Bab 47

1.1K 92 0
                                    


Tempat persembunyian Zera dari kejaran tugas kerajaan ialah ruang peristirahatan yang dikhususkan untuk sang ratu. Hari itu ia mendengar bahwa para lady mencari-carinya juga untuk berdiskusi tentang kehadirannya dalam pesta di kediaman mereka.

"His Majesty datang!"

Zera tersentak atas kedatangan suaminya yang mendadak. Posisinya saat itu sedang melepas alas kakinya dan juga sarung tangannya. Tubuhnnya tersender di salah satu sofa dengan bagian dadanya yang condong ke depan. Terlihat menggoda tanpa disengaja.

"Zera, mengapa kau sendirian di ruang ini? Ke mana dayang dan para pelayanmu?" ucap Lucien agak ketus.

"Astaga! Kau kenapa ada di sini?" tanya Zera langsung mencari sepatu dan sarung tangannya. Ia melemparnya terlalu jauh tadi ketika terburu-buru melepasnya.

"Tidak ada tempat di istana ini yang tak bisa aku masuki. Kau lupa itu?" Sikap congkak pria itu menyerang.

Kepala Zera terangguk. Lucien pasti dalam keadaan lelah. Dia butuh energi tambahan.

Lucien melangkahkan kaki untuk mendekat ke arah sang istri. Ia duduk di samping Zera dan hanya terdiam. Zera yang begitu peka menyadari maksud sang suami, segera membuka beberapa kancing gaun atasnya dan menyodorkan lehernya ke arah bibir Lucien.

Tatapan mata Zera berkilau penuh kepasrahan dan kasih sayang, dari bibir mungilnya muncul sebuah kalimat. "Kau lelah, kan? Sudah lama kau tak meminum darahku."

Meskipun Lucien berasal dari bangsa Vampire. Ia bukanlah Vampire yang pada umumnya selalu membutuhkan darah dan tak dapat terkena sinar matahari. Kekuatan besar yang ada dalam dirinya itulah yang membuatnya seperti itu. Pria itu benci dengan pikiran bahwa ia memanfaatkan wanita yang ia cintai.

"Tidak," geram Lucien berat.

Zera merasa tersinggung dengan penolakan itu. "Mengapa kau menolak darahku? Kau ingin minum dari wanita lain?"

Lucien melotot. "Tidak mungkin."

Zera mendekatkan tubuhnya dan memeluk Lucien. "Jika aku yang menginginkannya bagaimana?" Lucien terangsang akan perkataan sang istri. Nalurinya mulai bermain. Ia tak akan menolak kesempatan emas yang diberikan oleh Zera.

Lidah Lucien yang lembut menjilat-jilat leher Zera. Tubuh Zera secara tidak langsung bergetar merasakan rangsangan. Dua gigi taring Lucien perlahan menancap pada leher wanita itu.

Zera mengeluarkan erangan kala tekanan pada lehernya semakin berat. Ia memejamkan mata. Perasaan yang tak bisa dijelaskan dengan perkataan, melainkan harus dengan tindakan. Lucien turut terpejam merasakan kenikmatan darah Zera yang begitu candu.

Menit-menit pun berlalu.

"Luc... A-aku rasa cukup—" Lucien tak menggubris apa yang Zera ucapkan. Zera menggigit kecil daun telinga Lucien untuk menyadarkannya.

Mata Lucien terbuka, ia segera menyudahinya dan mundur dengan terengah-engah. "Maaf." Sisa darah menetes dari bibirnya.

"Tidak apa-apa." Elusan hangat Zera menyentuh pipi Lucien. Lucien menjilati sisa darah yang masih mengalir dari leher sang istri.

Wajah Zera merah merona sebagai hasil dari apa yang mereka perbuat. Napasnya menjadi tidak menentu.

Zera dapat merasakan sesuatu yang semakin besar menyentuh pahanya. "Sayang...." Suara Lucien penuh desakan dan parau.

"T-tapi ini ruang istirahat. Mereka yang di luar bisa mendengarkan kita." Zera ketakutan hanya dengan membayangkan kegilaan Lucien.

Lucien bangkit dan menggedor pintu guna mengusir semua penjaga di dekat ruangan itu. Ia kembali pada Zera secepat kilat.

I Married the King Who Burns Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang