Tamanni ataukah Taroji?

95 20 24
                                    

Pukul 07.30+

Asrama 24

Gilang baru saja menuruni anak tangga terakhir, habis megakhiri kencan solonya yang tiada berarti. Sinar mentari semakin terik, tiada lagi yang bisa ia nikmati di rooftop tadi. Ingatan Shofi membuatnya rindu dan sakit secara bersamaan, dan yang lebih melelahkannya lagi, setelahnya--- disusul dengan pikiran yang melanglang buana ke segala penjuru; membuatnya putus asa oleh segala kenyataan secara sadar.

Ia berjalan dengan santai melintasi koridor yang juga menjadi lalu lintas angin ringan daratan. Anak rambutnya terhembus-embus dengan lambut. Kepalanya ditolehkan sejenak ke arah luaran bangunan seraya memejamkan mata mengkhidmati anugerah kehidupan; mencoba menetralkan segala beban yang menginfeksi kepalanya.

*****

Kediaman Pendiri Pemoda 97

"Mohon maaf Prof, jika diperkenankan, saya memiliki tawaran seorang rekan yang mungkin prof bisa tertarik," ucap Arlex.

Imran menajamkan atensinya pada mahasiswa tersebut.

"Baik, siapa?" Prof Mughni, mempersilahkan.

"Namanya Muhammad Gilang Dika, dia punya kemampuan pencak silat yang bagus, instingnya itu sangat main, prof! professionalitasnya juga bagus," Arlex, mempersuasi.

"Waduh! maaf sebelumnya Prof," Imran memenggal lidah.

"saya kurang setuju kalau Gilang yang ditawarkan, karena..."

Imran tampak berpikir untuk merangkai kata-kata yang tepat. Dosen penasehat keamanan tersebut, dasarnya memang menyembunyikan suatu rahasia tentang Gilang, jadi, saat ini ia sedang panik, tawaran Arlex pada Prof. Mughni menyusahkannya.

"Gilang... merupakan bagian dari keamanan yang sangat vital, dia benar-benar salah satu yang sangat diandalkan Prof, jadi, saya benar-benar mohon maaf," Imran, akhirnya.

Prof. Mughni tertawa.

"Gimana sih, Pak Imran, anda ini kok malah mengkhawatirkan itu? ya... seharusnya kan nggak masalah, Gilang itu kan termasuk toh... bukan satu-satunya, termasuk yang diandalkan, bukan satu-satunya yang diandalkan..., ya... kalau misalkan dia saya minta, ya.... keamanan tetap aman-aman saja, lagipula menjadi anggota keamanan itu kan ya... benar-benar dilatih, dan itu juga tanggung jawab anda toh, pak Imran," sangkal Prof. Mughni, dengan suara ringkihnya.

"Yaudah Mas Arlex, besok suruh Gilang datang ke mari," utus Prof. Mughni, akhirnya.

Arlex mengangguk sopan. Imran benar-benar panik sekarang. Hawa di ruang tamu itu memang sedang dingin karena AC, namun Aliran darah dalam tubuh Imran tiba-tiba menghangat, dan tetap terasa beku di kulitnya.

*****

Lantai Satu Asrama 24

Gilang melintas di depan kamar para pengurus asrama, dan satu di antaranya memberikan tanda-tanda eksistensi kehidupan yang tengah beraktivitas. Penglihatannya menelisik melalui celah pintu yang sedikit terbuka, dan di dalam sana ada seorang pengurus asrama. Gilang tiada segan mendekati pintu itu, dan sedikit berseru permisi. Seorang pengurus tersebut, agaknya seketika bergegas dan membuka pintu kamarnya lebih lebar.

"Oalah... Gilang toh, ada apa?"

"Bang Nando ada motor nggak, kalo ada dan motornya itu nggak dipakai, saya boleh pinjam?" izin Gilang, dengan pembawaannya yang bersahabat, seperti biasa.

"Oh... ada, motornya baru saya pakai nanti Malam, bentar ya... ta ambilin kontaknya dulu," pamit Nando, sebentar.

Tak lama, Nando kembali, dan membuka pintu kamarnya lebih lebar. Ia menyerahkan sebuah kunci motor dengan gantungan boneka kelinci. Gilang tak mampu membendung tawanya, dan iapun tertawa kecil. Nando ikutan tertawa.

Guardian in My RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang