011. Kendali

7.1K 1.1K 57
                                    

"Kau tahu, aneh sekali gelandangan sepertimu memiliki nama 'Athan'."

"... Kenapa?"

"Kenapa? Ya karena namamu terlalu bagus untuk berkeliaran di jalan! Hei, jujur saja, pasti namamu yang asli itu sebenarnya kampungan, kan? Jadi, kau mengubah sendiri agar lebih keren."

"... Sesukamu saja."

"Hahaha! Athan, ayo berjanji."

"..."

"Kita harus bertahan, dan naik menjadi orang penting di atas sana. Setelah itu, semua Profesor sialan yang ada di sini, ayo kita jadikan mereka sebagai bahan eksperimen. Seperti yang sudah mereka lakukan pada anak-anak lain. Kemudian, kita akan hidup nyaman. Punya banyak uang. Kau bisa mengubah namamu. Masa lalumu bisa dihapus. Kita bisa hidup menjadi orang yang baru."

"..."

"Jangan sampai kau mati duluan sebelum menginjakkan kakimu di ruang eksekutif sana."

Kedua mata membuka perlahan. Merasakan angin berembus dari jendela yang dibuka. Bernapas pelan, dan menatap langit-langit dalam diam. Sesak di dada telah hilang. Kepala terasa pusing. Ia bergerak mendudukkan diri. Memijit pelipis agar pusing yang melanda berkurang. Air putih yang tersedia di nakas, segera ia ambil. Lalu, membasahi tenggorokan yang terasa kering. Meletakkan gelasnya kembali, bersamaan dengan pintu kamar yang dibuka.

Uriel masuk dengan pakaian yang sudah terganti menjadi lebih nyaman. Pipi kanan yang terluka telah ditutup dengan patch putih. Melangkah lebar untuk mendekat dan menyentuh dahinya.

"Masih ada yang terasa sakit?" tanya pria itu. Ia mendudukkan diri di tepi ranjang. Manik merah menatap lekat seluruh tubuh itu untuk melihat apakah ada yang aneh dan luput dari pengawasannya sebelum ini.

"Sudah tidak," jawab Edeth. Kedua tangan saling menggenggam, "... Apa yang terjadi?"

Dia sungguh tidak tahu apa yang terjadi di ruang tamu tadi. Dia bahkan tak tahu, yang ia lihat sebelumnya itu apa. Ingatan kah? Tapi, kenapa dia berada di sana? Dan semua terasa sangat nyata. Dinginnya ruangan, hangatnya darah, bau amis yang menyeruak, rasa sakit di jemari sebab tak sengaja terkena senjata yang dipakai, sesak di dada, serta perasaan yang membanjiri. Seolah ia kembali ke masa lalu. Bukan hanya sekadar ingatan biasa. Dan ketika ia tersadar, ruang tamu telah berantakan.

Pria di depannya menyilangkan kaki. Menatap ke arah lain. Tengah berpikir bagaimana dia harus menjelaskan peristiwa itu pada Edeth. Lalu, memutuskan untuk memulai dari yang paling simpel, "Kau punya Elemen."

NEW LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang