Ares terlonjak kaget saat dengan tiba-tiba seseorang dengan helm yang terlihat longgar terpasang di kepala, menghalangi Ares yang baru saja akan keluar pagar. Ares menatap gadis itu tak suka.
“Minggir!”
Diana menggeleng pelan, membuat Ares jengah. Benar-benar gadis itu, sejak kehadirannya kehidupan Ares yang tentram damai menjadi tak tenang lagi.
“Kak Ares udah jatuh cinta kan ke Diana?”
Alis Ares naik sebelah mendengar kepedean gadis itu, “Sejak kapan gue jatuh cinta sama lo?”
“Sejak tadi malam, sejak kak Ares balas chat Diana.”
Ares tak habis pikir, bisa-bisanya Diana menyimpulkan begitu. Ares hanya membalas pesannya, bukan perasaannya.
“Lo halu? Lo pikir dengan gue balas chat lo artinya gue suka sama lo?”
Diana mengangguk membenarkan perkataan Ares, sedangkan pria itu menatap Diana dengan pandangan tak terbaca.
“Sinting!” Ares lalu menjalankan motornya melewati Diana.
Belum sempat lewat, jaket Ares sudah di tarik gadis itu.
“Mau lo apa, sih?”
“Ya udah, kalo emang belum jatuh cinta gak papa.”
“Hm, lepasin jaket gue.”
“Em ... Kak Ares, boleh Diana nebeng?”
“Gak!”
Diana menarik-narik jaket pria itu, “Mama papa Diana udah berangkat, Diana gak ada yang antar.”
“Urusannya sama gue apa?”
“Nebeng ya, Kak.”
“Gak! Lepasin gue!”
“Kak, Diana gak yang antar. Nebeng ya ya ya!” Gadis itu memasang wajah melasnya.
“Udah lah Res, minta nebeng doang, kok. Bukan minta dinikahin.” ujar Akash di belakang Ashoka.
“Nah itu, kalo diturutin bisa-bisa dia minta nikah juga nanti.”
Bunyi klakson beruntun berbunyi, Lingga belum keluar pagar karena Akash yang masih di depannya.
“BELUM NYAMPE LAMPU MERAH ELAH, UDAH MACET AIA!” teriak Lingga.
Mendengar teriakan menggelegar itu, Ares mendengus lalu melirik Diana.
“Naik!”
Mata Diana seketika berbinar, tanpa pikir panjang ia berniat naik. Tapi niatnya itu urung dilakukan. Ares yang sudah menunggu melirik gadis itu lagi karena tak kunjung naik ke motornya. Lagi-lagi nafas jengahnya terdengar, Ares lantas membuka jaketnya.
“Deketan sini!”
Ares melingkarkan jaketnya ke pinggang Diana, sehingga terbit sudah senyum di bibir gadis itu.
Diana lantas naik dan membenarkan duduknya, motor Ares sangat besar hingga ia kesusahan. Tapi tidak apa-apa, yang penting bisa boncengan sama Ares. Hanya itu yang ada di pikiran Diana, bahkan ia rela pagi-pagi udah stay di depan pagar rumah Akash untuk menunggu Ares keluar.
Saat lewat di rumahnya, Sera mama Diana keluar pagar dan membawa sebuah rantang berwarna hijau.
“Nak, bekal kamu ketinggalan!”
Mampus! Diana menepuk jidatnya, kenapa juga mamanya pake acara keluar rumah. Ketahuan sudah bohongnya pada Ares tentang ia tidak ada yang mengantar ke sekolah.
“Gak usah, Ma. Bekalnya kasih papa aja!” teriak Diana karena sudah agak jauh rumahnya.
Senyum Ares terbit melihat raut wajah Diana dari kaca spion, wajah gadis itu terlihat aneh setelah ketahuan membohonginya.
“Lo bohongin gue?” tanya Ares dengan nada yang seakan tak terima.
Diana merapatkan bibirnya, kegep berbohong itu sangat memalukan.
“Enggak kok, tadi itu tante Diana.” Diana meminta maaf pada mamanya dalam hati karena tidak diakui.
Ares tambah menahan tawanya, jelas sekali bohongnya.
“Kalo tante, kenapa panggilnya mama?”
Diana tambah mati kutu, bibirnya mengerucut karena Ares mengetahui kebohongannya.
“Iya Diana ngaku bohong,” Gadis itu terlihat memberengut, “tapi kan biar bisa boncengan sama kak Ares ....”
Ares tersenyum mendengar ungkapan gadis itu, setelahnya ia tidak lagi mempermasalahkannya. Ia benar-benar fokus menyetir tanpa membuka suaranya lagi.
Hingga sepasang tangan mungil melingkar di pinggangnya, Ares melihat ke perutnya, tangan Diana melingkar sempurna di sana. Lalu diliriknya lagi kaca spionnya, ingin melihat raut Diana. Ares terkekeh saat gadis itu memejamkan mata kuat-kuat, mungkin takut ia semprot.
Merasa Ares tak marah, Diana lantas menyandarkan kepalanya di punggung lebar pria yang sudah sangat menarik perhatiannya itu.
Nyaman, itu yang Diana rasakan. Matanya terpejam, menikmati semilir angin pagi yang terlihat ikut senang melihatnya bahagia.
🐳🐳🐳
Diana mengembangkan senyumnya, senyum yang akhir-akhir ini selalu menjumpai Ares. Dan mungkin sudah mulai terbiasa, walaupun masih sedikit risih.
“Gak capek?” tanya Akash pada Diana yang sudah duduk di depan Ares.
“Capek, sih. Tapi mau gimana lagi, namanya juga cinta, kak.”
Ares melirik sebentar ke depan, seakan tahu ke mana arah pembicaraan dua makhluk di hadapannya.
“Cinta boleh, tapi jangan bodoh.” timpal Lingga yang baru saja datang.
“Ares itu homo,” lanjut Lingga.
Mata Ares melotot, lalu melempari kotak susu pemberian Diana yang baru saja dihabiskannya.
“Kalo ngomong suka bener,” ujar Ares membuat teman-temannya termasuk Diana tersentak kaget.
“Jadi, selama ini, lo?” Akash menunjuk Ares dengan ternganga, lalu menutup mulut saking terkejutnya.
Ares mencebik, “Selera humor lo buruk, ya.”
Akash dan Lingga tertawa terpaksa, “Terserah!”
“Kak Ares sekali bercanda langsung bikin jantungan, ya.” ujar Diana memaksakan senyumnya.
Ares yang melihat respon itu mengangkat bahu, kemudian lanjut makan ciki-ciki yang juga diberikan oleh Diana.
“Tapi tetep aja bikin Diana jatuh cinta.”🐳🐳🐳
Selamat membaca dan semoga terhibur 🖤🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Brass Monkeys
Roman pour AdolescentsAres G. Syahreza namanya, jangan tanyakan parasnya, karena kalian akan mati ditempat jika melihatnya langsung. Dia dingin dan tak tersentuh. Diana bilang, Ares lebih dingin dari Es krim coklat kesukaannya. Ares tak pernah tertawa, berbicara saja ja...