Masih Ragu?

135 27 6
                                    

Zweitson sedang membuka pintu ruang makan dengan paksa, agaknya, sedikit ada gangguan di mata pengait dan engselnya.

"Cepet-cepet harus panggil ahli kunci sih, buat ganti," celetuk Fenly yang berada di samping dan sedikit di belakang Zweitson.

"Ya...pokoknya kita bilang aja nanti ke pengurus asrama," ujar Zweitson, tak ada gairah.

*****

Kamar No 2 Asrama 24

Fajri ter-gugah oleh suara gemericik air dari kamar mandi, ia mengerjap dan seketika bangkit dari posisi tidurnya. Saat ekor tubuhnya berada di tepi ranjang, ia merasa de javu ketika mendapati sebuah kertas di salah sisi kasur milik Farhan. Ah, ia ingat, tadi Malam Gilang sempat meminta sehelai kertas padanya sekaligus pena bertinta gel hitam. Tadi Malam, untuk melaksanakan tidur untuk yang ke dua kalinya ia agak kesusahan, karena adanya Gilang membuatnya tiba-tiba merasa gugup.

Syahdan, kepalanya menoleh sekilas pada pintu kamar mandi--- meramal kemungkinan bahwa seseorang di dalam masih membutuhkan waktu lama untuk beraktivitas. Ia cepat-cepat menghampiri kasur Farhan dan menggapai kertas itu. Sebenarnya, ia cukup penasaran tulisan seperti apa yang Gilang torehkan di sana. Ia sedikit berasumsi bahwa zanre tulisan itu adalah puisi sebagaimana tulisan Gilang yang ia baca sebelumnya. Dan itu, ternyata memang benar.

Ketakutan...

bisa lebih membekukan dari pada angin

yang terhembus oleh satiris laut

*

Aku tak menginginkan...

siapapun berbicara

karena semuanya...

sudah tersingkap di dalam hati

*

Sejauh apapun aku berlari

dan melompati perapian yang seperti udara hampa

juga melintasi gedung-gedung-

yang bukan pelintasan

aku tetap terperangkap...

dan tak akan bisa kembali untuk memperbaiki

*

Aku terus berlari...

bahkan dalam kediamanku

Aku sungguh ketakutan

karena air mata mengejarku

melemaskan persendian

dari fondasi gelora yang tak berujung

*

Demi butiran pasir putih di langit

Yang mengawasi setiap pelarian

juga kegelisahan yang menusuk-nusuk

sungguh...

aku belum pernah diam

Pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka, tampak Gilang mengenakan pakaian yang ia kenakan semalam yang kemudian keluar dengan menyisir rambutnya yang basah ke belakang menggunakan jemarinya. Fajri gerogi tatkala orang itu memergoki dirinya menggenggam secarik kertas di genggamannya. Gilang tak bereaksi apapun dan tetap melangkah santai, meski begitu, Fajri tetap mati gaya.

"Saya pamit, ya, mau balik ke kamar saya," ujar Gilang, tersenyum, setelah berdiri di hadapan Fajri yang duduk di tepi kasur Farhan.

Tangan Gilang kemudian tersodor untuk meminta sesuatu di genggaman Fajri, dan lantas, Fajri memberikan kertas itu meski ia masih ada keinginan untuk membaca ulang tulisan tadi. Setelah Gilang meraih kertas miliknya, ia kemudian berujar lagi dengan senyuman yang belum hilang.

Guardian in My RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang