Sebuah daerah di kabupaten Purwakarta
15 Maret 2030
16;30 PM
Jalan raya di cakrawala sunyi. Angin menderu membawa awan mendung menjauh, sementara langit kuning bersinar kokoh di kejauhan membawa cahaya ke reruntuhan gelap dari sisa-sisa asap kota di kejauhan.
Debu-debu beterbangan bebas kesana-kemari. Jalanan menuju tempat yang mereka tuju lebih gersang dan terletak di pinggiran kota, makin ke pinggir makin tidak menemukan pepohonan. Hidup di negara tropis seperti Indonesia, orang-orang mungkin sudah sangat akrab dengan cuaca panas menyengat yang membuat gerah dan tidak nyaman. Terlebih jika hidup di kawasan wilayah industri. Bisa dibayangkan bau debu dan kualitas udara yang menggelitik hidung saat seseorang benar-benar ada di sana dan bagaimana reruntuhan peradaban berhantu tak bernyawa dan penuh perjuangan.
Seperti kota mati tanpa manusia, hewan dan tumbuhan, hanya tersisa rumah-rumah dan jalan protokol yang kotor tertutup debu yang tebal, seakan mengubah kota metropolitan menjadi keadaan kacau balau.
Perjalanan mengumpulkan informasi tentang obat penawar wabah Zovid berubah menjadi upaya putus asa untuk bertahan hidup bagi kelima orang penyitas yang melarikan diri dari pasca apokaliptik. Apalagi terjebak di tengah zombie kelaparan. Sayangnya, mobil yang ditumpangi Radit, Ben, Nick, Syafira dan Pratu Stefanus harus mogok kehabisan bensin untuk yang kesekian kalinya.
"Dan...kita kehabisan bensin. lagi." Keluh Radit
"Well, sepertinya kita mendapat sedikit masalah disini. Kurasa lebih baik kita mulai mengais-ngais sesuatu." Sahut Ben, sambil memapah tubuh Nick,
"Jadi, giliran siapa yang mencari bahan bakar lebih banyak?"
"Yang jelas bukan aku. Terakhir kali aku hampir jadi santapan para mayat. Ingat?"
"Aku setuju tapi... Kita tidak punya banyak waktu lagi. lebih banyak bahan bakar tidak akan membantu kita sekarang. Dilihat dari aliran darahnya yang terus mengalir, temanmu mungkin tidak akan bertahan lama tanpa tempat untuk beristirahat."
"Kita harus singgah di puskesmas terdekat."
"Tidak. Kita terus ke markas. Kau cedera parah."
"A..ku memilih mendengarkan saran suster. Kita harus mencari tempat untuk menetap sekarang."
"Tapi disana terdapat persediaan obat yang...." Nick menghentikan ucapannya. Ia tersadar jika sampai di teruskan bakal menjadi sebuah perdebatan.
"Apa yang kau tunggu, prajurit!!" Bentak Stefanus.. "Orang ini sudah menderita terlalu lama. Mereka bisa saja mencium bau darahnya bermil-mil jauhnya dari sana. Kira-kira apa yang kau lakukan? Melihatnya terkoyak dimakan hidup-hidup?" Ujarnya penuh penekanan.
Pada awalnya Radit nampak sedikit ragu sampai Ben mulai angkat bicara.
"Kali ini, aku setuju apa yang dikatakan Stefy. Waktunya untuk keluar dari jalan dan menemukan tempat yang layak. Lagipula kayaknya zona pengungsian masih terlalu jauh dari sini..Aku punya ide yang lebih baik. Kita bisa menetap di sini, daripada pindah. Kita bisa membangun apa yang kita butuhkan di suatu tempat untuk menjaga teman kita dari kematian."
Saat itulah Benyamin melihat beberapa bangkai mobil yang ditinggalkan di dekat warung semi kontainer berbahan bahan spandek atau bondek.
"Sepertinya layak untuk dikunjungi. Aku yakin aku bisa menemukan sesuatu yang berguna di sana." Gumamnya. Tetapi tidak ada apa-apa selain sampah di sekitar tempat itu, hingga ujung matanya menemukan sebuah rumah susun yang layak huni.
"Kupikir aku menemukan beberapa tempat yang mungkin layak huni di sebelah sana." Ujar Ben
"Sekarang setelah kau menyebutkannya, itu terasa seperti di rumah." sahut Radit dengan ekspresi mencibir, bahkan kata-katanya terdengar bernada sarkas.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIOPOCALYPSE : Extinction
Mistério / SuspenseSelamat datang di abad post-pandemic. Inilah dunia 20 Tahun kemudian setelah wabah. Selama dekade terakhir, bumi menjadi rumah yang tak nyaman oleh keserakahan dan kesombongan umat manusia. Laut dipenuhi sampah dan minyak, hutan menjadi kering, dan...