"Kau menghubungi siapa tadi, Sweetie?" tanya Jimin dengan raut dingin.
Nina menelan salivanya kasar.
"Ah, aku baru saja menghubungi Paman Si Hyuk, Jim," jawab Nina sedikit panik.
Jimin tersenyum kemudian menyusul Nina duduk di sofa. Tidak seperti beberapa detik lalu wajahnya sangat datar dan dingin. Kini wajahnya kembali memancarkan aura malaikatnya.
"Siapa yang membelikan pizza ini? Sepertinya enak," ucap Jimin setelah menghidupkan televisi dan menemukan sekotak pizza di meja.
"Hobi Oppa yang membelikannya," jawab Nina kemudian membenarkan posisi duduknya. Ia mencoba sebisa mungkin untuk terlihat tenang meskipun sebenarnya ada rasa takut jika tiba-tiba Jimin berubah menjadi kepribadiannya yang lain.
"Hmm... Ini lezat," ucap Jimin sembari mengunyah pizza yang ia pegang dengan tatapan ke arah televisi.
Nina hanya menatap Jimin yang ada di sampingnya itu. Banyak sekali pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada Jimin. Tapi, sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk menanyakannya. Nina harus lebih berhati-hati.
"Kenapa kau menatapku seperti itu, Sweetie? Kau tidak makan?" Jimin menoleh ke arah Nina dengan tatapan bingung.
Nina dengan segera mengambil satu potong pizza dan memakannya. Ia tidak mau membuat Jimin marah. Atau dia akan bertemu Jimin yang lain nantinya.
"Besok malam kita bisa berangkat ke Jeju untuk berbulan madu. Aku sudah meminta izin dengan pihak rumah sakit," ucap Jimin kembali.
Nina yang mendengar itu pun sontak membulatkan matanya. Dia memang menginginkan bulan madu. Tapi, setelah mengetahui Jimin memiliki kepribadian lain, Nina sedikit mengurungkan keinginannya.
Apakah tidak terlalu berbahaya? Bagaimana kalau saat di pulau Jeju, Jimin berubah menjadi yang lain? Kemudian menyakiti Nina. Tidak ada yang bisa menolongnya di sana.
"Ta-tapi Jim. Sepertinya aku banyak pasien minggu ini. Apa tidak bisa kita tunda dulu?" ucap Nina mencari alasan.
Jimin menoleh dan mengerutkan dahinya. "Kau yang punya klinik. Asistenmu juga ada. Kenapa bingung?" tanyanya kemudian.
"Tapi Jim, ada beberapa hal yang tidak bisa aku tinggalkan. Aku yang bisa menanganinya," tolak Nina.
"Baiklah kalau kau tidak mau. Lain kali saja," ucap Jimin kemudian meletakan potongan pizza yang belum selesai ia makan dengan raut kesal.
"Jim, apa kau marah?" tanya Nina sedikit ragu.
Jimin menghembuskan nafas kasar, kemudian menoleh ke arah Nina dengan raut datarnya. "Makanlah, aku mau tidur," ucapnya kemudian beranjak dari duduk dan pergi ke kamar.
"Jim—" Nina mencoba menahan Jimin, tetapi Jimin menolak dan tetap melangkah pergi.
Sepertinya, Jimin marah karena Nina tidak mau meluangkan waktu kerjanya untuk berbulan madu, padahal Jimin sudah meminta izin cuti di Rumah sakitnya.
Nina menghelakan nafasnya kasar. Ia beranjak dari duduknya mematikan televisi dan menyusul Jimin ke kamar. Setidaknya, dia harus berbicara dengan Jimin.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐖𝐎 𝐒𝐈𝐃𝐄𝐒 [M]• Park Jimin Fanfiction [TERBIT] ✔️
Fanfiction[SUDAH TERBIT] UNTUK PEMBELIAN SILAKAN DM ATAU CHAT CHIMMYOLALA. -- HE IS DEVIL BUT LIKE AN ANGEL -- _____ Masa lalu kelam membuat Park Jimin, seorang Dokter Spesialis Bedah terhebat di Seoul harus mengalami penyakit psikologis. Ia memiliki DUA SIS...