Prolog

38 1 0
                                    

Bogor, Beberapa Tahun Sebelum Wabah Zovid...

Layanan konsultasi kesehatan daring menjadi pilihan masyarakat yang ingin berkonsultasi di tengah kondisi kritis pandemi Covid 19 seperti saat ini. Sebabnya, kunjungan ke klinik atau rumah sakit terdekat ditunda kecuali untuk kondisi darurat. Untungnya, hal tersebut tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang membuka praktek di rumah mereka.

Beberapa saat setelah berbaring, seorang dokter datang dengan membawa satu buah suntikan kecil.

"Sesak di dada saya semakin memburuk dokter. Kalau terus begini saya tidak bisa bekerja seperti biasa." Keluh seorang pria berperawakan tinggi dengan model rambut cepak ala militer.

"Tenang dulu, mas Bastian...saya akan mengambil contoh darah anda untuk diperiksa. Semuanya akan baik-baik saja." Sang dokter mencoba menenangkan.

Langkah demi langkah dokter itu mendekati kasur pasien dan segera menyuntik pria tersebut perlahan-lahan. Sang dokter kemudian memulai prosedur pertama untuk mengambil sampel darah pria cepak itu untuk dianalisis lebih lanjut.

"Anu...sebenarnya ragu ketika hendak datang kesini.. saya ini hanya seorang pengangguran biasa yang baru saja dapat kerja di kota ini, apa saya pantas berobat kesini?" Tanya pria cepak itu tertunduk lesu tetapi sang dokter hanya mendesah memberikannya tatapan penuh iba sambil menyuntikan jarum infus ke lengannya.

"Saya tidak pernah pilih-pilih pasien, mas Bastian. Siapapun yang datang kemari saya akan dengan senang hati melayaninya." Ujar sang dokter tersenyum,

"Terima kasih."

"Anda baik sekali dok, bahkan saya pun diperiksa teliti sekali."

"Ah. Benarkah ? Anda terlalu memuji, mas. Terimakasih. Ngomong-ngomong apakah anda sudah pernah di tes swab anigen sebelumnya?"

"Waktu itu aku batuk batuk parah dan enggan tes swab gegara rumah sakit penuh. akhirnya saya berinisiatif isolasi mandiri PADAHAL BLOM TAU POSITIF APA NEGATIF." jawabnya datar.

"Terasa sakitkah?" tanyanya memastikan,

"Tidak terasa sama sekali dokter." Sahut si pria, walaupun sebenarnya ia tahu bahwa pria itu hanya berpura-pura menahan sakit.

Sang Dokter mengatakan. "nah sudah selesai..sekarang saya akan periksa darah anda.. silahkan menunggu sambil bersantai."

Sekitar tiga puluh detik setelah suntikan masuk ke dalam tubuh si pria, sang dokter membuka komputernya untuk merekap hasil check upnya.

"Dok..?"

"Saya heran mengapa orang sehebat dokter masih mau bekerja di lingkungan seperti ini? Seharusnya dokter bisa dapat tempat yang lebih baik di garda depan. Apalagi di tengah kondisi pandemi saat ini tenaga dokter pasti sangat dibutuhkan."

"Entahlah mas, mungkin memang sudah jadi panggilan hati."

"oh.."

Dokter itu kembali duduk di depan si pria cepak dengan hasil labnya lalu memberikan resep obat untuk pencegahan pertama. "Sepertinya anda cuman asma biasa, bukan gejala keracunan karbon monoksida, Covid atau semacamnya." Kata si dokter.

"Ini obatnya! tolong diminum semuanya sampai habis, terutama yang kapsul. Dan juga tolong agak kurangi kebiasaan merokoknya." ujarnya tersenyum.

Sebelum mengambil dompet dari belakang celana, pria cepak itu kembali tertunduk lesu. Ia tahu betul kondisi keuangannya saat ini mungkin tak cukup untuk membayar semua biaya pengobatan yang ada. "mm nganu dok..berapa biayanya dokter?"

"Uangnya simpan saja, kesembuhan andalah yang akan menjadi imbalan buat saya, mas Bastian. Semoga lekas sehat supaya lekas mendapat pekerjaan."

"terima kasih banyak, dok."

BIOPOCALYPSE : ExtinctionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang