Fajri Selesai; Belum untuk Gilang

116 21 5
                                    

1 Minggu Kemudian (Setelah Persidangan)

Pukul 09.00+

Kelas B Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

"Ada beberapa unsur yang perlu diketahui sebelum kita melakukan telaah eh... tentang bagaimanakah hubungan antara kepribadian dan karya sastra, nah, yang pertama, kita perlu mengamati bagaimana si pengarang menjelaskan... karyanya, uhuk!!"

Dosen mata kuliah Psikologi Sastra tersebut memang sudah meginjak usia sepuh. Dengan pelan, beliau menjelaskan materi yang dibawakannya, juga dengan suara yang lirih dan seraya sering terbatuk-batuk. Meski begitu, tak ada satupun mahasiswa yang merajuk bahkan jika sekalipun menunjukkannya dengan gestur. Semua yang ada di kelas menyimak dengan baik-baik, seolah benar-benar haus akan pengetahuan dari mata kuliah ini.

"Nah... dalam hal ini, kita membutuhkan penelusuran terhadap lingkungan, kehidupan dan kualitas nalar dari sang pengarang tersebut.."

Gilang mulai menulis daftar pertanyaan yang akan ia kemukakan pada dosennya, tetapi setelah ia secara tak sengaja memerhatikan lengan jas almamaternya, secara tiba-tiba ia teringat... ia harus memberikan jas almamter baru kepada mantan bocah awasannya.

*****

Asrama 9

Twice dihajar habis-habisan oleh beberapa mahasiswa keamanan FH, suara pukulan maupun tendangan terhadap tubuh yang dihajar benar-benar terdengar mengilukan, darah mengucur dari hidung dan mulutnya, satu biji gigi geraham terlepas dan jatuh ke lantai. Twice sebenarnya merupakan tahanan asrama, ia keluar dari penahanan atas permintaan beberapa orang yang berpura-pura sebagai rekan dekat yang ingin menjenguknya. Namun siapa sangka, itu terdapat motif balas dendam akibat Twice menjadi saksi lawan di persidangan, dan mereka--- para keamanan yang berpura-pura itu--- adalah saksi dari kubu lawan Fajri yang kini ikut-ikutan diperiksa. Dan kini para anggota keamanan yang menyamar tersebut, beserta Twice, berada di koridor belakang pojok di lantai dua bangunan asrama sembilan.

"K*cr*t!! pancene kowe iku nggolek mati! Ja**ok!" (K*cr*t!! memang dasar kau pencari mati! Ja**ok!) maki salah seorang anggota keamanan berban lengan navy tersebut.

Twice tak dapat berkutik, ia pasrah dengan nasibnya. Tiba-tiba, wajahnya yang tertunduk, merasa perih dan linu akibat keberatan luka--- dihentakkan oleh sebuah alas kaki bersepatu pantofel ke tembok.

"Koen enak banget c*k! kok enak banget dadi tahanan asrama tok, lah, kene? Sampek saiki diperikso dan terancam dikeluarkan dari universitas, koen seharuse yo podo! c*k!" (Kau enak sekali c*k! kok enak sekali jadi tahanan asrama saja, lah, kita? Sampai sekarang diperiksa dan terancam dikeluarkan dari universitas, kau seharusnya juga sama! C*k!)

Twice hanya menggerang tanpa mengucap sepatah kata. Ia, lalu dijambak, digertak kembali.

"Sopo seng mempengaruhi koen?! sopo seng ngongkon koen berkhianat?!!" (Siapa yang mempengaruhimu?! Siapa yang menyuruhmu berkhianat?!!)

Twice kesulitan dengan napasnya yang tersenggal-senggal, hingga pada akhirnya, dengan suara getar ia menyebut sebuah nama sebagai jawaban.

"Gilang, wakil ketua Ornan."

*****

Pukul 11.00+

Kamar 2 Asrama 24

Sudah seminggu sejak persidangan itu, Fajri masih merasa kaku menjalani hari-harinya, merasa asing dengan perubahan pada keadaannya, bingung harus memulai dengan apa. Ia sejenak berpikir, bahwa akan lebih baik jika ia pergi ke kampus dan kembali kuliah seperti seharusnya, tapi... ia malu, ia malu karena tak bisa membawa almamater ke kampus.

Guardian in My RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang