Alva duduk di ruangan Revano sembari lukanya dikompres oleh Jennie. Ada sedikit kemerahan di kening dan juga tulang pipinya. Pakaiannya berantakan bahkan ada bekas robekan di belakang dan samping kemeja yang dikenakan Alva. Jennie hanya menatap Alva penuh rasa simpati tanpa berbuat apapun ketika Alva terjatuh menabrak pintu.Revano sudah tertawa dengan puas tadi dan kini berdecak sebal melihat karyawannya mengejar Alva. Suda lebih jelas bahwa dia lebih ganteng dari manusia antah berantah ini. Tapi ia juga puas melihat wajah Alva yang kini terdapat kemerahan.
"Jen sakit." rengek Alva sedari Jennie memulai mengompres wajah Alva.
Jennie berdecak, "Ini udah pelan Al."
"Cemen banget gitu aja ngeluh." ledek Revano.
"Ini sakit tau." Alva mengerucutkan bibirnya menghadap Jennie. "Jen sakit, Vano jahat." adunya seperti anak kecil.
Jennie hanya membuang nafas kemudian menatap Revano yang mengangkat bahunya acuh. "Dasar anak kecil." Revano kemudian pergi meninggalkan dua orang itu untuk menemui kekasihnya yang entah yang ke berapa.
Setelah Revano keluar ruangannya sendiri, Alva menyandarkan kepalanya ke pundak Jennie sembari menghirup wangi yang disukainya.
"Apasih Al, geli ini." ucap Jennie sembari menjauhkan kepala Alva di pundaknya.
"Nggak mau, Al ngantuk Jen." protes Alva yang kinialah semakin berani memeluk pinggang Jennie.
"Ya tidur tinggal tidur aja ngga usah pake peluk peluk."
"Ngga mau, enakan gini."
Tolong siapa saja selamatkan jantung Jennie yang sudah menggila. Entah sejak kapan berada di dekat Alva membuatnya semakin gila. Laki laki ini terus saja mempelainya. Itu tidak baik untuk kesehatan mentalnya.
"Jen, Al mau di puk puk kepalanya." pinta Al yang sudah nyaman dengan posisinya.
"Malas, udah cepat tidur." tolak Jennie membuat tangan Alva meraih tangan Jennie dan diletakkan diatas kepala.
"Puk puk, Jen."
Jennie menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Ia mulai menepuk kepala Alva dengan pelan membuat mata laki laki itu semakin berat untuk dibuka. Akhirnya Alva tetidur dalam pelukan Jennie yang kini juga ikut mengantuk.
✨✨✨
Di tempat lain Revano yang tadinya mau bersenang senang dengan pacar pacarnya harus terhenti melihat pertengkaran Naya dan seorang reporter. Ia menghampiri Naya yang hampir saja menjabak rambut perempuan yang memegang kamera ditangannya. Benar benar barbar si Naya.
"Kenapa, Nay?" tanya Revano begitu sampai disamping Naya dan menahan sebelah lengan Naya.
Naya menoleh menatap Revano. "Ada yang mencoba jadi penguntit. Lo tau dia diem-diem masuk kesini buat ngefoto Jen dan Al." jelasnya penuh emosi.
Revano yang tadinya santai berubah menjadi serius mentap perempuan asing yang mencoba mengusik kehidupan pribadi orang lain. Tadinya ia tak perduli jika reporter itu ingin mencari berita dengan menanyai karyawannya. Tapi jika ini menyangkut teman-temanya ia tidak bisa diam begitu saja.
"Nyalinya gede juga berani dateng ke kandang harimau." ucap Revano melipat tangannya di depan dada.
Ia menatap perempuan yang berpakaian hitam lengkap dengan topi hitam, masker hitam dan kaca mata hitam. Tatapan Revano jelas membuat takut si perempuan. Dia tidak bisa disebut lagi sebagai reporter melainkan penguntit.
Dengan gerakan tiba tiba Revano menarik topi perempuan penguntit beserta masker hitam yang menutupi wajahnya. Sontak dengan terkejut si perempuan langsung melangkah mundur memperlihatkan wajah cantiknya. Revano berdecak.
"Cantik cantik jadi penguntit, mending jadi pacar gue."
Naya yang berdiri disamping Revano langsung memukul lengan Revano dengan cukup keras. "Dasar buaya."
"Sakit Nay." protes Revano sembari mengusap lengannya yang sakit.
Naya tidak perduli, matanya kini menatap perempuan yang kini sedang sibuk memeberesi barang barangnya ke dalam tas. Ditariknya tas itu hingga menyebabkan barang barang itu kembali keluar dari tas.
"Mau kemana?" tanya Naya menatap mata merah si perempuan yang mungkin sebentar lagi akan menangis.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun perempuan itu pergi membiarkan seluruh isi tasnya berantakan di lantai. Ia tak perduli lagi dan air matanya tak lama lagi akan luruh membasahi pipinya.
Revano menatap perginya perempuan itu dengan kasihan. "Lah ditinggal barang barangnya."
Revano mengambil kartu reporter yang ternyata hanya anak magang. "Ck, cuman anak magang." decaknya memperlihatkan kartu magang pada Naya.
Naya menatap tak minat tas hitam dengan barang barang yang berserakan dilantai. Ia lebih memilih untuk meninggalkan Revano dan memasuki mobilnya.
"Emang si Naya nenek lampir." Revano menatap kepergian mobil Naya dengan bersungut. "Gue malah ditinggal dengan barang barang ini."
Revano memunguti seluruh barang yang berserakan dilantai. Ia membawanya ke dalam mobil karena siapa tau akan berguna. Duduk di kursi mobil, Revano mengamati kartu magang milik perempuan itu.
"Syerraka. Cantik juga."
Senyuman Revano terbit dengan indah melihat wajah manis Syerraka yng tersenyum di kartu magang.
"Bisa kali jadi mainan baru. Kebetulan belum pernah sama reporter."
Revano mengambil hpnya dan mencari nomer yang baru baru ini menghubunginya. Sedikit tertimbun oleh nomer lain tapi akhirnya Revano menemukannya. Akhirnya dia mendial nomer itu hingga beberapa saat ada suara disebrang sana yang menyaut.
"Saya Revano ingin menyetujui proposal yang diajukan dengan satu syarat." ucapnya ketika sambungan telponnya terhubung dengan petinggi perusahaan.
"Apa syaratnya?"
"Kita bahas besok jam ssembilan pagi di ruangan saya. Pastikan anda menyiapkan semua dokumennya."
Revano langsung mematikan sambungan telponnya kemudian menatap foto Syerraka dengan tersenyum miring.
"Permainan akan segera dimulai, sayang."
✨✨✨
maaf ya jadi lama banget ga up,
lagi sibuk acara maba, tapi bakalan di usahain tetep up ngga lama lamasee you, jaga kesehatan ya!
![](https://img.wattpad.com/cover/226040965-288-k734675.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
but it's you
Hayran KurguCastil tua ditengah hutan yang ditemukan Jennie membuat segalanya berubah. Berawal dari liburan yang ia rencanakan secara mendadak tapi berakhir sangat menyebalkan. Entah dari mana datangnya laki laki tampan yang terus menempelinya bahkan pergi ke k...