:9: ditinggal

753 151 3
                                        


Genap seminggu liburan Jennie yang penuh hal tak terduga terjadi. Hari ini waktunya Jennie kembali ke ibu kota untuk mencari cuan cuan kehidupan. Sedari tadi pagi Jennie telah membereskan barang barangnya dan memasukkannya kembali kedalam koper.

Naya juga sudah mengubungi pemilik villa jika mereka akan cekout nanti siang sekitar jam 2. Alva hanya duduk melihat dua orang perempuan sedari bangun tidur sudah beberes barang barang. Jennie dan Naya bahkan hanya menyiapkan pancake untuk sarapan.

Tepat pukul dua siang Jennie dan Naya telah siap untuk pergi meninggalkan villa. Alva berdiri di depan villa dengan wajah bingung. Naya telah duduk di depan kemudi menunggu Jennie menyelesaikan urusannya.

Jennie menghampiri Alva yang masih berdiri di depan villa.

"Al, kamu disini dulu yaa. Aku mau pergi sebentar, nanti aku balik lagi." pamit Jennie.

Mata Alva telah berkaca kaca, enggan untuk ditinggal oleh Jennie.

Jennie tak punya pilihan lain selain meninggalkan Alva disini. Ia tak tau dari mana asal usul laki laki ini. Tidak tau apapun selain namanya.

Menurut pertimbangannya dan Naya semalam, mereka memutuskan meninggalkan Alva disini. Mungkin rumah atau keluarga Alva ada disekitar sini.

"Jen, Al ikut." rengeknya tak ingin jauh dari Jennie.

Alva bahkan memegang lengan baju Jennie begitu erat.

"Al disini dulu, ya. Jen pergi cuman sebentar, janji." rujuknya sembari mengelus kepala Alva yang menunduk sedari tadi.

Alva mendongakkan kepalanya menatap Jennie. Matanya berkaca kaca membuat Jennie merasa sangat kasihan. Benar benar tidak tega meninggalkan laki laki ini sendirian disini.

Jennie membenarkan letak selimut yang ia pakaikan untuk Alva. Selimut itu cukup untuk menghangatkan laki laki itu dari udara dingin yang menusuk. Ia juga meninggalkan susu dan roti yang cukup untuk dua hari kedepan.

"Kamu baik baik disini."

"Jenn," Alva melepaskan cekalannya dari lengan baju Jennie dengan begitu terpaksa.

Ia menatap nanar Jennie yang memasuki mobil duduk bersama dengan Naya yang memegang kemudi. Begitu mobil itu berjalan meninggalkan halaman villa Alva juga ikut mengejarnya.

Tak perduli betapa dinginnya cuaca setelah hujan. Yang dia inginkan hanya ikut dengan Jennie. Didalam mobil Jennie masih memantau Alva yang terus mengejar mobil mereka. Ada rasa bersalah juga sakit melihat wajah Alva.

"Jen ini beneran?" tanya Naya memastikan.

Jennie mengangguk, "Bener, dia pasti ketemu sama keluarganya disekitar sini."

Naya menghembuskan nafas, "Tapi kalo engga, dia cuman sendirian dan ngga kenal siapapun kecuali lo."

Jennie menoleh menatap Naya yang fokus menyetir, "Kita udah sepakat ya semalem. Lagian pasti ada orang yang akan ngejaga dia." ucap Jennie memelan diakhir kalimatnya.

Jennie menatap jalan menuju ibu kota. Lingkungan yang masih asri dan ia ingin sekali mempunyai tempat tinggal disini. Udaranya masih bagus dan juga segar cocok untuk healing.

Dua jam berikutnya Jennie terbangun dari tidur nyenyaknya dengan nafas yang memburu. Ia menoleh menatap Naya yang masih fokus menyetir sembari memakan kacang. Ia baru saja bermimpi dan itu seperti nyata.

Jennie langsung menoleh mendapati keadaan luar yang ternyata sedang hujan meskipun tidak terlalu deras. Sama persis dimimpinya. Ini gila!

"Naya gantian!" teriak Jennie mengagetkan Naya yang sedang asik menikmati musik.

Naya menoleh kearah Jeniie dengan wajah kesal, "Apasih Jen?" tanyanya.

"Gantian, gue yang bawa mobil."

Naya menatap Jennie bingung, "Ini belum setengah jalan loh. Bentar lagilah nanggung."

Jennie langsung menggeleng, "Cepet gantian." desak Jennie makin tak sabar.

Akhirnya Naya hanya bisa pasrah mengangguk mengiyakan kemauan Jennie. Naya berganti posisi dengan Jennie yang kini sudah duduk dikursi kemudi.

Jennie langsung memutar balik arah mobil kembali ke villa sebelumnya. Hal itu membuat Naya terpekik kaget. "Hah! Kok balik keatas lagi sih?" tanyanya keheranan.

"Diem Nay, pegangan."

Seketika kecepatan mobil langsung naik dijalan menanjak dan sedikit licin. Tak perduli dengan teriakan Naya yang memintanya untuk berhati hati, Jennie terus melaju. Dia harus sampai di villa secepat mungkin.

Butuh waktu kurang dari satu setengah jam untuk menuju kawasan villa yang disewanya. Mobil Jennie langsung berhenti tepat di pintu gerbang villa ketika mata tajam Jennie melihat laki-laki yang berjongkok disana.

Jennie langsung keluar dengan terburu buru tanpa perduli keadaan masih hujan cukup deras.

"Jen, akhirnya Jen balik lagi." sambut Alva begitu senang melihat Jennie kembali.

Tapi tidak dengan Jennie yang merasa ia adalah perempuan terjahat di dunia. Bagaimana ia tega membiarkan laki-laki tanpa keluarga ini menunggunya ditengah cuaca dingin seperti ini. Tanpa pakaian yang cukup untuk mengatasi dinginnya semilir angin.

Mata Jennie menjadi begitu berkaca kaca melihat senyuman itu masih saja terpasang diwajahnya yang memucat. Jennie membawa Alva untuk segera masuk kedalam mobil membiarkan selimut itu tergeletak begitu saja di depan gerbang villa.

Lagi pula selimut itu juga sudah basah terkena air hujan.

Naya melihat keadaan Alva sangat memprihatikan. Badannya menggigil dan juga wajanya begitu memucat. Naya tebak jika laki laki itu menunggu Jennie kembali sedari tadi disana. Yang artinya suda lebih dari tiga jam Alva terkena udara luar yang dingin.

"Nay bawa mobilnya sekarang. Kita cari rumah sakit, klinik, penginapan atau apalah. Cepet Nayy."

Naya langsung menuruti keinginan Jennie yang tampak panik. Hilih tadi bilangnya ngga mau khawatir soal Alva, sekarang apa?

"Kamu kedinginan banget ya?" tanya Jennie begitu bodoh.

Tapi Alva menggeleng, "Nggak kok, sekarang udah ngga sedingin tadi." ucapnya polos.

Jennie semakin merasa bersalah mendengar ucapan Alva. Ia menggesekkan dua telapak tangannya kemudian meletakkannya di pipi Alva. "Hangat Jen."

Jennie hanya tersenyum duduk dibelakang kemudi bersama Alva. Ia sudah mematikan AC dan memakaikan selimutnya ketubuh Alva.

"Al lepas bajunya." pinta Jennie yang langsung dituruti Alva.

"Mau modus ya?" tanya Naya penuh selidik pada Jennie tapi dihiraukan begitu saja.

Jennie juga melapas mantelnya yang juga basah hingga tersisa crop top. Ia langsung membawa Alva kedalam pelukannya. Membuat Alva tetap hangat agar laki laki itu tidak sakit.

Alva tentunya sangat senang hingga memeluk Jennie begitu erat. Kepalanya ia taruh di ceruk leher Jennie yang begitu hangat hingga membuatnya nyaman.

"Bisa bisanya mencari kesempatan dalam kesempitan."

















-bersambung

but it's youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang