Duduk termenung di coffe shop tempatnya akhir-akhir ini menghabiskan waktu sendiri sembari melihat rintik hujan yang membasahi bumi. Masih teringat jelas di ingatan Alva peristiwa 4 tahun lalu layaknya kaset yang diulang terus menerus. Bahkan sampai sekarang tangannya masih terasa bagaimana tubuh wanita yang dicintainya berlumuran darah. Sangat menyakitkan malam itu.
Malam itu, dia datang dengan penuh suka cita karena Jennie bilang itu adalah acara yang luar biasa sehingga dia tak sabar dan sangat menantikannya. Meskipun tidak sesuai dengan rencana untuk menjemput Jennie karena membantu Revano yang mobilnya bermmasalah malam itu, dia tetap senang. Tapi siapa yang tau tragedi itu akan membuatnya kembali trauma.
Malam itu saat dia melihat Jennie yang cantik dalam balutan gaun merah sungguh membuatnya terpesona. Tapi dia langsung teringat jika gaun itu adalah gaun yang sama yang dipakai Ruby tepat sehari sebelum dia tiada. Terutama kalung itu, dia yang memberikannya pada Ruby dan menjadi kalung favoritnya. Entah mengapa sekarang ada pada Jennie ataukah hanya mirip belaka. Akan tetapi Alva tetap takut dan tak ingin membuat Jennie jauh darinya.
Dansa malam itu adalah dansa yang sangat indah karena mereka berdua berlatih bersama untuk pesta ini. Alva juga meluhat betapa semangatnya Jennie yang ingin berdansa dengan indah untuk pesta kali ini. Jennie bilang, "Aku akan memamerkan pacarku yang paling ganteng sedunia ini pada semua orang." Sembari berputar layaknya peri.
Alva inginterus mendekap Jennie dalam pelukannya kala Jennie mengungkapkan semua rasa cintanya setelah dansa berakhir. Dia ingin mencium bibir merah merona itu tapi dia tak ingin membuat riasan Jennie berantakan. Dia menahan sebisa yang dia lakukan.
Namun di tengah rasa bahagianya, dia dikejutkan dengan penikaman tak terduga. Tangan itu menarik bahu Jennie dengan kencang dan langsung menikam dada sebelah kiri Jennie dengan kuat. Itu langsung membuat keributan yang tek terhingga. Suara jeritan perempuan yang ketakutan membuat telingan Alva berdengung mentap Jennie yang kaget menatap dada sebelah kirinya. Kakinya ikut lemas melihat luka Jennie yang memgeluarkan darah dan bau anyir yang lama tak tercium olehnya.
Dia langsung mencari mobil dimana dia bisa membawa Jennie pergi ke rumah sakit. Dia tak perduli, yang menjadi prioritas utamanya adalah tubuh wanita yang dicintainya perlahan melemas. Dia panik setengah mati.
Derrel dan Naya mengantar Alva dan Jennie ke rumah sakit sedangkan Revano bertugas mengamankan pelaku penikaman. Derrel menyetir mobil dengan kecepatan tinggi sembari melirik spion untuk melihat kondisi Jennie yang semakin memburuk. Derrel bisa gila melihat wajah pucat pasi itu mencoba untuk bertahan semampunya.
Alva melihat gerakan mulut Jennie yang hanya bisa dia tangkap. "Aku bersamamu hingga mati, I love you." dan mata itu tertutup perlahan.
Moment itu menjadi kenangan menyakitkan yang sampai saat ini tidak bisa dia lupakan. Setelah memanti panjang, Alva hanya berharap dapat menyelamatkan orang yang dicintainya dan hidup bahagia selamanya karena mungkin ini kesempatan terakhirnya. Sayangnya, semua sia-sia bahkan saat dia mencoba membuat rasa aman itu nyata untuk Jennie.
Ruby hingga Jennie, orang yang sama yang terluka dengan cara yang sama. Alva muak menghadapi rasa sakit ini. Alva hanya ingin bahagia dikeabadiannya.
Malam itu juga, Alva datang untuk membakar seluruh alam bawah dengan api hitam yang tak pernah dia pakai lagi karena dia tak ingin menyakiti siapapun lagi. Tapi sayangnya, mereka bahkan tak mengerti maksud kecil itu, mereka terus mengusiknya. Itu membuat keributan besar hingga adiknya menemuinya dan berhadapan langsung dengan pedang peninggalan Ayah mereka.
Tapi tatapan mata Alva kosong dan hanya mengeluarkan api putih yang dilemparkan ke arah adiknya. Dia ingin melebur menjadi debu agar bisa kembali dan bersama dengan cintanya. Tapi tak akan pernah bisa karena Ayahnya yang sudah mati menjadikkannya bahan uji coba keabadian yang nyata. Dia abdai namun dia tak bahagia. Dia abadi tapi dia kehilangan segalanya. Dia abadi tapi tak pernah bisa melindungi cintanya. Dia terikat hukum semesta.
Alva menghela nafasnya berusaha untuk tetap waras dikala dunianya hilang. Dia meminum kopi yang dipesannya tadi sembari melihat layar ponselnya yang memperlihatkan chat Darrel.
Besok jadi jenguk Jennie kan?
Begitulah isi chat Derrel kepadanya. Dia memakai topinya kembali kemudian keluar dari coffe shop membawa kopinya di tengah rintik hujan yang mulai berhenti. Jalan menuju rumah tidak terlalu jauh hanya perlu melewati beberapa belokan. Namun setiap belokan selalu saja terbayang dengan semua tawa canda Jennie yang memperkenalkan dunia ini padanya. Sayangnya tawa itu tak lagi terdengar akhir-akhir ini.
Alva menghabiskan kopinya selama di perjalanan sehingga hampir tiba di rumah, hujan malah turun lebih deras. Sialan batin Alva. Dia berlari berteduh di supermarket untuk mencari payung. Dia hanya ingin cepat pulang dan beristirahat karena besok menjadi hari penting.
"Permisi, anda menghalangi jalan." tegur seorang perempuan yang bajunya agak basar karena hujan.
Alva bergeser ke kiri dua langkah memberikan perempuan itu ruang karena dia berdiri di tengah pintu untuk membuka payung yang baru dibelinya. Dia menoleh melihat perempuan yang mempunyai harum yang sama dengan orang yang sangat dikenalnya. Rambut itu sangat bagus menurut Alva meskipun agak lepek karena hujan.
"Di dunia ini memang banyak kebetulan tak terduga kan?"
Alva meninggalkan supermarket itu untuk kembali ke rumah. Namun, di tengah langkahnya dia sempat berbalik melihat supermarket lagi.
"Aku kangen kamu, Jen."

KAMU SEDANG MEMBACA
but it's you
FanficCastil tua ditengah hutan yang ditemukan Jennie membuat segalanya berubah. Berawal dari liburan yang ia rencanakan secara mendadak tapi berakhir sangat menyebalkan. Entah dari mana datangnya laki laki tampan yang terus menempelinya bahkan pergi ke k...