Tak Ada yang Bertahan

19 0 0
                                    

"ERIK....! ERIK..! PEGANG TANGANKU ERIK!!!

"Me...rahhh...toloongg"

AARRGGHHHHHH..

DUARrr..r..r...!!! blarrr....gludukkkk gluduuukkkk!!

"Me..rahh....."

"ERIIKKKKK....!"

DOORR!..ARHH!!

DUARrr..r..r...gluduuukkkk!!

clak....

clak....

clak...

clak......

Aku tak tahu bagaimana semua peristiwa ini bermula. Yang jelas, keadaan sudah sangat buruk sejak aku berhasil lolos dari Kamp Pengungsi, tapi apa yang kukorbankan? SEMUANYA. Kaki patah, pecahan kaca di tubuhku, peluru di pahaku. Bahkan salah satu zombie rawa itu hampir mencakar lenganku, aku menjerit kesakitan tanganku yang tak berdaya mulai mengeluarkan darah.

Bersandar pada kekuatan yang tersisa dalam diriku. Aku menarik pecahan kaca keluar dan merobek apa yang tersisa dari pakaianku. Menggunakannya sebagai perban untuk menghentikan pendarahan. Sial! Lukanya cukup dalam. Aku harus menjahitnya segera. Aku mecari sesuatu di tanah untuk mengambil beberapa dahan pohon. Aku membuat belat penyanggah untuk kakiku. Aku memeriksa tasku. Semua yang ada di dalamnya hancur, termasuk senjata dan obat-obatan.

Berjalan di antara pepohonan yang bergoyang dan melintasi sisa-sisa kota metropolitan yang pernah berkembang pesat, yang kini dipenuhi oleh gema kehancuran yang menakutkan, aku masuk ke dalam gedung tempatku saat pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini, aku tidak pernah menyangka kejadian buruk bisa terjadi dalam sekejap. 

Iklim yang panas dan lembap dapat mempercepat penyebaran virus dan laju transformasi orang yang terinfeksi menjadi zombie. Kota yang putus asa di mana suasana seram menceritakan kisah bisu tentang sebuah peradaban yang telah lama terlupakan. Dan kemudian .. aku melihatnya!!

Aaaaargghhhh hoaarrghhhh aaaaarghhh

Aku terkejut bukan main saat menatap seonggok mayat yang membusuk di bagian wajahnya dan mengeluarkan bau yang sangat tidak sedap bahkan belatung keluar dari bola matanya.

B..bagaimana bisa?! Kupikir..tempat ini aman karena dikelilingi air dan tanggul raksasa! Ternyata, aku salah...Mayat hidup...mereka ada di mana-mana!!

"Oh sial, tidak, Ya Tuhan ini sangat buruk..aarghh dasar brengsek. Kenapa elo engga diem aja sih, Wa? Mengapa lo engga menolak misi ini sebelumnya? Dasar pengacau." Umpatku kesal pada diriku sendiri

Semuanya yang mereka katakan..itu bohong. "Kamp Konsentrasi." MEREKA ingin ini terjadi. MEREKA sengaja melakukan ini. Seberapa jauh ini berjalan? Apa seluruh dunia sudah selesai!?

Setelah berhasil dilumpuhkan, aku mengambil beberapa pakaian dari mayat itu. "oke..ok wa, anggap saja pasti ada suatu tempat di luar sana."

Awalnya aku ingin pergi, tetapi badai dan suhu yang lebih dingin, aku tidak bisa mengambil risiko dengan pakaian seperti ini. Aku harus segera menemukan pakaian dengan insulasi yang tepat. 

Menghabiskan malam tanpa tidur... merenungkan percikan hujan dan tersesat dalam suara badai yang menghipnotis, bagai melodi menghantui yang bergema melalui gedung pencakar langit yang ditinggalkan dan jalan-jalan bobrok, saat sisa-sisa masa lalu membisikkan kisah-kisah peradaban yang kini hilang ditelan waktu.  Apalagi dengan jumlah orang yang sangat banyak di kota-kota besar seperti Jakarta akan membuat hampir mustahil untuk menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi.

Sambil berusaha untuk tidak pingsan karena penderitaan yang luar biasa dari tubuhku yang hancur, aku teringat pada dua orang rekanku yang kini menghilang "Erik, Chris, kalian ada dimana?"

BIOPOCALYPSE : ExtinctionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang