SEMENTARA ITU...
MARKAS KOMANDO PELETON 866 LEMBU IRENG
Benyamin dan Stefanus menghampiri sekelompok pria berseragam loreng yang berdiri membentuk lingkaran. Saat mengetahui kehadiran sang Pratu, mereka langsung membelah lingkaran, lalu berbaris kiri dan kanan seraya menunduk memberi penghormatan.
Pasukan yang dipimpin oleh seorang Pratu yang ternyata diketahui pangkat aslinya adalah seorang Perwira Teritorial, terpaksa memperbanyak pos-pos di sepanjang jalan-jalan besar penghubung kota-kota yang telah mereka duduki. Hal ini berarti kekuatan pasukan mereka tersebar pada pos-pos kecil di seluruh pelosok daerah yang kini merupakan medan gerilya. Dalam keadaaan pasukan yang sudah terpencar-pencar, mereka mulai melakukan serangan terhadap kerumunan mayat berjalan.
Stefanus melihat mereka satu per satu, khususnya warna pakaian yang mereka kenakan. Ia sedikit terkekeh, kemudian membakar sebatang rokok dari bungkus rokok yang ia keluarkan dari kantong celananya. Menggunakan jari, ia menyisir rambutnya ke belakang. Tatapan matanya sangat tajam, mengarah pada empat orang yang duduk terikat dengan mulut tersumpal lakban.
"Empat?" Stefanus bertanya.
"Ini sisanya pak, ada satu tapi berhasil kabur" jelas salah satu diantara mereka.
Stefanus menoleh hanya untuk meniupkan asap rokok tepat ke wajah pemuda yang membuat semua orang disana terkejut. "
"Apakah kau pikir aku peduli tentang itu?! Aku menyuruhmu untuk menangkap mereka semua! MEREKA SEMUA!" Stefanus menekan setiap perkataannya.
Pemuda itu tidak menjawab atau membela diri. Ia masih saja berdiri tegak dan membungkam mulutnya. Stefanus kembali melihat ke depan dan mengarahkan pandangannya pada tempat sampah dihadapannya. Ia tersenyum mengerikan seraya mengambil satu demi satu langkah mendekati mereka.
Pria itu diam sejenak sembari mengeluarkan rokok dari sakunya, lalu mendehem "Dia adalah ilmuwan yang bekerja untuk BRC dan sisanya kamu sudah mengetahuinya" jelasnya
Sementara mereka berempat melihat Stefanus bagai kelinci melihat seekor singa, mata yang penuh ketakutan. Stefanus berjongkok, kemudian meraih dagu wanita si ilmuwan yang melihatnya dengan sedikit gentar,
Stefanus memasang wajah berfikir, mencoba mengingat "Oh, aku lupa..siapa namanya?"
"Syafira" jawab Ben.
"Ah" Katanya sambil menjentikkan jari kemudian dengan sengaja membuang asap rokok dari mulutnya tepat di depan wajah sang dokter.
"Syafira,huh?"
Syafira saat ini benar-benar ingin melarikan diri. Bulir keringat di keningnya terlihat sangat jelas. Stefanus dapat melihat jelas peluh keringat yang menghiasi kening wanita ini. Ia lalu tersenyum lebar.
"Gadis yang baik."
Tanpa mengedipkan matanya, Stefanus mulai melakukan hal gila, mematikan rokoknya tepat di kening wanita ini seperti mematikan rokok pada sebuah asbak! Syafira tentu saja mengerang. Panas dari bara yg menyentuh kulitnya benar-benar menyakitkan. Tapi Stefanus sama sekali tidak peduli. Baginya ini adalah hukuman bagi mereka yang mencoba bermain dengannya. Bahkan hukuman ini sangatlah ringan.
Ketiga orang lainnya membelalakan mata, mereka langsung bergerak menjauh. Nafas mereka saling memburu dan mereka menolehkan pandangan ke lain arah. Ini terlalu kejam. Mereka kemudian memberontak tapi tatapan tajam mata sang Pratu berhasil membuat mereka semua diam.
"Buka mulutnya!" perintah Pratu dan Ben membuka lakban yang membungkam mulut Syafira
"Jadi, katakan dimana sampel darah itu?" tanya Stefanus tapi Syafira tidak menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIOPOCALYPSE : Extinction
Mystery / ThrillerSelamat datang di abad post-pandemic. Inilah dunia 20 Tahun kemudian setelah wabah. Selama dekade terakhir, bumi menjadi rumah yang tak nyaman oleh keserakahan dan kesombongan umat manusia. Laut dipenuhi sampah dan minyak, hutan menjadi kering, dan...