Hari ini turun hujan sejak pagi tak berhenti sama sekali membuat udara sejuk yang cenderung dingin. Memang sedang musim hujan yang membuat Jennie selalu mewaspadai banyak hal terutama masalah kesehatan. Bagi Jennie kesehatan adalah nomer satu akan tetapi laki-laki yang kini berdiri di depannya tersenyum dengan wajah pucat. Alva lah orangnya.
Sejak semalam badan Alva mengalami demam yang cukup tinggi membuat Jennie khawatir. Paginya Jennie ingin tetap merawat Alva namun ada meeting untuk peluncuran buku dongeng miliknya yang harus dibahas. Terpaksa Jennie meninggalka Alva yang tadi pagi masih tertidur agar tidak merengek ikut. Tapi selesai meeting ia malah dikejutkan oleh Alva yang duduk di ruang Revano dengan sweater tebal.
"Al, kenapa disini si? Kan lagi sakit harusnya diem aja di rumah." ucap Jennie setelah sekian detik melihat Alva yang terus tersenyum.
Raut wajah Alva berubah menjadi cemberut sembari menatap Jennie yang sedang kesal. "Kan Alva mau sama Jen. Al ngga mau di rumah sendirian." ucapnya lirih.
Jennie menghela nafas lemah. "Tapi kamu sakit. Harusnya istirahat di rumah biar cepet sembuh. Tidurkan enak Al kenapa malah kesini si? Hari ini lagi dingin banget. Dari pagi hujan ngga reda gimana kalo kamu nambah parah sakitnya. Ngga enakkan kalo sakit, makan juga ngga enak, kamu juga ngga suka minum obat." omel Jennie sembari berkacak pinggang seperti memarahi anaknya yang sakit karena banyak minum es.
Alva menundukkan kepalanya merasa bersalah namun tak bisa bohong Alva memang ingin selalu di dekat Jennie. "Maaf, Alva cuman mau di deket, Jen. Alvakan udah pake sweater."
"Tapi tetep aja Alvaa. Kamu tuh harus banyak istirahat dirumah biar cepet pulih. Jangan kaya anak kecil gini."
Alva menatap Jennie dalam kemudian mendekat dan memepet tubuh Jennie hingga menempel tembok di dekat pintu. Kini tubuh Jennie dihimpit antara tembok dan tubuh Alva yang kedua tangannya menghalangi jalan keluar Jennie. Mata Alva menatap dalam mata Jennie yang terlihat kaget sekaligus panik.
"Al awas, kamu mau ngapain si?" tanya Jennie sembari tangannya mendorong dada Alva agar menjauh namun tidak berhasil sama sekali.
Alva mendekatkan wajahnya hingga hidung mereka bersentuhan membuat Jennie semakin panik takut jika terjadi sesuatu antarnya dan Alva yang mungkin saja bisa di lihat oleh orang lain.
"Apa masih kayak anak kecil?" bisik Alva tepat di bawah telinga Jennie yang seketika itu membuat Jennie meremang.
Jennie meremas sweater yang dikenakan Alva kala ujung hidung Alva mengenai lehernya secara lembut. Sensasi ini sama seperti kejadian sebelum malam itu yang paginya di pergoki oleh Naya. Jennie takut namun sensasi yang diberikan Alva sulit sekali di tolok apalagi ketika lidah Alva menyapu area belakang telinga dan lehernya.
'Shit! I can't stop, but I'm afraid other people might see this.'
Jennie mendorong tubuh Alva dengan kuat dengan nafas yang terengah karena ulang Alva. Ia terpaksa mengakhiri semua ini karena mendengar suara seseorang berjalan di koridor. Dengan cepat Jennie membenahi pakaiannya beserta rambutnya yang sedikit acak-acakan.
Alva tersenyum melihat Jennie yang panik. Sejujurnya dia juga tau ada orang yang akan datang, tapi lebih suka menikmati Jennie dari pada menyambut 'tamu' yang sebentar lagi mungkin akan membuka pintu.
"Jadi, Al masih kayak anak kecil?" tanya Alva dengan nada menggoda.
Tatapan mata Jennie begitu tajam menatap Alva penuh rasa sebal. Tak henti-hentinya ia mengumpati Alva dan dirinya sendiri yang salah mengucapkan sesuatu. "Engga, kamu.laki-laki.dewasa." ucap Jennie penuh penekanan yang membuat Alva tersenyum bangga.
"Jennie." teriak Revano sembari membuka pintu.
Jennie menoleh ke arah datangnya Revano. "Kenapa?"
Revano menatap Jennie dan Alva bergantian dengan tatapan yang sulit diartikan. Bahkan senyuman usil terlihat di bibir Revano membuat Jennie memutar bola matanya malas. "Kalian habis ngapain?" tanya Revano sembari memainkan alisnya.
"Ngga ngapa-ngapain." Jawab Jennie yang terlihat sekali panik dan itu semakin membuat Revani semakin ingin mencari informasi lebih.
"Beneran?"
Jennie mengangguk cepat menjawab pertanyaan Revano. "Kalo mau make ruang kantor ngga papa loh. Asal diberesin lagi."
Seketika wajah Jennie langsung memerah bahkan hingga daun telinganya mendengar tawaran Revano yang membuatnya memikirkan fantasi gila di otaknya. Dengan cepat Jennie menghalau pikiran kitor yang memenuhi otaknya dan kembali pada kenyataan.
"Udahlah mau makan. Awas!" Jennie langsung berlari keluar tak menghiraukan teriakan Revano yang memanggil namanya.
Revano kini menatap Alva yang masih berdiri di tempat yang sama. "Gimana?" tanya Revano dengan ambigu.
"Gimana apanya?" tanya Alva dengan kebingungan.
"Gimana nih hasilnya? Udah ada isinya belum?"
Alva menggeleng karena Jennie memang mengatakan jika tidak ada bayi di perutnya. Pertanya waktu itu hanya iseng yang di tanyakan Jennie karena melihat temannya yang sedang hamil besar dan mempunyai anak yang lucu.
"Wah kurang topcer nih. Keluar di dalemkan?" tanya Revano merangkul pundak Alva.
Alva terdiam sebentar mengingat sesuatu dan akhirnya menggeleng, "Kayaknya di tengah-tengah."
Revano melepaskan rangkulannya dan menepuk pundak Alva pelan. "Harusnya keluar di dalem biar langsung jadi. Berapa kali tembak?"
Alva menggeleng, "Lupa. Empat atau lima mungkin."
Revano menganggukkan kepala mengerti. "Yah lumayanlah pemain baru."
Kemudian keduanya berjalan beriringan menuju kantin menyusul Jennie yang sudah lebih dulu kabur. Padahal awalnya Revano datang ke kantor untuk mengambil surat tanah yang baru saja di belinya untuk di bangun rumah masa depan dengan seseorang yang akhir-akhir ini memenuhi harinya. Bahkan Revano sudah tidak lagi berganti-ganti perempuan dan memutuskan semua hubungan dengan perempuan yang pernah ia kencani hanya dalam waktu beberapa hari. Yahh l, mereka hanya ingin uang dan Revano hanya ingin kesenangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
but it's you
Fiksi PenggemarCastil tua ditengah hutan yang ditemukan Jennie membuat segalanya berubah. Berawal dari liburan yang ia rencanakan secara mendadak tapi berakhir sangat menyebalkan. Entah dari mana datangnya laki laki tampan yang terus menempelinya bahkan pergi ke k...