Tanpa menunggu lama. Jimin dengan segera menggoreskan pisau tajam itu pada kulit lengan hingga mengucurkan darah segar. "Jimin—" Nina meringis ngeri melihat darah yang mulai mengucur. Ia menangis dengan keras sembari berusaha melepas paksa lengannya dari cengkraman Jimin.
——————————————
"Jimin-ah! Apa kau gila?!" ucap Nina dengan sedikit isakan. Ia menangis melihat darah memenuhi lengan kirinya.
Tidak. Itu bukan darah dari lengan Nina melainkan darah dari lengan Jimin. Jimin menyayat lengannya sendiri sambil mencengkram lengan Nina.
"Bagaimana? Apa sekarang kau paham bagaimana menggunakan pisau ini?" tanya Jimin dengan senyum di bibirnya. Jimin tampak biasa saja dengan lengannya yang sudah penuh dengan darah. Ia bahkan seperti tidak merasa sakit sama sekali.
"Jim, hentikan! Lepaskan aku. Kau bisa mati kalau darah itu terus keluar," ucap Nina dengan suara tangisnya yang sedikit tertahan.
"Ini hanya sayatan kecil. Aku tidak akan mati, Sayang." Jimin melepas cengkramannya dan menutupi luka sayatan di lengan kanannya itu dengan tangan kirinya.
"Aku sudah bilang. Pisau ini terlalu berbahaya untukmu. Kau—"
Belum sempat Jimin menyelesaikan ucapannya. Nina berlari ke arah lemari yang berada tak jauh dari mereka. Ia berniat mengambil kotak berisikan obat untuk Jimin.
"Duduk," titahnya pada Jimin.
Jimin menurut dan menudukkan dirinya di kursi makan.
"Apa kau bodoh?" tanya Nina sembari membersihkan darah yang ada pada lengan Jimin dengan kain. Suaranya serak karena menangis. Bahkan nafasnya masih sedikit tersengal.
Jimin hanya diam menatap Nina yang dengan telaten membersihkan lukanya dan mengobatinya. "Mianhe," ucapnya kemudian.
Nina yang mendengar itupun langsung mendongakan kepalanya. Ia menatap Jimin dengan tatapan sayu. "Apa kau sekarang Jimin?" tanyanya dengan raut lelah. Nina sudah sangat lelah menanggapi kepribadian Jimin yang berganti-ganti.
"Kau tidak takut padaku?"
"Takut? Aku lebih takut kalau kau mati karena kehabisan darah, Jim," ucap Nina masih dengan tangan yang sibuk mengobati luka pada lengan Jimin.
"Maafkan aku, Nina. Aku membuatmu dalam bahaya," ucap Jimin merasa bersalah.
"Kenapa kau melakukan ini?" tanya Nina yang masih sibuk membalut luka Jimin dengan kain kassa.
"Melakukan apa?" tanya Jimin bingung.
"Melukai dirimu sendiri."
"Tentu saja untuk melindungimu, Nina," jawab Jimin dengan raut bersalah.
"Melindungiku?" Nina mengernyitkan dahinya.
"Ya, kalau aku tidak datang dan menyayat tubuhku sendiri. Maka tubuhmu yang akan kusayat."
Nina menghentikan aktivitasnya sejenak sebelum akhirnya bertanya dan kembali melanjutkan aktivitasnya. "Ada berapa kepribadian di dirimu?" tanya Nina kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐖𝐎 𝐒𝐈𝐃𝐄𝐒 [M]• Park Jimin Fanfiction [TERBIT] ✔️
Fanfiction[SUDAH TERBIT] UNTUK PEMBELIAN SILAKAN DM ATAU CHAT CHIMMYOLALA. -- HE IS DEVIL BUT LIKE AN ANGEL -- _____ Masa lalu kelam membuat Park Jimin, seorang Dokter Spesialis Bedah terhebat di Seoul harus mengalami penyakit psikologis. Ia memiliki DUA SIS...