Langit Jakarta terlihat begitu indah malam ini, bintang-bintang memenuhi atap bumi tanpa tiang itu. Malam ini sekolah mengadakan acara untuk merayakan hari ulang tahun sekolah yang ke-45, dan setiap kelas harus menunjukkan keterampilannya masing-masing.
Terlihat Diana sedang bercanda ria dengan Manda dan Sarah yang sembari menikmati pertunjukan dari kelas lain, mereka menikmatinya. Acara diadakan di hotel berbintang di tengah-tengah kota, semuanya terlihat bersemangat.
“Na, temenin ambil salad, ya.” Manda menarik pelan tangan Diana untuk mengikutinya ke meja yang berada di ujung.
Mata keduanya berbinar melihat banyak makanan yang sungguh menggugah selera, sekolah benar-benar tahu selera anak muda jaman sekarang.
“Rasanya mau makan semua,” tutur Diana.
Manda mengangguk menyetujui. “Boleh bawa pulang, gak, ya.”
Tiba-tiba sesuatu menyentuh kaki Manda, rupanya ia terkena tongkat guru fisikanya.
“Pak Erland mau ke mana?”
“Manda, ya?”
“Iya, Pak.”
“Bisa bantu saya?” pinta Erland.
“Bantu apa?”
“Tolong ambilkan kaca mata saya di ruang melati nomor lima belas. Bisa?”
“Ah iya, Pak.” Manda mengiyakan, merasa kasihan karena tanpa kacamata penglihatan gurunya itu benar-benar tidak berfungsi.
“Terima kasih, saya tunggu di sini, ya.” Erland mencari kursi terdekat lalu duduk, “ruang melati ada di lantai dua, terus nanti ke lorong tiga.”
Manda dan Diana lantas beranjak pergi untuk mengambilkan kacamata sang guru.
***
Tepuk tangan meriah terdengar setelah perwakilan dari kelas kelas XII IPS merampungkan penampilannya. Semakin malam semakin seru acara ini, membuat para murid sangat antusias.
“Sebelum melanjutkan ke penampilan kelas selanjutnya, kita selingi dengan tari Srikandi Mustakaweni dari penari kita, Manda Kalliste kelas sebelas dan Bellina Isabella dari kelas sepuluh.”
Suara tepuk tangan kembali menggema saat Bellina muncul, namun tidak dengan Manda. Gadis itu belum juga datang dalam berapa saat, sampai pembawa acara memanggilnya lagi barulah Manda terlihat.
“Sepertinya penari kita sangat gugup teman-teman. Oke, inilah penampilan tari Srikandi Mustakaweni!”
Manda tersenyum dan menaiki panggung, sejenak ia memperbaiki selendangnya agar tidak terlihat buruk. Saat musik berputar mengiringi, Manda dan Isabella pun melancarkan aksinya.
Benar saja, pertunjukan tari Srikandi membuat Manda merasa menjadi ratu untuk sebentar. Semua pandangan mengarah padanya, suara gemuruh pun dari teman sekelas terdengar menyemangatinya. Tak berbeda dengan Bellina, adik kelas itu juga menjadi sorotan karena chemistry yang sama kuatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brass Monkeys
Teen FictionAres G. Syahreza namanya, jangan tanyakan parasnya, karena kalian akan mati ditempat jika melihatnya langsung. Dia dingin dan tak tersentuh. Diana bilang, Ares lebih dingin dari Es krim coklat kesukaannya. Ares tak pernah tertawa, berbicara saja ja...