Jennie menjerit dengan begitu histeris ketika terbangun mendapati laki laki asing tidur disampingnya. Seingatnya ia tak mengundang siapapun untuk menemaninya, lantas siapa laki laki ini?!Laki laki yang tadinya masih tidur dengan pulas bangun karena terkaget. Ia duduk sembari mengucek matanya, sangat lucu. Memandang Jennie yang masih shock berdiri disamping ranjang.
"Lo siapa?! Kenapa bisa ada disini?! Siapa yang nyuruh lo kesini?!" tanyanya tak santai.
Bisa dilihat wajah bingung laki laki yang kini menatap Jennie, "Aku...suamimu..."
Jennie langsung melotot dan mundur selangkah. "Sembarangan! Gue belum pernah nikah!"
"Jawab yang jujur, lo siapa dan kenapa disini?!" tanya Jennie menggebu gebu.
"Aku suamimu dan seharusnya aku memang disampingmu."
Jennie mengacak rambutnya frustasi. Yang benar saja! Meskipun laki laki ini tampan, ia masih belum siap menikah!
"Siapa namamu?"
"Alvaska."
"Dimana rumahmu?"
Alva menggeleng, tidak mungkin ia menjawab jika dia adalah Raja dari kerajaan 5000 tahun yang lalu.
"Berapa usiamu?"
Alva kembali menggeleng.
"Jadi kenapa ada disini?" tanya Jennie kesal.
Alva terdiam sebentar dan berkata, "Karena aku takdirmu, jadi aku akan selalu ada di sisimu."
"Aku adalah matemu, kamu tidak bisa mengubah takdir karena kita telah ditakdirkan untuk bersama tujuh reinkarnasi."
"GILA!"
Jennie terdiam, jawaban macam apa ini! Ia berdeham kemudian menatap mata polos laki laki didepannya. Bagaimana ia harus mengurusnya?
"Ini semua bikin gue makin pusing." Jennie terduduk di kursi kamar sembari memijat pelipisnya.
Alva berdiri menghampiri Jennie, "Apa kamu tidak percaya?" Ia mensejajarkan tingginya dengan Jennie yang langsung waspada.
"Lihatlah." Alva menunjukan kalungnya yang sama persis dengan milik Jennie.
"Memang ini membuktikan apa? Bukankah ada banyak liontin seperti ini dijual ditoko?" tolak Jennie, enggan percaya begitu mudah.
"Bagaimana dengan ini?" Alva melepas kalungnya kemudian menempelkannya pada liontin milik Jennie.
Seketika cahaya samar muncul ketika liontin itu disatukan. Itu membuat Jennie terkejut dan langsung mendorong Alva menjauh. Jantungnya berdetak kencang.
Jennie menatap Alva yang terduduk dilantai, "Lo penyihir?" tanyanya takut.
Alva menggeleng, "Aku suamimu!" tegasnya.
—
Diruang tengah Jennie duduk di sofa sembari menscroll layar ponselnya. Ia memilih beberapa baju laki laki yang sekiranya muat untuk Alva.
Mengenai laki laki itu, sekarang dia sedang mandi setelah Jennie menjelaskan cara kerja benda benda dikamar mandi. Jennie merasa penjelasan singkat Alva tidak masuk akal.
Bagaimana bisa, "Aku bisa disini karena kamu telah membuka pintu Castil dan telah membawa kalung anak panah itu. Kita terhubung hingga reinkarnasi ketujuh kita.". Sungguh diluar nalar.
Jennie dapat melihat Alva yang sudah segar dengan mengenakan pakaian miliknya. Ehm, sedikit kekecilan apalagi dibagian keramat laki laki itu. Tapi apa boleh buat, itu adalah celana paling besar yang ia bawa. Semoga si kecil tidak lecet.
Alva duduk disamping Jennie yang sudah biasa saja dengan kehadiaran Alva. Meskipun sedikit canggung karena, hei ada laki laki asing dirumah siapa yang bisa langsung akrab.
Jennie berdiri dari duduknya, "Ayo makan." ajaknya tanpa menoleh pada Alva.
Sialan. Bagaiman bisa ia harus menahan godaan bahu lebar yang cocok untuk senderan. Apalagi bagian lipatan dibawah terasa besar dan menggembung. Jelas dia sangat malu meski hanya untuk melihatnya sekilas.
Jennie memasak sup ayam dan juga kentang panggang. Ia mengamati Alva yang dengan rakus memakan masakannya. Seperti orang yang berhari hari tidak makan atau karena memang masakannya yang enak?
Tak butuh waktu lama makanan didepan Alva habis. "Masakan istri sangat enak." pujinya tulus.
"Berhenti memanggilku istri!"
"Tapi kamu istiku."
"Aku bukan istrimu! Jika di kehidupan sebelumnya aku mungkin istrimu, tapi sekarang bukan!" tegas Jennie akhirnya.
"Istri marah." Laki laki itu menundukkan kepalanya sedih mendengar ucapan Jennie.
Emosinya seakan sirna melihat Alva yang menundukkan kepala. Ia jadi merasa bersalah entah karena apa. Tapikan memang benar ia bukan istri Alva. Mungkin soon. Eh.
Jennie menghela nafas pelan, "Ganti panggilanku menjadi Jen."
"Tapi..." sela Alva
"Atau aku marah?" Alva segera mengangguk dengan cepat. Dia tidak ingin membuat Jennie marah padanya.
Jennie tersenyum melihat Alva yang menjadi seperti anak penurut. Ia lantas melanjutkan makannya sedangkan Alva hanya memperhatikan Jennie yang sedang makan.
Setelah selesai makan Jennie membereskan peralatan makan. Dia mencucinya kemudian menaruhnya ketempat semula. Ia juga menyempatkan diri untuk memotong buah semangka yang ada di kulkas.
Sedangkan sedari tadi Alva hanya mengikuti setiap gerakan Jennie. Pergi kekanan, ke kiri. Kesana, kemari.
Alva ikut mendudukan dirinya disamping Jennie yang duduk di sofa sembari menonton televisi. Sesekali Jennie memakan semangka yang sempat ia potong tadi. Dari sudut matanya, Jennie dapat melihat Alva yang menatapnya.
"Kenapa?" tanya Jennie tanpa menoleh sedikitpun.
Alva diam, ia memalingkan wajahnya menatap kearah lain. Jennie akhirnya menatap Alva, "Mau?" tawarnya.
Alva segera mengangguk dengan antusias, "Mau...mau...mau." Ia segera membuka mulutnya menunggu suapan dari Jennie.
Sedangkan Jennie menatap Alva yang sudah membuka mulutnya dengan kikuk. Ia harus menyuapi Alva? Jennie melihat mangkuk semangkanya. Ia mengambil potongan semangka dan membawanya kedalam mulut Alva.
Alva segera mengunyah semangka dari Jennie. "Enak, terimakasih Jen." senyumnya.
Sialan. Jennie merutuki dirinya yang tiba tiba terpesona dengan senyum Alva yang begitu manis dan sangat tampan. Ia segera mengalihkan pandanganya dari Alva yang masih tersenyum.
"Arghhh, makan sendiri nih."
—
jangan lupa nyengir, heheketawa aja walaupun ga tau apa yang mau diketawain
KAMU SEDANG MEMBACA
but it's you
Fiksi PenggemarCastil tua ditengah hutan yang ditemukan Jennie membuat segalanya berubah. Berawal dari liburan yang ia rencanakan secara mendadak tapi berakhir sangat menyebalkan. Entah dari mana datangnya laki laki tampan yang terus menempelinya bahkan pergi ke k...