Lagi. Alva hanya bisa duduk termenung melihat Jennie yang sedang tertidur di kamarnya. Setelah mendapatkan kabar jika Jennie pingsan lagi, dia segera kembali dari pemotretan. Bahkan Naya yang menemani Alva sampai tertinggal karena lagi-lagi Alva menggunakan kekuatannya.
Di kamar ini hanya ada Alva dan Jennie yang belum juga siuman. Pupil mata Alva telah berganti menjadi merah darah. Menatap Jennie dengan dingin. Bukan. Alva menatap Jennie tapi pikirannya tertuju pada satu tempat yang belum lama ini dikunjunginya. Tempat yang telah ia porak-porandakan.
Berdiri. Alva menatap lembut Jennie sebelum akhirnya menghilang dari kamar itu. Kini hanyaterbaring Jennie yang membuat kamar ini sangat sunyi.
Di alam bawah, Alva duduk di atas singgasana yang bewarna hitam dilapisi dengan warna emas dan merah yang memberikan kesan mewah namun menyeramkan. Seolah singgasana itu memanggil siapa saja yang melihatnya untuk duduk disana, namun ketika mendekat maka nyawa taruhannya. Sangat berbahaya.
Di istana yang sudah tidak pernah lagi digunakan ini, Alva duduk sendirian di aula yang begitu luas. Berhiaskan pilar tinggi yang terlihat sangat kokoh dan lantai giok salju dan giok naga. Ya, di mata orang lain giok salju dan giok naga sangatlah berharga. Tapi di mata Alva itu tidak lebih dari batu biasa.
Istana yang dapat memberikan umur panjang namun tidak berhasil menyelamatkan belahan jiwanya. Alva membenci itu. Membenci ketika dengan matanya sendiri melihat kematian kekasihnya.
Di keluarkan ya lonceng dari kehampaan bewarna hitam. Dengan pelan Alva menggoyangkan lonceng hingga terdengar bunyi nyaring yang dapat menggoyahkan tanah. Sembari menopang dagunya dengan malas, Alva membunyikan kembali loncengnya yang kini dengan lebih kencang. Sekarang bukan hanya tanah, namun angin pun berhembus dengan kencang seperti tornado yang datang menggila.
Tidak lebih dari lima detik, perlahan aula itu terisi penuh. Bukan hanya manusia, tapi ada juga manusia setengah binatang, binatang yang menyerupai manusia, bahkan setan dan iblis. Senyum miring Alva terlihat menakutkan.
"Selamat datang kembali Yang Mulia Penguasa Alam Bawah." Dengan serentak semua yang di aula segera menunduk dan berjongkok memberikan hormat pada Alva.
Berdiri dari singgasananya, "Sudah lama tidak bertemu. Bagaimana hidup kalian?"
"Baik Yang Mulia." Tanpa mengangkat kepalanya mereka menjawab.
Tidak ada yang berani menatap mata hitam kelam itu. Pupil mata yang seolah Black Hole itu menyeret siapa saja untuk binasa.
"Baik?" Alva tersenyum yang membuat mereka merasakan dalam bahaya.
"Tidak berani Tuan ku."
Alva menatap datar semua pengikutnya. Sudah ribuan tahun lalu ia kemari. Menjadi pemimpin paling kuat di seluruh alam bawah. Menjadi penguasa dan menginjak semua di bawah kakinya. Menjadikan dunia ini seperti apa yang ia mau.
Tangan Alva menggenggam rantai. Rantai kontrak hidup seluruh alam bawah yang berhasil ia dapatkan. Dia sudah tidak pernah ingin mengurusi hidup orang lain sejak bertemu kekasihnya.
Tapi hari ini, dia kembali mengeluarkan kekuatannya untuk menggenggam kontrak kehidupan. Rantai yang terbuat dari jalinan jiwa orang yang sudah mati itu memancarkan aura hitam yang sangat pekat.
Semua yang ada di aula mencekram leher mereka masing-masing. Rantai hitam dari jalinan roh orang mati itu terlihat di setiap leher. Bukan. Tidak hanya semua yang ada di aula, namun semua yang terikat kontrak dan di alam bawah terikat semuanya.
Senjata paling mematikan milik Alva. Kartu As terlarang yang bisa saja menjadikan nyawa pemegangnya sebagai taruhannya. Alva menarik pelan rantai yang dipegangnya dan seketika aula dipenuhi jerit tangis. Tidak hanya aula namun seluruh alam bawah.
Tak lama kemudian datanglah lima laki-laki dengan pakaian kerajaan yang lehernya terikat rantai. Datang dengan kemarahan yang terlihat jelas di wajahnya. Alva sudah sangat menantikannya.
"ACHLYS VASILLIO DE BRANA!" teriakan penuh kemarahan itu yang di tunggu Alva.
Mereka berlima adalah anggota Kerajaan Alam Bawah. Jika mereka Raja amaka Alva adalah dewanya. Merkanyang datang ialah Raja, Putra Mahkota, Paman Kekaisaran, Saudaranya, dan Penasehat Agung.
Awalnya, Alva lah yang seharusnya menjadi Raja. Namun sayangnya saudara dari seorang selir rendahan begitu licik hingga Alva harus keluar istana dan berakhir menjadi penguasa alam bawah. Entah Alva harus berterimakasih atau membunuh.
"Selamat datang pelayan kekaisaran." sambut Alva dengan senang yang terselip nada penuh ejekan.
Merah marah. "Apa maksudmu ACHLYS?"
"Apa? Bukankah kau hanya anak seorang selir. Ohh bukan, kau hanya anak pelayang yang merangkak ke ranjang kaisar demi kekayaan dan kekuasaan. Bukankah ibumu mirip dengan pelacur?"
Tidak ada yang bersuara. Hanya ada hembusan nafas penuh dengan dendam dan kemarahan.
Alva tersenyum mengejek, "Bukankah begitu Raja Fedrick Dellbrata?" mengejek mantan saudaranya yang kini menjadi Raja Alam Bawah. Namun tidak lebih kuat darinya. Memalukan.
"Tidak perlu bertanya mengapa jiwamu ada padaku. Karna bahkan semua nyawa penerusmu ada dalam genggaman ku. Orang disekitarmu adalah orangku." Sambung Alva yang tentu mengetahui maksud kedatangan saudaranya.
Alva menarik sedikit rantai yang ada dalam genggamannya sehingga lima orang tadi berteriak kesakitan seolah lerehnya dicekik dan dibakar.
"Masih tidak ingin bersujud?" Tanya Alva di ikuti tarikan pada rantai digenggamnya.
Tidak ada cara lain selain menuruti keinginan Alva. Mereka bersudut dihadapan Alva yang kini tersenyum puas. Tentu, dia masih menjadi penguasa.
"Haruskah aku memanggilmu dengan Achlys atau dengan Alva?" ucap Vinogeo, seorang penasehat agung.
Tubuh Alva menegang. Menatap Vinogeo dengan pupil mata yang perlahan berubah menjadi merah. Siap untuk membunuh siapa saja yang membuatnya tidak senang.
"Katakan maksudmu." ucap Alva dingin yang siap menggenggam pedang malam kelamnya.
--
sedikit penjelasan bagi yang masih bingung. Raja sebelumnya ialah Ayah Alva dan juga Fedrick. Mereka satu ayah tetapi beda ibu. Ibu Alva merupakan seorang putri dari lembah suci yang ada di alam langit. Jadi Alva mewarisi darah dari dua aliran gitu putih dan hitam. itu ke apa kekuatan Alva bahkan lebih kuat dari ayahnya sendiri. Tapi sayangnya Ibu Alva meninggal karena luka setelah melahirkan.Kemudian saat Alva berumur 9 tahun, seorang pelayan mengaku hamil anak Raja yang pada saat itu diangkat menjadi selir paling bawah. Alva tau, dia mengerti karna di istana terdapat Harem milik ayahnya. Tapi ketika Alva berumur 28 tahun ketika dia pulang dari perang, dia diusir eh ayahnya sendiri karena kelicikan Fedrick dan ibunya.
Sejak saat itu Alva kembali ke rumah ibunya yang berada di alam langit dan menjadi lebih kuat. Setelah itu Alva kemabali dengan kekuatan dan menundukkan seluruh alam bawah di bawah kakinya.
itu cerita singkatnya.
Jadi itu kenapa Alva benci Fedrick. Alasan lain karena dia pelaku pembunuhan Jen dimasa lalu. Kenapa Alva ngga membunuh Fedrick, itu terkait janjinya pada ayahnya yang telah tertulis dengan darah Meraka berdua. Kalau Alva ingkar maka nyawanya sebagai taruhannya.
Jadi Alva cuma bisa mengikat semua orang istana dengan rantai kontrak jiwa.
KAMU SEDANG MEMBACA
but it's you
FanfictionCastil tua ditengah hutan yang ditemukan Jennie membuat segalanya berubah. Berawal dari liburan yang ia rencanakan secara mendadak tapi berakhir sangat menyebalkan. Entah dari mana datangnya laki laki tampan yang terus menempelinya bahkan pergi ke k...