Penundaan

136 26 2
                                    

"Gua gugup Fik, walaupun udah gua siapin semuanya."

"Lo bakal jadi ketua BEM yang hebat bang, gua yakin," ucap Fiki seraya tersenyum.

Shandy tersenyum namun tak seberapa lama hingga kemudian ia tampak sedang memikirkan sesuatu. Fiki menatap Shandy dalam diamnya, sesekali ia membatalkan ucapan yang seakan ingin ia utarakan.

Suara ber-klik membuat Shandy dan fiki langsung melirik pintu masuk kamar mereka. Suasana ruangan begitu hening, jadi wajar jika terdapat sedikit suara saja langsung menarik perhatian mereka. Orang yang baru saja membuka sedikit celah dari pintu yang terbuka tersebut memandang sedikit heran pada kedua pemuda yang merupakan sang penghuni kamar. Posisi dua pemuda itu sedang berhadapan dari masing-masing tepi ranjang mereka dan terdiam sejak beberapa saat sebelumnya.

"Gua ngganggu nggak, bang Shan? Fiki?"

Orang tersebut adalah Zweitson.

*****

Fenly belum bersiap membersihkan badannya meski telah sarapan sekalipun. Sebagian tubuhnya bersandar dengan pasrah pada kepala ranjang, matanya terus-terusan melirik secarik kertas yang tergeletak di tepian kasur rekan kamarnya yang mana berjarak paling dekat dengan tembok, agaknya memang jauh dari penglihatannya. Yang sebenarnya, sejak kepergian sang pemilik semalam pikiran dan tangannya terasa gatal untuk mengambil tindakan pada benda ringan yang terabaikan dan tak terjaga tersebut. Ia pada akhirnya menyerah pada kebimbangannya, bangun untuk berjalan menghampiri hal yang telah menarik perhatiannya selama berlarut-larut.

Kertas itu kian berada di genggamannya, demi apapun ia tak menyangka itu adalah puisi. Baginya itu adalah keberuntungan, ia telah lama ingin mengetahui banyak hal mengenai sang penulisnya. Puisi disusun sebagai bentuk ungkapan jujur dari suasana hati seseorang, jika diary menulis semuanya secara frontal maka puisi adalah kebalikannya, ia tertulis dengan teka-teki dan sentuhan keberagaman seni pemakaian bahasa. Fenly tersenyum, sekali lagi ia merasa beruntung memiliki rekan mahasiswa jurusan sastra, baginya, itu berarti ia harus memainkan lebih banyak intuisi dan emosional dalam dirinya agar ia dapat tersambung dengan hati rekan kamarnya.

Aku bukannya paranoid

Hanya saja masygul dengan jalanku
_

Dapat berdiri tanpa mania

bukan berarti tak dapat merasakan ngilu dan kinayah

Aku sungguh menyadari itu

Sekaligus menyadari banyak yang terlanjur mengetahuinya
_

Ya ....

timbul kebencian

di setiap kali menatap mata mereka

yang bermula dari kebencian di setiap kali bercermin

Cermin memang diciptakan bukan untuk dirinya sendiri

Tetapi untuk orang lain yang menunjuknya dengan nama lain

Selain itu, dia seringkali dibenci

begitupun ketika aku menatapnya
_

Di mataku, engkau selalu ada....

Dan aku benar-benar tersesat dalam jalan mafia

Dimanakah euforia...?

Jika hirap euforia...

Maka menjadikan kesenangan tak terasa di lalui

dan kecemasan merupakan hantu permanen dibelakang kepala

Dari puisi tersebut Fenly mendapati banyak hal yang mencurigakan. Ia mencemaskan kondisi psikologis sang penulisnya, terlebih ada kata 'mafia' yang agaknya merupakan suatu kata dengan kemultitafsirannya. Ia sedikit ketakutan dengan keberadaan kata itu di sana, itu antara penggambaran tindakan maha kriminal atau sekedar penggambaran dari beban pikiran sang penulis yang sedang melakukan suatu kesalahan secara sembunyi-sembunyi dengan keterpaksaannya sehingga dia mengumpamakan dirinya seperti mafia, atau jangan-jangan..., sial, ia tak mengerti, ia bukan spesialis sastra, ia bahkan tak suka membaca karya prosa seperti novel.

*****

Pukul 10.00+

Koridor Luar Lantai atas Gedung direktorat Ornanmawa Universitas "Pamoeda 97"

"Dua orang mahasiswa pelanggar dari fakultas hukum sekitar jam delapanan tadi melarikan diri dari asrama, satu orang sedang menjalani perawatan, pak."

Imran mengernyit, "Semua mahasiswa pelanggar harus menghadiri persidangan, tidak bisa tidak."

Kini giliran Arlex mengernyit.

"Lalu bagaimana pak, apa perlu ditunda persidangannya?"

"Tentu saja, kemungkinan besar tidak bisa hari ini, mungkin besok, mungkin juga Senin, kita perlu rapat dengan segenap orang-orang dan petinggi keamanan," ujar Imran menatap serius pada sang ketua ornanmawa universitas.

Imran membalik tubuhnya dan memulai keberlaluannya untuk segera meninggalkan Arlex. Meski langit dengan kebiruannya yang menyenangkan, angin berhembus dengan terlalu ramah membuat tubuh Arlex agak menggigil, udara terasa dingin padahal sinar mentari tiada dengan ketebalannya menyirami bumi dengan merata. Kantung mata Arlex terasa berat tetapi masih sanggup menatap punggung Imran yang semakin menjauh menyusuri sisa koridor.

Menempati gedung yang sama, Gilang yang berada di lantai dua blok sekretariat sedang berdiri di samping mahasiswa penanggung jawab data administrasi keamanan pusat, posisi mahasiswa administrator tersebut sedang duduk di kursi kerjanya memeriksa data cyber jajaran kepengurusan keamanan dari segala tingkatan. Sepersekian detik telephone genggam pintar milik Gilang bergetar di saku dalam almamaternya.

*****

Kamar No 1 Asrama 24

"Gue juga nggak paham banget sih masalah urusannya si Fajri sama si ntuh waka keamanan, tapi firasat gua mengatakan si ntuh waket bakalan mau bantuin si Fajri bukannya malah mau mempersulit keadaan," Zweitson mencoba berasumsi.

"Fajri itu nasibnya sudah berada di ujung tanduk adek-adekku sekalian..., Fajri antara jadi atau nggak jadi dikeluaran dari universitas dan itu Arlex yang cerita ke gua, hampir semua yang ada di asrama ini nggak terlalu paham banget sama persoalnnya dia soalnya dia emang nggak cerita apa-apa, ya, semoga aja keberadaan Gilang di asrama ini benar-benar ada faedahnya," terang Shandy.

Kini ruang kamar tersebut dilanda kembali oleh kesunyian dan itu tak bertahan lama sampai kemudian Fiki angkat bicara .

"Mukanya keliatan banget kok, bukan tipe orang yang angkuh, feeling gua, ntuh waket memang ada maksud baiknya."

*****

Pukul 12.00+

Fenly seketika terbangun oleh suara ketukan pintu. Dengan nyawa yang masih tersisa ia bangkit dari kasurnya. Saat pintu yang terkunci itu akhirnya tersingkap ia dikejutkan dengan Gilang yang tersenyum lebar dan langsung memeluknya.

*****

Author mau nanya nih..., kalian pernah nggak baca wp ini tapi penggalan ceritanya ada yang kepotong atau hilang sehingga yang kalian dapati itu adalah tempat paragraf yang kosong?

Dan author berpesan juga jangan sampai ada chapter yang terlewatkan ya untuk bacanya....👌

Semoga hari kalian menyenangkan... 😊💕

Guardian in My RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang