Pulau Pembantaian

46 1 0
                                    

Suatu tempat di sebelah utara perbatasan...

Gelombang di laut mencapai empat meter dan dipenuhi kabut tipis pada malam hari. Deru ombak yang begitu tenang menampar kapal kayu yang mengapung terombang ambing di tengah lautan yang gelap dan berkabut, membawa sekelompok penyitas mengarungi gelapnya samudera yang penuh misteri dengan apa yang tersembunyi dalam bayang-bayang.

Percikan air pada dek kapal membuat seorang kapten menatap lautan di hadapannya sembari menghirup udara segar. Deburan ombak seolah menyanyi di kepalanya. Angin berhembus menerbangkan helai-helai rambutnya yang menjuntai. dan setelah beberapa kilometer berlayar, kabut semakin tebal menelan dunia di sekitar kapal sepenuhnya.

Sang puan mengoles senyum tipis sembari menarik nafasnya dalam-dalam. Lantas menghembuskannya secara perlahan. "Ah, rasanya tentram."

"Sayang sekali kita tak bisa berlayar ke arah Laut Natuna dengan kapal bobrok ini." Gumamnya dalam hati. Enggan mengeluarkan suara namun tungkai kembar melangkah ringan.

"Semakin cepat kita melewati perbatasan, semakin bagus.."

Namun, baru saja dipuji, suara ribut-ribut terdengar. Ia tak asing dengan suaranya. Lantas sang kapten melihat ke koridor kapal dan mencari tahu apa yang terjadi.

"Hei kapten! Aku melihat orang hanyut."

Sang kapten kapal menatap jauh ke laut lepas. Melalui kabut, sekilas matanya melihat siluet sesuatu yang mengapung dari balik bayang-bayang, sesosok tubuh yang terapung-apung berpegangan pada selembar papan kayu. Keadaan pria itu tidak sadarkan diri. Untung saja seorang awak kapal segera membawanya ke atas kapal.

"pria yang malang"

"APA! Malang katamu? Kita bahkan tidak tahu orang ini masih hidup atau sudah mati, lebih baik kita bawa dia ke pulau terdekat dan tinggalkan dia disana."

Sang awak kapal membulatkan kedua mata dan melangkah mundur. Meleburkan rasa takut agar mereka berguguran. Jangan, tolong jangan ada hal aneh lagi yang terjadi.

Sempat juga turun hujan deras, tapi hujannya susah terlihat, hanya saja sampai sebuah pulau misterius muncul beberapa saat kemudian, hujannya lebih terlihat.

"Kapten, Ada daratan Kapten!!" Teriak salah satu awak kapal.

Sang kapten dan para awaknya melompat ke daratan begitu perahu menepi.

"Sshh sepi sekali, kemana orang-orang" gumam salah satu awak bergidik mengamati sekitar dermaga kecil.

"kenapa kita berhenti di tempat kutuk ini?"

"terkutuk? Apa maksudmu?"

"mereka bilang tempat itu di kutuk."

Dikatakan bahwa pulau ini mendapatkan namanya karena tempat penuh dengan iblis, dan monster dalam mimpi buruk yang paling mengerikan, juga kabut misterius yang mengelilingi perairannya.

Ini adalah tempat rahasia penyebab pembusukan yang lebih cepat, di mana dosa-dosa yang tersembunyi dibenarkan dan dihukum tanpa belas kasihan. Konon katanya tak ada satu orang pun yang berani masuk ke pulau tersebut. Bahkan karena terlalu besarnya pohon, cahaya matahari pun nyaris tidak tidak menembus masuk kebalik pepohonan di pulau itu sehingga keadaan siang dan malam sangat sulit untuk dibedakan.

Bahkan menurut issue yang beredar, tempat ini dulnya dihuni suku pedalaman kanibal yang membenci pendatang asing. Namun disinilah aspek kegelapan jiwa manusia dilepaskan. Tapi yang paling menakutkan dari semuanya adalah; daya pikat yang tak terlukiskan dan tak terhindarkan yang dimilikinya pada pikiran yang tersiksa.

"Anjrit serius lo? Bikin merinding"

"Dia sudah turun, ayo kita tinggalkan tempat terkutuk ini." Perintah kapten

BIOPOCALYPSE : ExtinctionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang