Diana berlari menyambar tasnya tatkala bunyi klakson berbunyi dari depan rumahnya, melangkah dengan cepat keluar kamar menuruni tangga. Ia melihat Sera mamanya sedang menyiapkan sarapan, dan papanya yang sudah duduk anteng di meja makan. Diana mendekati kedua orang tuanya.
“Ma, Pa, Diana langsung berangkat, ya.”
“Lho, Nak. Sarapan dulu baru berangkat.” suruh Darren, papa Diana.
“Enggak, Pa.” kata Diana mendekati papanya lalu berbisik, “calon pacar Diana gak suka nunggu, nanti marah-marah.”
Darren tertawa mendengar bisikan anaknya, ia melirik istrinya sejenak dan tersenyum. Ia mendengar dari Sera jika anak mereka yang cantik itu sedang jatuh cinta pada pria berhati dingin di sekolahnya.
“Ya udah kalo gitu, ini uang jajannya Papa tambahin.” Darren mengeluarkan uang berwarna biru dari dompetnya diberikan pada anaknya.
“Makasih, Pa.” Diana menyengir memperlihatkan gingsulnya.
Gadis itu lalu menyalami tangan kedua orang tuanya untuk berpamitan.
“Mama buatin bekal, ya.”
Diana menggelengkan kepalanya menolak, “Nanti si beruang kutub marah-marah kalo kelamaan nunggu.”
Tiiit Tiiit!
Diana terkekeh saat mendengar suara klakson Ares terdengar begitu nyaring, sudah ia katakan jika Ares sangat tidak suka menunggu. Ia pun mengucap salam lalu beranjak cepat menyamperi Ares yang mungkin sudah ingin memakannya.
“Bertapa lo?!” sembur Ares pada Diana yang baru saja membuka pagarnya.
“Jangan marah-marah terus, Kak. Gantengnya ilang nanti.” nasihat Diana.
“Bodo amat, naik cepetan!” Diana dengan cepat naik ke jok belakang motor sport milik Ares.
Sebelum Ares melajukan motornya, Akash tiba-tiba saja lewat di depan mereka.
“Suram sekali pagi hari ini epribadeh! Teman saya sudah jemput cewek, sedangkan saya gandengannya aja belum ada!”
🐳🐳🐳
Sekolah mulai ramai, Ares dan Diana baru saja sampai. Disusul Akash di belakangnya, pria gila itu berboncengan dengan Asep yang ia temui di halte depan.
“Bisa bukanya?” tanya ares melihat Diana kesusahan membuka helm.
Diana menggeleng dan berucap lirih, “Gak bisa.”
Pria itu lantas mendekat dan membukakan helm gadis itu, Ares memasang wajah jutek andalannya. Tapi anehnya ekspresi itu malah membuat Diana terpaku mleyot-mleyot, ketampanan Ares benar-benar mengalihkan dunia gadis itu.
Diana bernafas sedikit lega, saat Ares sudah membantunya membuka helm. Sambil memegangi dada, ia menatap pria itu yang mulai berbalik dan beranjak meninggalkannya.
“Mentang-mentang cakep, bikin sayang sembarangan.”
🐳🐳🐳
Ares menatap malas pak Budi, yang sedang menerangkan rumus-rumus yang sangat belibet baginya. Selain Diana, matematika adalah hal yang juga sangat merepotkan untuk Ares.
“Baik, ada pertanyaan?” tanya pak Budi, namun tak ada yang merespon.
“Oke, karena tidak ada yang menjawab, saya anggap semuanya bisa. Kerjakan modul halaman seratus dua yang esai, nanti kita koreksi bareng-bareng. Saya tinggal sebentar.”
Setelah pak Budi meninggalkan kelas, seisi kelas langsung rusuh. Beberapa tidak lagi berada di kursinya, melainkan berkelana ke sana ke mari mencari contekan.
“Matematika, gue mohon dengan sangat! Gue bukan psikiater, jadi tolonglah! Selesaiin masalah lo sendiri, jangan jadi beban pikiran gue!” cecar Lingga sambil menunjuk-nunjuk bukunya.
Ares yang berada di sebelah Lingga tidak menghiraukan sahabatnya itu, ia memilih untuk menelungkupkan wajahnya ke jaketnya yang berada di atas meja.
Galang kemudian lewat dengan cara berjalan aneh yang sengaja ia buat-buat, dia mengaku sebagai makhluk yang ditugaskan untuk memberantas kegoblokan manusia di bumi.
“Innalilahi wainnailaihi raji’un, telah meninggal semangat belajar Lingga.” Galang lalu berjalan ke depan kelas dan berkata, “Ada yang mau ikutan giveaway? Lingga mau giveaway permasalahan hidupnya.”
“Dua tiga batu ginjal, bacot kau Dajjal!” semprot Akash yang terlihat fokus pada game online-nya.
Lingga mendengus lelah, kenapa hidupnya harus dikelilingi oleh orang-orang yang hilang kewarasannya.
Ares berdiri dan menyampirkan jaketnya di bahu, memberi isyarat pada Lingga untuk mengikutinya.
“Gak usah didenger, otak mereka menguncup.”
🐳🐳🐳
Siang ini matahari bersinar dengan teriknya, Ares yang awalnya ingin bolos di rooftop menggagalkan niatnya. Dan berakhir ke warung belakang saja, sekalian ngopi kata Lingga. Sudah satu jam lebih mereka berdua di sana, karena sebentar lagi jam istirahat berakhir, Ares dan Lingga memutuskan untuk kembali ke sekolah.
Mereka menyudahi rokoknya dan menghabiskan kopi, lalu berjalan menuju pagar pembatas. Memanjat pagar lalu melompat, hingga mendarat mulus di atas rerumpun halus yang sengaja di tanam oleh tukang kebun.
“Res, si Akash ke kantin duluan katanya.” cakap Lingga diangguki Ares.
Beriringan langkah menuju lorong, yang akan tembus dengan gudang dan juga ruang kesenian, belum sampai ke lorong, Ares melihat keanehan pada tumpukan kardus yang berada tidak terlalu jauh darinya.
“Lo duluan aja, entar gue nyusul.” kata Ares diiyakan Lingga.
Setelah sahabatnya itu sudah pergi, barulah Ares melangkah ke tumpukan kardus itu. Semakin dekat, ia mendengar suara tangis sesenggukan yang sedikit familiar. Ares semakin mendekat, yang ternyata di balik tumpukan kardus itu ada seorang gadis yang sedang jongkok membelakanginya.
Ia mengernyitkan keningnya karena wanita itu terlihat benar-benar sangat familiar, semakin Ares mendekat semakin Ares yakin jika gadis itu adalah gadis yang menggilainya akhir-akhir ini. Sedetik kemudian mata Ares membola, ia kaget sekaget-kagetnya melihat gadis itu melukai tangannya dengan silet tajam.
Dengan keras Ares menahan tangan gadis itu yang sudah membuat banyak luka di lengannya sendiri, Ares membuang silet tajam itu jauh-jauh dan menghentak kasar si gadis ke dinding tembok.
“DIANA! LO NGAPAIN, HAH?!!”
🐳🐳🐳
Jum'at, 23 April 2021
halo, I'm backkkkk!
Makasih buat yang udah baca cerita ini, yang vote dan komen makasih dukungannya.dukung terus cerita aku yang ini ya, jangan lupa mampir juga ke cerita aku yang lain. di jamin seru dan bikin nagih. thanks.
selamat membaca dan semoga terhibur 🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Brass Monkeys
Genç KurguAres G. Syahreza namanya, jangan tanyakan parasnya, karena kalian akan mati ditempat jika melihatnya langsung. Dia dingin dan tak tersentuh. Diana bilang, Ares lebih dingin dari Es krim coklat kesukaannya. Ares tak pernah tertawa, berbicara saja ja...