"Wah ..."
Ia menoleh ke sana kemari. Orang-orang ramai berlalu-lalang. Penjual-penjual yang berada di kiri-kanan jalan. Toko-toko yang terbuka. Suasana kota yang dulu hanya bisa ia lihat dari jauh berhubung ia tidak bisa berada di kerumunan.
Tangan kanannya diraih untuk digenggam.
"Jangan sampai terpisah dariku, mengerti?" ujar Elnathan.
"Iya."
Sesekali beberapa anak berlari melewati mereka. Tersenyum lebar atau tertawa lepas. Suara seorang wanita yang berseru memanggil anaknya, obrolan-obrolan ramah antar satu sama lain, seruan penjual untuk menarik perhatian para pembeli.
"Ingin ke mana dulu?" tanya Elnathan, "Ada beberapa toko kue yang enak di sini. Atau Edeth ingin beli pakaian? Mainan? Aksesoris? Ingin apa?"
"Brother El, gendong."
Karena terlalu banyak orang yang berada di jalan utama, dia tidak bisa melihat dengan jelas toko-toko yang ada. Elnathan menurut. Mengangkat tubuh itu, naik ke dalam gendongannya. Satu tangan Edeth melingkar di belakang lehernya. Mata besar berwarna merah berbinar melihat ke sekeliling. Kali ini sekitarnya tampak lebih jelas.
"Wah ..."
Elnathan terkekeh.
Telunjuk Edeth terarah ke salah satu toko. Tangan satunya menepuk-nepuk pundak Elnathan dengan cepat, "Ke sana. Ke sana."
Satu toko dengan tampilan manis berwarna pastel. Beberapa gambar roti dan cake terpajang di jendela. Ngomong-ngomong, Edeth jadi teringat cream puff dan parfait yang dipersiapkan oleh Asgar untuk ia bawa pulang. Berhubung sehabis dari Istana, dia tidak sadarkan diri, semua itu siapa yang makan ya?
Mereka masuk ke dalam toko tersebut. Isi dalamnya tidak terlalu ramai. Mayoritas diisi oleh gadis-gadis kecil yang datang bersama Ibu atau Kakaknya. Perhatian Edeth teralih ke pegawai toko yang menyambut mereka. Seorang pria dengan rambut merah bata dan bermata cokelat terang. Tersenyum lebar, menanti pesanan.
Mereka menghabiskan waktu sejenak di sana, untuk membuat perut kenyang. Mengisi tenaga sebelum kembali mengelilingi kota. Uriel tidak mengatakan dia harus pulang jam berapa, jadi sepertinya jika mereka pulang di sore hari pun, semua akan baik-baik saja.
Setelah mengisi penuh perut, mereka kembali berkeliling. Edeth bisa melihat beberapa Ksatria penjaga di sekitar sana. Kadang ada yang sedang makan, ada juga yang sedang main kartu, dan kegiatan lain. Ia mendongak untuk melihat Elnathan yang tampaknya tidak terlalu peduli dengan keberadaan Ksatria-Ksatria itu.
"Ingin beli pakaian tidak?" tawar Elnathan.
Edeth rasa, itu bukan ide yang bagus, "Nanti saja. Bersama Rosa."
Dia ragu mereka berdua bisa memilih pakaian yang layak dan sesuai. Takutnya, nanti asal pilih dan ujung-ujungnya tidak terpakai. Jadi, lebih baik mereka pergi membeli ketika membawa orang yang lebih mengerti tentang pakaian yang harus Edeth kenakan.
Elnathan terkekeh. Mengerti akan maksud Edeth. Helai hitam milik Adiknya itu ia usap, "Kalau saja kita punya saudara perempuan, pasti untuk hal seperti ini tidak perlu repot membawa pelayan."
Senyum di bibir Edeth sontak memudar, "... Aku tidak mau punya saudara perempuan."
"Eh? Kenapa?" Perhatian yang lebih tua, langsung tertuju pada Edeth.
Bayangan seorang pemuda yang tersenyum lebar ke arahnya memenuhi ingatan.
'Athan, punya saudara laki-laki itu akan lebih menyenangkan!'

KAMU SEDANG MEMBACA
NEW LIFE
FantasiAku lahir kembali. Di dunia yang benar-benar berbeda dari dunia sebelumnya. Menerima nama baru. Keluarga baru. Takdir baru. Namun, dengan semua ingatan yang masih terekam jelas di kepala, tidakkah Mereka yang menghidupkan aku kembali melakukan kesal...