000. Prologue

22.2K 2K 75
                                    

Angin berembus kencang. Langit mendung di atas sana, tak bisa lagi dilihat. Kedua mata ditutup menggunakan selembar kain berwarna hitam. Tubuh berdiri tegak. Diikat di salah satu tiang. Napas dikeluarkan pelan-pelan lewat celah bibir. Lalu, ia tersenyum.

Dia akan bebas.

Dari dunia yang telah lama membusuk ini.

Akhirnya dia akan pergi.

Bunyi beberapa senapan yang dikokang secara bersamaan, meraih indera pendengaran. Kemudian, ia terkekeh. Tawa pelan, namun memperlihatkan deretan gigi. Kepala refleks menoleh ke kanan tiga kali. Lalu, bersiul dan terbatuk.

"I'm sorry," ujarnya datar. Dia sungguhan tidak bermaksud melakukan gerakan tadi. Entah para penembak mendengar ujaran itu atau tidak, dia tidak terlalu peduli. Jarak lima sampai sepuluh meter di antara mereka, cukup jauh untuk membuat suara lirihnya terdengar.

Senyum tak memudar. Jantung berdegup kencang karena excited. Saat-saat yang telah ia tunggu setelah sekian lama. Hukuman mati memang pantas ia dapatkan. Seperti rencana yang telah ia susun sematang mungkin. Akhirnya terlaksana hingga tuntas.

Tanpa bisa melihat aba-aba dari sang komandan regu tembak. Menunggu detik-detik kematian yang ia idam-idamkan. Dua belas senapan laras panjang dengan muncung yang terarah ke satu titik. Dari belasan senapan itu, hanya ada tiga senjata yang berisi peluru. Dan tepat ketika ia mengembuskan karbondioksida dari paru-paru, bunyi tembakan menggelegar. Dibarengi dengan rasa sakit akibat tertusuk si timah panas.

Baju putih bersih yang ia pakai, mulai basah karena darah. Napas tersendat. Tiap tarikan, nyeri yang teramat sangat langsung mencubit dada. Tubuh tak lagi bisa berdiri tegak. Tertahan karena ikatan di tangan dan kaki.

Walau sakit, tapi ia bahagia.

Ini yang ia mau.

Sejak kejadian itu ia alami, hanya mati yang ia inginkan.

Walau hanya sekali, tapi akhirnya Tuhan mengabulkan keinginannya.

Karena kemudian, ia tak lagi bernapas. Kesadaran direnggut paksa. Hitam kelam, juga hening yang dingin.

Dia menunggu.

Bukankah katanya, ketika mati, mereka yang melakukan banyak perbuatan dosa, akan disiksa dalam waktu lama? Sangat lama hingga satu hari akan terasa seakan satu tahun.

Apalagi dirinya. Dosa yang ia punya melimpah ruah. Dia bahkan tidak lagi menyembah Tuhan satu dekade terakhir. Juga, sebelum hukuman mati dilaksanakan, ia pernah melakukan tindakan yang pasti akan membuat Sang Pencipta murka, ketika ia ditanyai di ruang interogasi.

Tuhan, tidak akan membuat alam matinya menjadi tenang.

Namun, selama apapun ia menunggu, tak ada yang terjadi. Walau ia tak bisa membuka kedua mata. Tak bisa pula merasakan kaki dan tangannya. Bahkan, bernapas pun tak dilakukan. Dia tidak tahu, apa yang tengah Tuhan rencanakan. Bukan berarti ia takut dan menyesal telah melakukan banyak perbuatan dosa di bumi dulu. Menurutnya, ia pantas melakukan hal itu. Sebut ia arogan, ia tak peduli. Karena baginya, semua tindakan yang ia lakukan, semua kesalahan yang ia perbuat, adalah salah Tuhan dan Iblis.

Mereka yang membuat dirinya seperti ini.

Ia tak tahu berapa lama, dirinya terjebak di dimensi yang menurutnya tidak jelas itu. Dia tidak hidup. Tapi, ia juga tak berada di alam mati. Apakah ini semua karena dosanya yang terlalu banyak, sehingga mereka butuh waktu untuk mempersiapkan neraka khusus untuknya?

Entahlah. Dia juga tidak terlalu peduli. Lagipula, kehidupannya sebagai manusia sudah usai. Tak ada gunanya lagi ia merisaukan hal-hal yang tak jelas. Dia tahu ke mana ia akan berakhir.

Neraka.

Tak ada tempat yang lebih pantas untuknya, selain Neraka.

Lalu, tiba-tiba saja, ia mendengar suara tawa. Entah tawa seorang laki-laki atau perempuan, ia tak tahu. Karakteristik suara itu seolah bersatu padu. Tak memberikan kesan maskulin ataupun feminin. Tapi, satu kesatuan.

Apa ini?

Apa dia tengah ditertawakan?

Tawa itu perlahan-lahan mulai mengeras. Yang awalnya seolah terdengar di telinga, kini mulai terngiang-ngiang hingga berdenging di kepala. Membuatnya ingin mengerutkan dahi. Mengutuk siapapun itu yang tertawa seperti setan. Lalu, ia seolah terhisap oleh sesuatu. Berputar-putar. Seperti masuk ke dalam mesin cuci. Membuatnya ingin muntah, dan refleks menggerakkan tangan dan kakinya karena kesal.

'Duk!'

Dahi mengerut. Apalagi ketika merasakan hangat yang perlahan memeluk tubuh. Dari ujung kaki hingga ujung kepala. Seluruhnya. Ia bergerak lagi. Kepala masih terasa pusing. Emosi pun belum hilang dari rongga dada. Tapi, tawa yang ia dengar telah lenyap. Diganti oleh sesuatu yang baru.

Senandung lembut yang syarat akan afeksi. Sedikit teredam seolah terhalang sesuatu. Juga suara usapan yang membuat emosi di dada pelan-pelan berkurang. Hingga habis. Dan dirinya merasa tenang. Hangat yang melingkupi tubuh tak hilang seperti ingin melindungi.

Rasanya, benar-benar nyaman. Membuat ia ingin terus berada di tempat itu dalam waktu lama.

Tapi ... apa ini?

Di mana ini?

Apakah alam mati memang seperti ini?

Bukankah seharusnya ia disiksa?

Atau, ini adalah metode penyiksaan lain, seperti membuatnya nyaman terlebih dahulu, barulah menghancurkan segalanya?

Ha! Dia tidak akan tertipu. Sepertinya, alam mati pun sama busuknya dengan bumi. Atau mungkin alam ini jauh lebih busuk?

"My Child, jangan khawatir ... Kami semua akan melindungimu ..."

Apa?

Apa-apaan ini?

Siapa itu?

Tubuhnya kembali bergerak. Kali ini, lebih gelisah. Ruang yang sempit, membuatnya harus mendorong dinding lembut yang melingkupinya. Lalu, senandung tadi kembali terdengar. Seolah ingin menenangkan. Dan seperti disihir, ia kembali tenang.

Kali ini, kakinya yang menyentuh dinding lembut tadi, mendorong dengan pelan. Ketika merasakan sentuhan dibalik dinding tersebut, ia tersentak dan segera menjauhkan kakinya.

Tawa pelan teralun. Berbeda dari tawa gila menyebalkan seperti setan sebelum ini. Tawa pelan yang sekarang, terdengar lembut dan penuh cinta kasih.

Tunggu.

Sepertinya dia tahu ini apa.

"Edeth, jangan menyakiti Mother seperti tadi. Bergeraklah lebih pelan di dalam sana."

Seiring dengan terdengarnya suara lain seperti anak laki-laki berusia sangat muda, dia semakin yakin.

Ini bukan alam mati.

Dia sedang berada di dalam kandungan.

Itu artinya ...

"Ketika Edeth lahir nanti, Older Brother akan menemani Edeth bermain."

... dia akan terlahir kembali.

NEW LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang