Loji (Part III) Pengakuan

18 0 0
                                    


Dedaunan terinjak saat pria itu berjalan, suaranya bercampur dengan suara alami dari hutan di sekitarnya. Itu dingin, napas pria itu berkabut di udara setiap kali dia menghembuskan napas, tetapi dia tidak terganggu olehnya. Dia benar-benar harus tidur saat ini, dia tahu, meringkuk di bawah selimut tidak bertanya-tanya di hutan kota mati di tengah malam. Tapi di sinilah dia, melakukan hal itu.

"ikuti jalur ke resor... Bangunan tinggi di sekitar gedung..." Hanya itu yang diucapkannya.

Melalui hutan mistis dan berkabut yang gelap dengan badai hujan dan guntur, Erik menelusuri jalan yang nampak seperti labirin dengan pencahayaan seadanya. Dia menghindari patroli kultus di sepanjang jalan, yang membahas WLF dan kemungkinan invasi mereka. Tapi butuh perjuangan untuk melewatinya. Anehnya, jalan setapak ini seperti sengaja di buat untuk satu orang sehingga jalurnya mudah untuk di telusuri menyerupai lorong panjang berumput.

Dia melangkahi batang kayu yang membusuk, lentera yang tergenggam di tangannya bergoyang, logam tua itu berderit karena gerakannya. Nyala api yang ada di dalamnya berkedip-kedip, cahayanya lebih dari cukup untuk menunjukkan sekelilingnya kepada pria itu.

Erik tiba di sebuah bangunan aneh dengan rumput liar yang merambat di dinding. Pintu masuknya berdebu, tertutup lumut. Namun tampaknya ada beberapa jejak aktivitas manusia. Ia mendorong pintu yang terlihat berat dari yang Erik perkirakan. Saat pintu terbuka, Erik hanya bisa melihat hamparan lorong panjang dengan lantai tanah yang dipenuhi kotoran serta bau rumput basah yang memuakkan. Tiba-tiba diserang oleh sekumpulan kelelawar.

Pelan-pelan, Erik menelusuri lorong panjang itu. Darisana dia bisa mencium aroma lain selain bau lembab dan debu, seperti bebauan kemenyan yang entah disembunyikan di mana. Seketika bulu kuduknya berdiri ketika menemukan sosok perempuan dengan wajah mengerikan. Setengah dari wajahnya dipenuhi oleh akar belukar, pada bagian mata kanannya tampak sarang belatung yang menembus dalam tempurung otak. Sementara mata kirinya terlihat hitam dan kosong.

Seketika aura mencekam terasa memenuhi seisi ruangan lembab dengan banyak barang-barang berserakan di sana-sini dan akar-akar pohon yang memenuhi setiap sudut langit-langit. Apalagi darah segar terlihat di beberapa sudut ruangan, seakan-akan ini adalah tempat para penganut kultus membantai semua korban yang ada.

"Ini lagi," gumam Erik menatap nanar tembok di depannya. Kali ini lebih berdebu, banyak coretan abstark di sana.

'Ayo check in' Erik tertawa geli membaca salah satu tulisan tangan dikaca yang berdebu "Tch iseng banget ya orang nyoret-nyoret ginian... orang mah nyoret apaan ini malah Ayo cek in, dasar mayat sekarang memang out of box"

Penghujung lorong terlihat anak tangga yang mengarah ke lantai dua yang ditumbuhi sulur akar pohon besar. Disana nampak satu ruangan yang kosong melompong, hanya ada sofa dan lemari usang saja. Sayangnya beberapa ruangan tidak bisa dibuka karena terhalang sesuatu dari dalam, sedangkan ada satu pintu lagi yang mengarah ke ruangan di sebelah utara.

Memasuki bangunan sebelah selatan, Erik berhenti di depan ruangan yang telah hancur oleh batang pohon tumbang. Entah kenapa, atmosfernya terasa dingin dan sangat menakutkan. Apalagi tiap kali melewati ruangan ada banyak kelelawar yang bersarang diatasnya.

"Apa Yudas dan Hilda beneran di sekap disini, mana dari tadi ga ada orang lagi." Erik mulai ragu. putus asa, tidak bisa pulang, tidak bisa kembali, tapi pemuda itu tidak menyerah.

Ada satu ruangan lagi yang menjorok ke tengah bangunan. Seperti ruangan luas untuk meeting. Disana nampak beberapa simbol dan ornamen lilin dengan formasi bintang terbalik ditempel nampak disetiap sudut lengkap dengan kembang tujuh rupa, kemenyan, sesajen dan lukisan mural Nabi Eden yang dicoret warna merah darah.

BIOPOCALYPSE : ExtinctionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang