Semarang, 02 Januari 2022.
Satu tahun telah berlalu. Bella membuka tirai jendela di kamarnya, berniat untuk menikmati cuaca malam itu setelah seharian beraktifitas. Sebuah mug berisi susu panas tergenggam di tangannya.
Sesekali Bella merasakan mual, mungkin karena kehamilannya. "Papa pulangnya kapan ya, dek?" Gumam Bella. Dia mengusap perut besarnya sambil sedikit menunduk.
Takut sesuatu hal yang tidak diinginkan selama kondisi masa kehamilannya, Miranda dan para perawat yang lain akhirnya sepakat untuk memindahkan Bella ke sebuah rumah sakit darurat lain di wilayah distrik Indrapura 17 dengan Desi sebagai penanggung jawabnya.
Di sekitar koridor, Bella sempat berpapasan dengan seorang ibu muda yang tengah menggendong seorang bayi mungil. Entah mengapa bayi itu tak mau berhenti menangis, walaupun sang ibu sudah di beri susu bahkan di ganti popoknya, bayi itu tetap saja tak berhenti menangis. Bella kemudian berjalan masuk kembali ke dalam kamar, kamar yang menurutnya sangat sepi.
Seharusnya bacaan petang bersulam gerimis hujan di penghujung minggu menjadi sebuah kenikmatan tersendiri apalagi di temani secawan kopi panas dan hembusan angin dingin yang menyapa lembut pipi.
Tetapi hari itu, Bella merasa sangat tidak tenang hati, apalagi Radit belum pulang hingga beberapa hari belakangan ini hingga Bella pun sempat tertidur karena lelah menunggu. Desi berusaha mengerti kondisi psikis Bella apalagi saat ini gadis itu sedang hamil muda anak dari sepupunya.
***
FRIESKA PoV
Frieska pergi sejenak untuk istirahat di sebuah warung kopi kecil tak jauh dari rumah sakit, tuk sekedar menikmati segelas kopi dan sebatang Rokok.
Gadis itu berhenti tepat di bawah spanduk bertuliskan "Warkop Mpok Marni." Tanpa membuang waktu Frieska melesat masuk.
"Mau pesen ape, Neng?" Sapa seorang perempuan 30an dengan murah senyum. Penjual itu berkulit putih dengan potongan rambut kuncir ekor kuda.
"Kopi hitam kayaknya sedep mpok, pesen satu ya"
"Kopi item ye. Tunggu bentar ye, aye buatin. Duduk dulu dimari gih"
Saat Frieska hendak duduk, tapi di dalam warung yang sempit sudah ada tiga orang yang sedang duduk dan mereka tidak sopan sebenernya. Mosok di dalam warung kok bajunya di buka kancingnya. Mana kaki nya di atas bangku yang di duduki. Tapi terlihat tiga orang itu seragaman pakaiannya, pakaian cleaning service.
"Misi mas, bisa minta tempat sedikit." Ujar Frieska baik-baik lalu deretan dua orang itu.
"Kalau mau yang lega sana dilapangan" gertak sosok pria di samping Frieska.
"Ya jangan marah mas, kan aku udah minta baik-baik..judes amat sih." Jawab Friska ketus.
"SUDAH DIAM KAMU IJUL," bentak seorang pria berpakaian satpam yang duduk di deretan sampingnya. Pria itu langsung diam dan kembali duduk di bangku.
Pria berseragam satpam meraih gelas kopi lalu menyesapnya. "Jangan hiraukan orang-orang ini nduk, mereka cuman bercanda kok." Pria paruh baya itu menyambut Friesla hangat, si penjual sibuk melayani pesanan para pelanggan.
Frieska merasa tidak enak saat pria tua itu memberikan semangkuk wedang ronde hangat di depan meja. Si gadis berambut Shaggy itu lantas mengucapkan terima kasih ke bapak satpam yang tertulis nama "Suparman" di tanda pengenal pada jasnya yang membalut tubuh dan kemeja putihnya di dada sebelah kiri.
"Kamu pasti penghuni baru di kompleks sini?" Tanya pria itu sambil menyesap rokok, sesekali pandangannya tertuju pada gelas kopi di hadapannya.
Frieska menggeleng pelan, sembari memainkan puntung rokok dia mulai sedikit bercerita bahwa dia datang kemari hanya sekedar menemani temannya yang tengah hamil tua dan kini sedang dirawat di rumah sakit darurat disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIOPOCALYPSE : Extinction
Misteri / ThrillerSelamat datang di abad post-pandemic. Inilah dunia 20 Tahun kemudian setelah wabah. Selama dekade terakhir, bumi menjadi rumah yang tak nyaman oleh keserakahan dan kesombongan umat manusia. Laut dipenuhi sampah dan minyak, hutan menjadi kering, dan...