Kamp Penyitas
14.50 AM
Seorang remaja berpeci tengah duduk didepan segerintir penyitas. Ditemani debu yang tertiup angin dari sisa-sisa puing kampung halaman yang hangus berhembus ke wajahnya. Dia menutup matanya mengenang masa lalu, di tangannya terselip tasbih kecil.
Semua hari yang dia habiskan sendirian di tempat yang ditinggalkan Tuhan yaitu dunia. Dia melihat, gitar di tangan, saat melanjutkan dengan melodinya, dia mulai bercerita.
"Ada sebuah nasihat bijak mengatakan... di mana kakimu berpijak disitulah langit dijunjung. Kemanapun kakimu melangkah di manapun engkau berada. Mulai dari sini, cerita ini akan saya buka dengan satu kisah yang selama ini selalu saya pendam. Tentang seorang santri yang bernasib naas paska bencana besar ini dimulai."
Remaja itu terdiam lalu memejamkan mata, kemudian memandang ke langit-langit malam seperti mengingat -ingat sebuah kejadian.
"Beliau adalah sahabat saya waktu di pesantren dan juga sepupu dari Bu Ruminah. Saya memanggilnya dengan nama "Mas Didik" dan kisah ini, akan sangat amat berhubungan dengan beliau." Remaja itu meletakkan gitar disamping tempat ia duduk sebelum mulai bercerita
"14 hari setelah wabah mayat terjadi, Mas Didik mendengar tentang sekelompok orang asing yang diam-diam mendarat di gedung salah satu pabrik. Tempat ini pernah ditempati oleh mereka dan menjadi base campnya dalam beberapa hari.
Ketika itu Mas Didik membawa tombak panjangnya yang dapat diperluas beberapa peralatan lainnya. Kemudian Dia memindai daerah itu untuk mencari buruannya, tetapi yang bisa dia temukan hanyalah kematian saat zombie berjalan di jalan-jalan Kota. Zombie tidak sepadan dengan waktunya karena mereka hanya mudah untuk membunuh beberapa hewan buas dan kemudian dia melihatnya seorang pria sendirian berlari di seberang jalan
Menembakkan pistol menghindari setiap zombie saat dia menarik keluar dari pisau menusuk masing-masing di kepala berjuang ke arahnya. Kemudian dia berlari ke sebuah kafe dimana dia bertemu dengan seorang gadis muda melalui jendela dia terpesona oleh naluri bertahan hidupnya.
Walaupun begitu, wajahnya terlihat gemetar menahan sakit dan dingin. Apalagi ia telah kehilangan orang-orang yang dicintai. Tragis! Dari kesaksiannya, ia sering dipukuli oleh orang-orang asing itu, bahkan menjadi bahan nafsu bejad mereka. Dan yang lebih mengerikan lagi, tubuhnya begitu kotor bercampur darah dan lumpur..."
Cecep membeberkan kisah kelam yang menimpa sahabatnya. Semua tertegun mendengar cerita dari sang empu yang merupakan bekas anak pesantren di daerah Gombong.
"Kenapa sih, selalu saja bertemu dengan orang-orang gila kayak gini?" Celetuk seorang gadis disampingnya.
Cecep mengarahkan tatapannya tepat ke arah sang gadis. Suasana mendadak sunyi seolah mengelilingi tubuh sang remaja pesantren. Sorot matanya menerawang jauh entah kemana. Sementara api terus menggulung batang rokok di sela jarinya hingga hampir habis. Selang beberapa menit setelahnya.
Cecep mengembuskan kepulan asap rokok yang terbang di atas kepala mereka sembari melanjutkan cerita.
"Naas nya, keberuntungan tidak di pihak mereka. Tanpa alasan tertentu si gadis tiba-tiba menggeram lalu..." Cecep terdiam untuk beberapa saat sebelum melanjutkan perkataannya "... mengigit bahu sahabatku hingga kehabisan darah."
Sementara itu disela-sela kehidupan "normalnya" Radit berusaha untuk menyempatkan diri melatih kemampuannya dalam pertarungan jarak jauh. Hanya dengan bermodalkan tangan kosong, pergerakan Radit menjadi lebih lambat.
"Tunggu sebentar," ucapnya dengan napas terengah pada pemuda yang menjadi lawan berlatihnya hari ini.
"Bisakah kita istirahat sebentar? G..gue..capek!" keluh Radit
KAMU SEDANG MEMBACA
BIOPOCALYPSE : Extinction
Mystery / ThrillerSelamat datang di abad post-pandemic. Inilah dunia 20 Tahun kemudian setelah wabah. Selama dekade terakhir, bumi menjadi rumah yang tak nyaman oleh keserakahan dan kesombongan umat manusia. Laut dipenuhi sampah dan minyak, hutan menjadi kering, dan...