itu bergerak--- menggunting kakinya dengan speed dan power di luar nalarnya, dan tubuh lelaki itu ambruk seketika. Gilang turut ambruk; oleng ke arah berlawanan dari sungkuran sebelumnya, tenaga terakhirnya ia kuras hanya untuk gerakan tadi. Nafasnya tak beraturan, sesekali pandangannya buram bersamaan dengan spekulasi bahwa riwayatnya sebentar lagi akan berakhir jikalau lelaki raksasa itu kembali bangkit dan memberikan berbagai variasi hajaran untuknya, tidak, ia tidak bisa hanya sekedar pasrah, ia sudah berupaya menjaga kalung itu dan berkorban untuknya.

Guardian in My RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang