007. Teman (1)

7.8K 1.2K 45
                                    

Siang itu cerah sekali. Panas dari sinar mentari terhalang oleh rindangnya dedaunan pohon. Edeth menghabiskan waktu pagi dengan ikut berolahraga bersama Elnathan dan para Ksatria lain. Maka dari itu, sekarang dia sedang sibuk berbaring di bawah pohon di dekat lapangan. Keringat yang tadi membanjiri mulai mengering. Manik merah menatap langit biru dalam diam. Kemudian, beralih melihat Ksatria yang masih sibuk berlatih.

Ia mengembuskan napas. Kegiatan berlari di hutan yang dulu sering ia lakukan dan ia bangga-banggakan, sepertinya tidak sehebat yang selama ini ia pikirkan. Berlari beberapa putaran di lapangan saja sudah membuatnya lelah setengah mati. Itu artinya, dia harus melatih stamina yang ia miliki sekuat tenaga. Dia masih lemah. Kedua mata menutup. Merasakan semilir angin yang kadang menyapu lembut kulit dan helai rambut. Ketika merasakan seseorang duduk di sisinya, barulah ia membuka kedua mata lagi. Mendapati Elnathan menatap dengan khawatir.

Helai rambut yang masih menempel di dahi, Elnathan usap, "Besok jangan ikut lari lagi. Edeth lihat saja dari sini, okay?"

Si bungsu itu tak menjawab. Kedua mata beralih menatap dedaunan yang bergerak. Membuat suara gemersik sebab angin. Sesekali sinar mentari menerobos masuk dari selanya. Ia mendudukkan diri. Napas tak lagi terengah. Menangkap suara seruan-seruan samar Ksatria yang tengah bertarung satu sama lain di ujung sana dengan pedang kayu. Lalu, menoleh ke arah mansion. Menangkap siluet beberapa orang berdiri di depan sana.

"Sepertinya Papa hari ini sibuk," gumam Edeth pelan. Siluet-siluet itu pasti milik tamu Uriel.

Elnathan ikut menatap ke arah yang sama, "Father memang selalu sibuk," balasnya.

Membuat Edeth kembali berpaling ke Elnathan. Melihat lekat wajah datar itu. Benar juga. Walau anak ini tak pernah merengek kepada Uriel seperti yang Edeth lakukan, tapi tetap saja dia masih tergolong anak-anak. Usianya masih di tingkat sekolah menengah pertama. Tidak punya Ibu, dan memiliki Ayah yang sibuk.

"Are you lonely?"

Edeth penasaran. Elnathan pernah memiliki keduanya, lalu kehilangan salah satu, sementara satunya lagi tampak menyibukkan diri sendiri dan hanya bertemu tiap sarapan saja. Kehilangan akan sesuatu yang pernah dimiliki, apa dia akan kesepian?

Saudara tertuanya itu mengerjap. Manik Emerald milik Elnathan tampak jernih jika dilihat dari jarak sedekat ini. Apalagi ketika sinar yang lolos dari celah dedaunan, kadang menimpa warna mata tersebut. Anak itu menggaruk pipinya canggung dengan telunjuk. Tak yakin harus menjawab apa.

"Tidak juga," ujarnya setelah lima belas detik diam.

Tidak juga?

"Lagipula, aku sudah biasa."

Oh.

Bunyi pedang kayu yang saling menghantam menarik perhatian Edeth. Melihat satu persatu para Ksatria yang masih berjuang keras untuk memperkuat diri sendiri. Elnathan setiap hari bersama mereka. Setelah melalui beberapa kali latihan bersama, Edeth bisa lihat bahwa hubungan Elnathan dengan orang-orang ini cukup dekat. Walau kadang para Ksatria sedikit canggung sebab takut tingkah mereka melewati batas yang seharusnya ada antara Ksatria dan Master, namun saudara tertuanya tersebut tampak tak terlalu mempedulikan hal itu.

"... Right," gumam Edeth pelan, "Untuk apa kesepian jika punya orang sebanyak ini disisimu."

Elnathan ikut menatap ke arah lapangan latihan. Mengawasi orang-orang yang mayoritasnya lebih tua dari mereka di sana, "Bagaimana denganmu?" balas Elnathan, "Are you lonely?"

Menurut Elnathan, rasa sepi pasti akan dimiliki oleh semua anak. Walau tidak selamanya mereka akan merasakan hal tersebut, tapi pasti ada saat-saat di mana rasa itu datang menghampiri. Sebab mereka punya peran sebagai seorang anak.

NEW LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang