Loji (Part II) Sekte Kanibal

28 0 0
                                    

"Domba yang hilang telah melarikan diri... Kejar dia...Sampaikan padanya...Keselamatan"

***

Erik terbangun dengan kepala yang masih sedikit pusing,  lalu bangkit dan melihat sekeliling. Kabut tebal kembali menyelimuti hutan dekat dermaga. Usai mencuci wajahnya. Erik bergegas mendekati kedua wanita yang tengah memeriksa sekitar. Mencoba untuk tenang, dan berharap tidak akan terjadi apa-apa.

"setiap pohon itu ada tanda silang kayak pakai cat gitu ya? Disini juga." Gumam Elisa mengamati setiap pohon yang ada ditempat itu.

"Mau kemana kau?" Tanya Elisa begitu melihat Erik berdiri sambil membawa tasnya. Erik terdiam beberapa waktu.

"Aku...aku ingin jalan-jalan sebentar. Ada yang harus aku cari"

"Aku tahu apa yang ada di pikiranmu saat ini." Potongnya cepat "Apa kamu yakin mau pergi sendrian?  lebih baik jangan Rik, firasatku gak enak" 

Percakapan mereka terpotong oleh Melin yang mendengar suara misterius dari kejauhan

"Eh, kedengeran nggak sih kayak ada suara lonceng?"

"huss, ngawur kamu, masa iya ada orang bunyiin lonceng di tengah hutan seperti ini?"

"Ihh beneran, suaranya masih ada tuh tuh denger ngga?... jadi kebayang film Hantu Tanah Kusir ada pendeta bawa-bawa lonceng pendeta kepala buntung..Hiiiii"

"Zaman kiamat zombie gini masih percaya gituan" 

Sementara Elisa dan Melin sibuk melakukan penyelidikan di dekat dermaga, Erik menyusuri area hutan seorang diri dengan tanah berlumpur dan bangkai binatang. Keheningan begitu kerasa hingga terdengar suara langkah kaki yang bergesekan dengan daun kering.

Srek! Srek!

Erik mengedarkan pandangan mengikuti arah peta dan rambu rusak. Biasanya, markas kultus selalu ditandai dengan lukisan mural Nabi di sekitar kota, terutama di tembok, truk, dan di gerbang. Mereka juga membuat tradisi untuk mengukir kayu menjadi patung tangan para Nabi untuk dipegang saat berdoa. 

Parahnya sore itu hujan turun agak deras, sehingga menyulitkan Erik melacak lokasi. Terlebih apa yang ia lihat hanya kabut yang tebal yang menghalangi pemandangan. Ah mungkin itu cuman halusinasi saja.

Srek! Srek!

Suara langkah kaki itu berpindah-pindah. Sebentar di depan, sebentar di belakang. Sementara itu, kabut semakin tebal hingga jarak pandangnya semakin pendek. Bahkan pohon-pohon yang tadinya terlihat, kini seperti tenggelam dalam lautan kabut.

Saat tengah fokus memperhatikan keadaan, tiba-tiba tangan seseorang mencengkram pundak Erik dari belakang "Sini!" bisiknya

Sontak, ia memberontak. Namun, cengkraman tanganya begitu kuat. Sangat kuat. Meski Erik menjatuhkan diri ke tanah, ia tetap bisa menyeret tubuhnya masuk ke dalam pohon yang cukup besar untuk menutupi bagian-bagian akar-nya yang menyembul keluar, menciptakan rongga-rongga di setiap sisi nya.

"Lepas!" teriaknya.

"Kamu bisa diam tidak?" sentak Suara misterius yang ternyata suara seorang manusia.

"Lepas!" teriak Erik sambil meronta-ronta.

"Dia berisik sekali. Lepaskan saja!" sahut Suara yang mirip anak laki-laki.

"Kasian, dia bisa jadi korban berikutnya."

Tanpa sadar, kabut yang tadinya tebal mulai menghilang. Karena hujan, langit sekitar setengah lima sore sudah terlihat gelap seperti sudah masuk waktu maghrib. Kini di hadapannya ada seorang anak laki-laki dan perempuan aneh yang mengenakan pakaian hoodie compang camping.

BIOPOCALYPSE : ExtinctionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang