4 • 박지민

448 138 430
                                    

"Kau Jimin atau-"

"Don't you remember me?"

"Jhon?" tanya Seokjin memastikan.
Kemudian Seokjin duduk menyilangkan kakinya di kursi. Ia sangat tahu yang sering menggunakan bahasa asing adalah Jhon.

"That's right! Mr. Jin!" jawab pria itu sembari mengacungkan jempolnya pada Jin.

"Ada apa kau kemari? Dan- kenapa kau yang kemari? Bukan Jimin?" tanya Jin dengan raut serius.

"Hei, apa kau tidak merindukanku? Aku sudah lama tidak muncul. Harusnya kau menyapaku, Mr. Jin," jawab Jhon sembari menjilat bawah bibirnya.

Seokjin memijit pelan pangkal hidungnya yang terasa sedikit pusing. Sebagai psikiater pribadi Park Jimin. Hal ini tentu sudah biasa dirasakan Seokjin saat melakukan pertemuan dengan Jimin.

"Aku sudah berbicara dengan Jimmy. Hari ini aku yang akan menemuimu. Jimin sedang kelelahan dan tertidur." Jhon menyusul duduk di kursi pasien sembari menyandarkan kepalanya.

"Kau tidak boleh mengambil alih Jimin seperti itu, Jhon. Dia sudah bahagia, kan? Kalian sudah tidak seharusnya muncul lagi," ucap Jin.

"No! Jimin is so weak. Dia terlalu manis. Karena itulah dia sering disiksa," jawab Jhon dengan sudut bibir yang melengkung.

"Tapi, itu dulu, Jhon. Sekarang dia sudah sukses dan bahagia. Kau harusnya tau itu. Kau bisa saja menghancurkan karirnya jika terus muncul seperti ini," jelas Jin penuh penekanan.

Jhon tertawa kecil kemudian membenarkan posisi duduknya memangku tubuh dengan siku di paha.
"Ah, kau tau kan aku pandai berakting menjadi Jimin. Jimmy juga. Mungkin Jeze yang kesulitan karena dia masih kecil.-Jenny? Ah, aku belum pernah menemuinya karena aku benci wanita. Juga, Aku tidak suka melihat Jimin seperti malaikat. Dia terlihat sempurna. Padahal dirinya sangat rapuh.

Kau tau? Dia sering sekali bermimpi buruk tentang masa lalunya. Itu selalu membekas diingatan kami. Dan, itulah yang membuat aku dan yang lain dengan mudah mengambil alih dirinya," jawab Jhon menjelaskan.

"Jhon, kalau begini. Jimin tidak akan bisa sembuh. Dia harus melakukan hipnoterapi dan beberapa treatment lainnya. Bekerjasamalah sedikit denganku. Dia bahkan tidak bisa mengendalikan kalian."

Jhon tersenyum tipis. "Kenapa kau sangat membenciku, Mr. Jin? Padahal aku sangat menyukaimu."

"Kalau kau menyukaiku. Panggil Jimin sekarang. Biarkan dia yang berbicara denganku," perintah Jin.

"Em... Tidak bisa Mr. Jin." Jhon menggelengkan kepala singkat.

"Jadi, apa yang kau mau?"

"Nothing. Aku hanya ingin bertemu denganmu," jawab Jhon sembari tersenyum tipis.

"Aku menyukai permainan Jimmy," lanjutnya.

"Permainan?" tanya Jin bingung.

"Ah, kau tidak perlu tau, Mr. Jin. Yang boleh tau hanya aku dan Jimmy. Jimin saja tidak tau," jawabnya sedikit tertawa.

"Apa yang kalian rahasiakan dariku? Jangan melakukan hal bodoh, Jhon," ucap Jin menegaskan.

Jhon hanya tertawa menanggapinya. Dia kemudian berdiri membenarkan kemeja yang ia pakai dan melangkah pergi. "Jimin sepertinya akan bangun. Aku harus kembali dan menjemput Nina. Aku mencintaimu, Mr. Jin!" ucapnya sebelum menghilang dari balik pintu ruangan Jin.

Jin yang melihat itu pun hanya bisa menghela nafas kasar. Kepalanya menjadi semakin pusing sekarang.

***

𝐓𝐖𝐎 𝐒𝐈𝐃𝐄𝐒 [M]• Park Jimin Fanfiction [TERBIT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang