"Jika suatu saat nanti, aku menjadi jahat bagaimana?"
Uriel diam sejenak ketika mendengar pertanyaan itu. Buku di tangan ia letak di atas meja. Lalu, mengisyaratkan agar Edeth mendekat. Walau sudah berlatih bela diri dan rajin olahraga, anak ini masih memiliki postur tubuh yang kecil. Memang, jika diperhatikan lebih lekat, otot mulai terlihat di beberapa bagian, tapi itu membuatnya tampak lebih sehat. Tidak seperti anak kurus kekurangan gizi yang hanya berisi tulang.
Bocah yang sudah menginjak usia sembilan itu, menurut. Membiarkan Uriel mengangkatnya untuk duduk di atas meja dan mereka berhadapan.
"Menjadi orang jahat itu bukan hal yang buruk," ucapnya.
Dahi Edeth mengerut. Bingung. Baru kali ini mendengar seseorang mengatakan menjadi jahat bukan hal yang buruk. Bukannya dimana-mana orang tua itu ingin anak mereka jadi anak baik?
"Asal kau menjadi jahat ke orang yang tepat," lanjutnya.
"Orang yang tepat?"
"Benar. Lagipula, kita tidak akan bisa menjadi orang baik sepenuhnya. Contoh saja, aku. Mungkin warga kita percaya bahwa aku adalah orang yang baik karena ketika wilayah lain menaikkan uang pajak, alih-alih ikut naik pajak, aku malah memberikan warga kita bantuan. Tapi, di mata bangsawan lain, aku adalah orang jahat, karena aku selalu menghalang-halangi mereka untuk mendapat keuntungan dan sebagainya. Baik atau jahat, itu tergantung sudut pandang seseorang. Kalau kau bisa menempatkan dirimu di posisi yang tepat, sejahat apapun dirimu nanti, bisa saja orang lain melihatnya sebagai bentuk kebaikan."
"Oh," Tangan kanan, Edeth angkat. Seolah tengah tanya jawab bersama Professornya seperti biasa di kelas, "Seperti, ketika seseorang membunuh orang lain, itu dikategorikan sebagai kejahatan. Tapi, ketika seorang Ksatria membunuh orang jahat, itu adalah bentuk perlindungan atau kebaikan."
Uriel mengangguk bangga, "Putraku memang cerdas," pujinya, "Mereka sama-sama melakukan pembunuhan, tapi karena posisi mereka berbeda, orang-orang melihatnya dari sudut pandang berbeda pula."
Betul. Hidup itu dipengaruhi oleh persepsi seseorang dalam mengolah informasi, dan tiap orang tentu memiliki persepsi serta pemahaman yang berbeda-beda. Mereka yang memiliki suara terbanyak akan menang. Walau seseorang membunuh orang lain sebab orang tersebut telah berbuat hal tak mengenakkan padanya, tapi jika sebagian besar orang-orang yang lain mempersepsikan tindakan pembunuhan itu adalah bentuk kejahatan, bukan perlindungan diri, maka itu adalah kejahatan.
Jahat atau baik suatu tindakan, itu tergantung sebaik apa kita menarik orang-orang untuk berpihak pada apa yang kita lakukan. Meyakini mereka bahwa itu adalah kebaikan, walau sebenarnya itu merupakan kejahatan. Atau bagaimana kita bisa mempersuasi pikiran orang lain agar mereka percaya bahwa yang dilakukan oleh musuh kita adalah kejahatan, walau sebenarnya itu adalah tindakan baik.
"Dan putraku pasti bisa menempatkan dirinya sendiri di posisi yang aman," ujar Uriel. Bibir tersenyum yakin. Tiga tahun lebih mereka sudah bersama. Meskipun ia sering keluar dari mansion untuk bekerja, tapi bukan berarti Edeth lepas dari pengawasannya. Lagipula, sejak dulu, dia tahu Edeth adalah anak yang pintar. Anak ini tahu benar cara untuk membuat dirinya disukai oleh orang-orang. Lalu, memanfaatkan orang lain untuk melakukan apa yang seharusnya ia lakukan.
Kedua tangan Edeth saling terjalin. Tatapan mata, tertuju ke arah sana. Kemudian, kembali bertanya, "Uriel, kalau ternyata aku tidak memiliki Elemen, apa kau akan malu?"
Helai hitam itu Uriel usap pelan, "Punya Elemen atau tidak, itu bukanlah hal yang penting. Tidak semua masalah harus diselesaikan dengan Elemen. Karena kau adalah anak cerdas, walau tidak memiliki Elemen sekali pun, kau akan tetap bisa bertahan hidup."
KAMU SEDANG MEMBACA
NEW LIFE
FantasyAku lahir kembali. Di dunia yang benar-benar berbeda dari dunia sebelumnya. Menerima nama baru. Keluarga baru. Takdir baru. Namun, dengan semua ingatan yang masih terekam jelas di kepala, tidakkah Mereka yang menghidupkan aku kembali melakukan kesal...