24. Selangkah lagi

301 46 4
                                    

Tak terasa sebulan sudah terlewati, dan selama itu Diana belum juga bisa menaklukkan hati beku Ares

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak terasa sebulan sudah terlewati, dan selama itu Diana belum juga bisa menaklukkan hati beku Ares. Entah freezer merk apa yang dipakai pria itu sampai-sampai begitu dingin dan sangat cuek. Sudah mirip dengan pinguin kutub utara. Sedangkan sahabatnya Sarah sudah berpacaran dengan Lingga, sungguh di luar ekspektasi.

Baru sebulan yang lalu sahabatnya yang berwatak pria itu mengeluh karena tidak memiliki pacar, malah sekarang Diana keduluan. Sarah dengan mudah mendapatkan Lingga, sedang ia sampai jungkir balik Ares tak kunjung menyatakan perasaan cinta atau semacamnya.

“Na, sadar gak kalo pak Erland dari tadi kayak liat ke sini terus?” Manda membuka suara di tengah-tengah kebisingan kantin.

Diana dan Sarah secara bersamaan menatap ke ruang khusus guru, dan benar saja jika Erland memang seakan terus menatap ke arah mereka.

“Gak, ah. Kan tau sendiri kalo mata pak Erland bermasalah.”

Manda menggelengkan tak setuju dengan pernyataan Diana. “Liat dulu, emang ngeliatin kita.”

“Mungkin gara-gara kacamata pak Erland warna hitam, jadi kesannya kayak ngeliatin kita.”

Diana mengangguk-angguk mendengar perkataan Sarah, ia berpikiran sama. Sepertinya hanya kebetulan saja gurunya menghadap pada mereka, jadi kesannya seperti menatap.

“Omong-omong besok kamu mau ikut nyumbang pertunjukan, nggak?”

Dua hari lagi adalah ulang tahun sekolah, di hari itu sekolah mengadakan acara

“Gue nggak, sih. Apa yang harus ditampilin dari karate?” kata Sarah, ia memang sudah menggeluti dunia karate sejak duduk di bangku SMP.

“Harusnya ikut, kapan lagi bisa nonjok orang dengan gratis.”

Sarah terkekeh akan ucapan Manda. “Lo?” tanyanya pada Diana.

Diana hanya menaikkan bahunya. “Apa yang dibanggakan dari anak wattpad si tukang halu?”

“Manda ikut?” tanya Diana pada Manda  kemudian.

“Ikut, pasti nanti banyak yang jatuh cinta sama tari Srikandi ala Manda.”

“Palingan juga si Dodon yang kepincut,” ejek Sarah.

Setelah namanya disebut, tiba-tiba saja Dodon muncul.

“Pantes telinga orang tampan panas, lagi diomongin ternyata.”

***

“Kak Ares kenapa susah banget, sih, dibikin jatuh cinta?” heran Diana, “jangan-jangan homo beneran lagi.”

“Semabarangan aja lo kalo ngomong.”

“Ya habisnya gak pernah ngungkapin cinta ke Diana, kan gak normal.”

“Emang harus jatuh cinta sama lo baru dikata normal?”

Diana mengangguk tegas. “Iya, soalnya semua cowok di SMA Vishaka jatuh cinta sama Diana kecuali kak Ares!”

“Gue nggak, tuh!” Dengan santainya Akash menyahuti dan membuat Diana merasa kesal.

“Kak Akash lebih baik diam aja, deh.”

Sedang Ares tersenyum tipis mengejek gadis di depannya yang sejak tadi mengoceh tak jelas, padahal sudah ia katakan jika dia tidak mudah jatuh hati.

“Harusnya yang diam lo, Diana. Berisik.”

***

Diana menghentakkan kaki sepanjang koridor karena sangat kesal pada Ares yang membela Akash daripada dirinya, sungguh menjengkelkan. Ia terus saja mengomel sepanjang jalan hingga ia tiba di kelas, dilihatnya Sarah sedang diapeli oleh Lingga dan itu menambah kekesalan Diana.

“Kelas bukan tempat pacaran, ya, mohon maaf!” sindirnya lalu duduk di sebelah Manda.

Sarah memutar bola matanya, ia tahu dengan jelas jika sahabatnya itu sedang dalam mood yang buruk. Sarah tebak pasti karena Ares, siapa lagi yang bisa membuat Diana begitu kecuali si pria es.

“Kenapa datang-datang langsung marah-marah?”

Seketika raut Diana berubah, yang awalnya terlihat badmood sekarang malah menampilkan wajah heran. “Emang Diana kenapa? Kapan marahnya?”

Kini Sarah yang terlihat bingung, jelas-jelas baru saja Diana marah-marah tak jelas. Tapi sekarang sang sahabat malah memasang wajah sumringah dan terlihat senang.

“Mau ke mana?” tanya Manda melihat Diana berdiri dari duduknya.

“Ketemu kak Ares.”

“Tapi lo barusan ketemu,” ungkap Sarah.”

“Kapan? Diana dua hari ini belum ketemu kak Ares sama sekali.”

Gadis itu kemudian beranjak pergi dengan langkah riang, meninggalkan teman-temannya yang menatap aneh dirinya. Akhir-akhir ini Diana memang seringkali bertingkah aneh, seperti melupakan kejadian yang baru saja terjadi.

***

Di tangga Diana bertemu dengan guru fisikanya, Erland juga menuruni tangga sama seperti yang ia lakukan.

“Apa ada orang di belakang saya?”

Diana mengangguk dengan cepat. “Ah iya, Pak.”

“Diana?”

Diana mengangguk lagi. “Saya, Pak.”

“Kamu mau ke mana? Bel masuk, kan, bentar lagi bunyi.”

“Hah? Perasaan barusan bel, Pak.” Diana cepat-cepat memeriksa jam yang melingkar di tangannya, dan benar saja waktu istirahat akan segera berakhir.

“Cepet banget.”

Erland tersenyum mendengar gumaman muridnya itu. “Ya sudah kamu cepet urus urusan kamu sebelum belnya bunyi.”

Setelah sampai di lantai bawah, Diana malah naik lagi.

“Gak jadi, deh, Pak. Saya ke kelas aja.”

Setelah Diana beranjak pergi, satu sudut Erland terangkat. Ia memegang erat tongkatnya seakan ingin mematahkannya.

“Ah, selangkah lagi.”

Erland melangkah selangkah belok kiri dan tepat berada di depan ruang guru.

Erland melangkah selangkah belok kiri dan tepat berada di depan ruang guru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jum'at, 20 Agustus 2021

Selamat membaca dan semoga terhibur 🖤
jangan lupa vote dan komennya ya gais

Brass MonkeysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang