013. Banquet (2)

7.2K 1.1K 66
                                    

Tiga orang itu melirik ke arah Edeth. Memastikan bahwa Omega mereka baik-baik saja. Takut kalau si bungsu merasa tak nyaman dengan semua perhatian ini. Namun, ternyata, anak itu tampak seratus persen baik. Bahkan, dengan wajah datar terarah lurus ke depan, dia kadang balas menatap tajam orang-orang itu. Membuat mereka yang ditatap balik langsung menoleh ke arah lain.

Ini semua bukanlah hal yang baru bagi Edeth. Tatapan orang-orang ini tidak ada apa-apanya dibanding dengan yang ia alami dulu. Dan lagi, untuk mengatasi mereka, Edeth memilih untuk meniru perilaku Uriel. Sikap pria itu sangat efektif ketika diterapkan di keadaan seperti ini. Memberikan aura bahwa ia tak boleh dipandang remeh.

Melihat Edeth yang baik-baik saja, membuat tiga Alpha itu merasa sedikit lega. Ketika sampai di lantai ballroom, mereka berpisah secara natural. Theodore yang mulai dikelilingi oleh anak-anak lain dari Akademi yang sama, serta beberapa orang yang lebih tua. Sementara, Elnathan menyibukkan diri dengan berbicara bersama Ksatria lain. Edeth masih berada di sisi Uriel. Melihat-lihat makanan serta minuman yang tersedia. Menargetkan apa saja yang harus ia coba nanti.

"Oh! Grand Duke!"

Seorang pria berumur melangkah mendekat sambil tersenyum lebar, "Ku kira kau akan datang bersama dengan His Majesty dan yang lain."

"Marquess," Uriel menggeleng, "Aku tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Terlalu menyusahkan."

Pria itu tertawa keras sambil mengucapkan sesuatu seperti 'As expected of Our Grand Duke!'. Sebelum akhirnya, pandangan teralih ke arah anak kecil di sisi Uriel. Bibir masih mengulas senyum, "Tak ku sangka kalian membiarkannya hadir di acara seperti ini," Tatapan kembali ke Uriel, "Ku kira baru akan muncul ketika masuk ke Akademi."

Kedua bahu Uriel terangkat naik, "Dia tidak mendaftar ke Akademi," ujarnya. Lalu, menyentuh bahu Edeth. Menyadarkan anak itu dari bayangan berapa banyak kue yang harus ia makan nanti.

Manik merah yang sama seperti milik Uriel menatap pria di depannya dengan tajam. Hanya sepersekian detik sebelum akhirnya memberi seulas senyum formal, "Selamat malam, Marquess Edberth."

Ketika masuk ke suatu ruangan yang penuh oleh orang tak dikenal, maka perilaku Uriel adalah yang paling cocok untuk dipakai. Tapi, ketika seseorang datang atau ia memang harus berinteraksi, maka sikap milik Theodore yang lebih sesuai. Dengan senyum formal, tatapan lembut yang palsu, menipu orang-orang dengan membangun kesan ramah.

"Oho~" Ia mengangguk, "Seekor rubah kecil ternyata," Pria itu berbalik. Memanggil seseorang, dan kembali menatap Edeth, "Mari kita lihat, apakah rubah kecil ini akan tumbuh menjadi serigala seperti saudaranya yang lain atau tidak."

Senyum di bibir Edeth melebar. Kedua mata menyipit membentuk sabit, "Marquess, aku adalah aku. Jika aku ingin menjadi rubah, maka aku adalah rubah. Jika aku ingin menjadi serigala, maka aku adalah serigala. Aku bisa menjadi apapun yang aku mau, kapan pun itu."

Uriel mengangguk. Sangat bangga dengan jawaban yang anak bungsunya berikan. Baginya, Edeth memang bisa menjadi segala hal.

Marquess Edberth kembali tertawa keras, "Lihat betapa bahagianya Grand Duke memiliki anak sepertimu!"

Edeth sedikit menundukkan kepala. Bersikap sopan walau dikenyataan kedudukannya lebih tinggi dari pada sang Marquess. Tapi, melihat hubungan yang bagus antara Uriel dan pria ini, ditandai dengan Uriel yang memanggilnya menggunakan gelar, karena biasanya Papanya itu selalu memanggil nama orang sesuka hati (yang mana hal ini juga Edeth tiru), ditambah lagi, koneksi antara keduanya yang sama-sama menikahi seseorang dari rumah keluarga Georgia, membuat Edeth menganggap bersikap seperti ini bukanlah sesuatu yang salah.

NEW LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang