23. Hanya Kontrak?

60 11 0
                                    

Aku termenung di kamar, memikirkan kejadian yang baru saja terjadi. Elvan dan orang tuanya telah pergi. Saat ini aku bingung, aku harus menikah dengan Elvan atau tidak. Jika aku menikah dengan Elvan, aku khawatir dengan tubuh Arabelle dan juga tubuhku. Takutnya ... ada hal buruk yang terjadi. Mengingat aku adalah Erina, sedangkan aku tak tahu di mana jiwa Arabelle yang asli.

"Atau ... kami bertukar jiwa? Jiwa gue ada di tubuh Arabelle, sedangkan jiwa Arabelle ada di tubuh gue?" gumamku.

"Dan ternyata, pernikahan ini didasari kontrak. Ternyata Arabelle nikah sama Elvan, tujuannya untuk terus menjadi aktris. Ayahnya Elvan merupakan produser. Kok gue baru tau, ya?" lanjutku.

Flashback

"Kami tau kamu hidup sendirian. Tak punya keluarga satu pun. Kamu bertahan hidup dengan cara jadi aktris , 'kan? Kamu juga sudah sepakat untuk menikah dengan Elvan," ujar Ayah Elvan.

Aku masih tercengang. Aku betulan akan menikah dengan Elvan? Aku harus bagaimana ini? Aku tak tahu apa pun tentang kehidupan Arabelle. Apakah aku harus menerimanya dan berpura-pura menjadi Arabelle?

"Dengan pernikahan ini, kamu akan terus jadi aktris," lanjut Ayah Elvan.

"Tunggu, apa maksudnya pernikahan ini akan menjadikanku aktris seterusnya?" tanyaku.

"Bukankah kita sudah diskusikan ini dari jauh hari? Saya sebagai produser, akan menjadikan kamu aktris seterusnya. Ekhem! Maaf sebelumnya, saya duga ... kamu tak akan lama menjadi aktris. Sedangkan hidupmu bergantung pada profesi ini," tukasnya.

Jadi selama ini Arabelle dan Elvan menjalin hubungan untuk kontrak? Yang benar saja! Apakah Arabelle juga terpaksa menyetujuinya?

"Bagaimana?" tanya Ayah Elvan.

Dengan penuh kebimbangan aku mengiyakannya.  Raut wajah mereka bahagia, kecuali Elvan, ia hanya bersikap datar seperti biasanya. Tak tahu apa isi hatinya, senang atau biasa saja.

"Nah, bagaimana jika sekarang kita persiapkan kebutuhan pernikahannya? Baju dan sebagainya?" Mama Elvan berpendapat.

"Iya dong. Sepertinya kalian aja yang pergi, Ayah gak ikut, ya. Gak ngerti sama yang begituan," ujar Ayah Elvan.

"Oke, ayo Arabelle!" Ibu Elvan mengajakku.

Aku gelagapan. Tak mungkin secepat ini, bukan? Aku baru saja pulang dari kedepresian kampus. Aku lelah.

"A ... Aku ingin ke kamar sebentar. Emm, mau ganti baju," ujarku cengengesan.

"Oh, baiklah," ucap Ibu Elvan.

Flashback End

Aku mengacak rambutku. Apa aku harus keluar sekarang? Tetapi aku masih bimbang. Benar, aku memang mencintai Elvan. Tetapi mengapa aku menikah dengan waktu sedekat ini? Lagi pula ini pernikahan kontrak, bagaimana jika Elvan merupakan laki-laki yang kasar seperti di novel-novel? Biasanya laki-laki dingin itu kasar.

"Huaaaaa!!!" Aku merengek.

Seseorang terdengar dari balik pintu kamar. Aku terdiam, mendengarkan pembicaraan mereka yang samar. Hingga tak sadar aku meletakkan telinga di sana, seperti cicak yang menempel di dinding.

"Mama itu sebenarnya kasihan sama dia. Dia gak punya keluarga, pasti dia kesepian." Suara Ibu Elvan terdengar.

"Iya, makanya Ayah pake alasan kontrak ini untuk menjadikan Arabelle menantu. Nanti dia tinggal di rumah kita, jadi dia gak kesepian lagi. Elvan juga cinta sama dia, walaupun sikapnya kayak kulkas." Ayah Elvan menimpali.

Jadi, pernikahan kontrak ini hanya alasan untuk menjadikan Arabelle istri Elvan. Orang tua Elvan merasa kasihan dengan Arabelle, maka dari itu mereka seperti ini?

Tok ... Tok ... Tok

"Arabelle, sudah belum?" Ibu Elvan menunggu di depan kamar. Membuatku terperanjat karena melamun.

"Iya, aku sudah selesai," teriakku.

Aku membereskan rambut setelah mengacaknya, dan membuka pintu kamar. Terdapat Ibu Elvan yang telah menanti.

"Ayo! Elvan sudah tunggu di mobil," ajaknya, aku hanya mengangguk.

Regretted Hope [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang