016. Kota (1)

7K 1.1K 49
                                    

Untungnya, walau liar hingga ke seluruh sudut kamar, itu hanya aura. Bukan Darkness itu sendiri. Jadi, Uriel bisa mendekat tanpa terluka. Meraih putra bungsunya. Mendongakkan wajah itu untuk melihat lebih jelas. Dahi mengernyit kala melihat darah yang mengotori wajah tersebut. Ia menoleh ke pintu yang tertutup dan berseru, "Segera panggil Dokter!"

Kemudian, mendengar balasan, "Yes, Master." dan suara langkah kaki tergesa yang menjauh.

Meraih kain yang berada di atas nakas, dan membersihkan cairan merah itu dengan lembut.

"Bagaimana perasaanmu? Apa merasa pusing? Ada yang sakit?" tanya Uriel khawatir. Menatap manik merah yang masih tampak berbeda. Melihat mata besar itu mengedip. Merasa aura di sekitarnya mulai melemah. Lalu, menghilang.

"... Papa?"

"Yes."

Membiarkan Uriel sibuk membersihkan wajahnya, ia menatap ke sekeliling. Walau suasana di sekitar mereka tampak remang-remang, tapi Edeth tahu bahwa itu bukan kamar miliknya. Ini kamar Uriel.

Benar juga. Dia sakit. Dan Dokter harus datang. Sementara, lantai tiga, tempat kamarnya berada, tak semua orang bisa masuk. Hanya beberapa orang saja. Maka dari itu, sekarang ia dibawa ke sini agar Dokter atau Pendeta bisa datang pergi lebih leluasa.

Pintu kamar dibuka. Lampu dinyalakan. Membuat Edeth harus memejamkan kedua mata sebab silau yang tiba-tiba masuk ke kornea. Membuka kelopak dengan perlahan, melihat Elnathan dan Theodore yang menatapnya dengan khawatir bersama seorang Dokter di belakang mereka.

"Kenapa dia berdarah?!" seru Elnathan.

"Edeth, apa ada yang sakit?" Theo mendekat. Mengusap punggung tangan kecil yang masih dikotori beberapa tetes darah.

Uriel berdecak, "Biarkan Dokter memeriksanya."

Kain dijauhkan dari wajah. Dicengkram erat menahan perasaan yang sedari tadi bergejolak. Uriel mengembuskan napas. Melihat dengan saksama ketika Dokter memeriksa keadaan si bungsu. Ibu jari mengusap noda darah di kain tersebut.

"Apa Anda merasa pusing? Atau mungkin mual ingin muntah?" tanya sang Dokter. Mengingat Edeth sempat bangun sejenak untuk muntah beberapa waktu lalu.

Helai hitam miliki Edeth bergerak ketika ia menggeleng.

Detak jantung diperiksa. Suhu tubuh, bola mata, juga area dalam mulut.

"Ada bagian tubuh yang terasa sakit?" tanyanya lagi.

Ketika Edeth mengangguk, tiga Alphanya menegang.

"Dadaku sakit," ujar anak itu. Jantung terasa nyeri tiap kali berdetak. Juga paru-paru yang terasa ditusuk ratusan jarum saat ia mengambil napas.

Tubuh kecil itu dibaringkan kembali. Cahaya kuning samar mengelilingi tangan kanan sang Dokter. Diarahkan ke area dada, dan cahaya itu masuk perlahan ke dalam tubuhnya.

Edeth menatap langit-langit kamar dalam diam. Merasakan hangat yang terasa di dalam tulang rusuk. Rasa sakit berkurang sedikit. Ia menoleh ke samping. Melihat sebuah buku yang berpendar keunguan samar, terletak di atas nakas. Tangan kanan terulur mengambil buku tersebut, dan melihat sampulnya.

Sampul kulit dengan simbol matahari dan bulan. Simbol Gereja di dunia ini.

Divine item.

Dari pendaran cahaya keunguan itu, hawa dingin yang mirip dengan yang ia rasa ketika terjebak di 'dunia hitam' tadi, perlahan muncul dan berkumpul di telapak tangan.

"Young Master, apa masih sakit?" tanya sang Dokter.

"... Yes."

Manik merahnya beralih ke arah Uriel yang berdiri di sisi Dokter. Buku di tangan, ia naikkan, "Milikmu?"

NEW LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang