Alva menatap Derrel yang duduk di depannya. Sudah sejak lima belas menit yang lalu kedua laki laki ini duduk saling diam. Hanya melemparkan tatapan penuh rasa tidak suka satu sama lain.
Sedangkan di dapur ada Jennie dan Naya yang sedang asik memasak tanpa menghiraukan dua laki laki itu. Malahan mereka dengan sengaja memperlambat acara masak mereka hanya untuk melihat kedua laki laki itu berinteraksi. Namun sepertinya itu tidak akan terjadi karena keduanya sama sama tinggi ego.
"Lama lama mereka berdua bisa jatuh cinta." ujar Jennie yang sedang memotong buah untuk dijadikan salad.
Naya mengangguk setuju dengan Jennie. "Bisa jadi gitu. Dari mata turun ke hati." balas Naya di iringi kekehan yang membuat mereka berdua tertawa. Sereceh itu.
Naya menata ayam goreng ke piring kemudian mengambil jus jeruk untuk disajikan. Tak lupa Naya membantu Jennie menghidangkan salad buah yang kelihatannya begitu menggiurkan.
Setelah selesai semua barulah Naya memanggil dua laki laki tadi untuk makan siang bersama. "Derrel, Alva ayo makan."
Tanpa dikomando dua kali, dua laki-laki itu langsung berdiri menuju ruang makan tak lupa disertai aksi saling dorong satu sama lain. Naya menatap keduanya dengan jengah sembari mengisi piringnya dengan nasi dan sayur. Sedangkan Jennie menuangkan jus jeruk kedalam gelas tanpa menghiraukan dua laki laki yang masih saya saling beradu.
"Kalo kalian masih ribut, silakan keluar dari rumah ini." ucapan Jennie membuat dua laki-laki itu terdiam. Apalagi Alva yang langsung menunduk takut.
"Al diem, Jen."
___
Alva terbangun dari tidurnya dengan wajah yang begitu pucat memegang dadanya yang berdetak begitu kencang. Mimpi itu datang lagi. Peristiwa tragis yang membuatnya selalu takut. Kematian Jennie dalam pelukannya yang berlumuran darah dengan sebuah belati yang menacap di dada bagian kiri. Senyum terakhir itu begitu menyakitkan.
Alva langsung berlari menuju kamar di sampingnya dan membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu. Ia tau mungkin Jennie akan marah karena sembarangan masuk. Tapi ia benar bener ingin memeluk perempuan yang kini masih tertidur di bawah selimut.
Dengan cepat Alva ikut masuk dalam selimut dan mememluk tubuh Jennie dari belakang dengan erat. Menyembunyikan wajahnya dalam ceruk leher Jennie sembari menghirup wangi khasnya. Hal itu membuat tidur Jennie terusik dan membuka matanya merasakan pelukan lengan Alva yang begitu erat di pinggangnya.
"Al kamu ngapain disini?" tanya Jennie tak suka.
Alva tak menjawab nemun mengeratkan pelukannya dan makin rakus menghirup aroma rambut Jennie. "Al," peringat Jennie yang merasa sesak karena terlalu erat di peluk.
Dengan kuat Jennie berbalik dan mendorong tubuh Alva agar menjauh dari tubuhnya. Menatap garang laki-laki yang kini terlihat sangat menyedihkan. Jennie menatap Alva aneh dengan penuh kebingungan. "Kamu kenapa?" tanya Jennie dengan lembut.
"Jennn," air mata Alva keluar ketika mulutnya terbuka memanggil nama Jennie. Suaranya bergetar dengan mata basah membuat Jennie membawa kepala Alva dalam pelukannya. "Al, kamu kenapa nagis?" tanya Jennie yang hanya dibalas gelengan Alva.
"Jen jangan tinggalin Alva. Al ngga mau Jen pergi." gumam Alva begitu lirih dalam pelukan Jennie.
"Aku disini, Jen ngga kemana mana, Al." Jennie tidak tau apa maksud Alva, tapi ia tetap mengelus kepala Alva agar laki-laki ini lebih tenang. Mungkin ia bisa bertanya nanti jika Alva sudah merasa lebih baik.
"Jen, kalau Al pergi apa Jen akan kangen Al?" tanya Alva setelah beberapa saat membuat kening Jennie berkerut. "Emangnya kamu mau kemana, Al?" balas tanya Jennie dengan penasaran.
Alva terdiam beberapa saat, "Ngga tau, Al cuman mau tanya sama Jen. Jen akan kangen Al ngga?"
Jennie mengangguk entah mengapa alasannya. "Tapi kalo kamu pergi terlalu lama, Jen bakal cari orang lain."
Sontak saja Alva menampakkan wajah yang begitu kesal menatap Jennie. "Jen cuma punya Alva, ngga boleh sama yang lain." tegasnya dengan wajah yang serius.
Jennie terdiam melihat Alva dalam mode serius. Ini sungguh berbeda, aura ini sungguh bukan Alva yang manja dan aneh. Dengan sendirinya kepala Jennie mengangguk mengiyakan ucapan Alva barusan.
Alva tersenyum dan kembali memeluk Jennie, tapi kali ini ia membuat wajah Jennie tenggelam dalam dadanya sembari mengelus rambutnya.
"Jen, Al selalu suka sama Jen. Apapun itu." ucap Alva sembari menyisir rambut Jennie ddengan lebut.
"Al suka wangi rambut Jen, suka senyumnya Jen, suka makanan buatan Jen. Al suka semuanya." lanjut Alva yang jelas membuat pipi Jennie memerah dalam dekarapn Alva yang ternyata begitu nyaman.
Jennie merasa takjub, dari mana Alva belajar cara membuat kupu-kupu dalam perutnya beterbangan. Apalagi wangi tubuh Alva yang begitu candu. Ia takut jika kecanduan dengan aroma tubuh Alva yang terkesan maskulin dan juga sedikit ada aroma vanila karena Alva suka menyemprotkan parfume miliknya ke tubuh sendiri.
"Jen, Al ngga mau bangun. Kaya gini aja terus smape nanti siang, Al suka meluk Jen."
"Itu mau kamu, inget nanti ada pemotretan. Katanya mau jadi model profesional, mau jadi model yang hebat. Ayoo bangun cepetan."
"Tapi Jen,"
"Cepetan!"
Alva langsung melepaskan pelukannya dan menatap Jennie yang kini mengucir rambutnya menjadi satu. Sungguh sangat seksi menurut Alva, apalagi melihat leher belakang Jennie dan rambut yang berjatuhan karena tak bisa di kucir.
Ah, Sialan!
"Jen, Al mau ke kamar mandi dulu." pamitnya dengan terburu buru keluar kamar Jennie membuat Jennie kebingungan.
"Kenapa tuh anak?"
-----
hai hai haiiiiiiii
kembali lagi dengankuuuu
ini rada kurang maksiamal halunya karena aku malah ngehaluin temen sendiri
jangan lupa istirahat okeeeeee

KAMU SEDANG MEMBACA
but it's you
FanfictionCastil tua ditengah hutan yang ditemukan Jennie membuat segalanya berubah. Berawal dari liburan yang ia rencanakan secara mendadak tapi berakhir sangat menyebalkan. Entah dari mana datangnya laki laki tampan yang terus menempelinya bahkan pergi ke k...