27. Ingin Kembali

46 11 0
                                    

Hari ini libur kuliah, aku tak tahu ingin melakukan apa. Hanya memikirkan isi buku harian Arabelle di kamar. Bagaimana bisa ia iri padaku, sedangkan aku iri padanya? Apakah ... aku salah dalam memahami hidupku? Apakah Arabelle juga melakukan kesalahannya juga sepertiku? Sepertinya cara pemikiran kami sama, entah mengapa bisa begitu.

"Aku ... salah dalam menjalani hidupku," gumamku.

Tetesan air mata mengalir bebas menelusuri pipiku. Membasahi kertas, satu persatu. Buku harian yang tertulis harapan yang sama seperti harapanku, yaitu ... berada di posisi orang lain. Tetapi, aku menyesali harapanku. Bagaimana aku kembali ke tubuhku?

"Apa ... aku harus menulis harapanku lagi di buku harian ini? Sebelumnya juga aku menulis keluh kesah dan harapanku di sini. Tapi 'kan ini buku hariannya Arabelle, apa berhasil kalo aku tulis di sini?" Aku menatap buku harian Arabelle.

"Mungkin bisa!" Aku bertekad, berharap ini akan berhasil.

Aku mengambil pena, menuliskan harapan untuk kembali ke tubuh asliku. Aku sudah memikirkan ini semalaman. Aku tak bisa tidur pulas, berpikir berkali-kali kehidupanku. Hingga aku menyimpulkan bahwa aku salah dalam memahami dan menghadapi hidupku. Aku ... tidak bersyukur.

"Aku ... ingin kembali ke tubuh asliku. Erina Fara Falisha!" Aku menulisnya, sembari mengucapkannya.

Aku bergeming, menatap sekelilingku. Semuanya masih sama, aku ... masih di rumah Arabelle. Aku melihat sekujur tubuhku, berlari ke depan cermin untuk memastikan wajahku berubah.

"Tidak! Tidak!" Aku memegang cermin, menatap wajahku yang tak berubah.

Air mata kembali mengalir di pelupuk mata. Mengisak tangis karena harapanku tak bisa dikabulkan lagi.

"Aku ... tak bisa kembali menjadi Erina lagi," ujarku kecewa.

Aku terbelalak kaget, melihat kaki yang terikat tali yang entah dari mana asalnya. Kakiku tak bisa digerakkan, kakiku terikat kencang. Aku berteriak takut, dari mana asal tali ini?

"Akh!" Aku terdiam, mendengar suara dari cermin, anehnya ... ini bukan suaraku.

Aku menatap lekat pantulan diriku di cermin, wajah itu ... tubuh itu ... berubah menjadi Erina yang menangis. Itu tubuh asliku? Kakinya juga terikat oleh tali, sama sepertiku. Jika aku berpikir itu pantulan dariku, itu bukanlah diriku. Melainkan tubuh asliku yang belum kuketahui jiwa siapa yang menempatinya.

"Aku ... Arabelle," ujarnya dari dalam cermin.

Aku terkejut, dia berkata jika ia Arabelle? Jadi tubuh asliku ditempati jiwa Arabelle, sedangkan tubuh aslinya ditempati jiwaku. Mengapa ia menangis? Bukankah Arabelle ingin berada di posisiku? Apa jangan-jangan ...

"Aku ingin kembali menjadi Arabelle. Bukan Erina," lanjutnya.

Aku bergeming, mendengar suaranya yang ingin kembali menjadi Arabelle. Begitu pula aku, aku ingin menjadi Erina lagi. Jadi, apakah ia satu pemikiran denganku?

Regretted Hope [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang