Bab 9

2.8K 205 0
                                    


Batu-batu kerikil yang dilewati oleh barisan kerajaan melompat-lompat saling bersinggungan. Kedamaian Lucien yang tengah mengamati cara istri mungilnya tidur pada dadanya membuatnya terhibur. Fakta yang benar-benar menjadi kenyataan. Tiba-tiba kereta kuda berhenti tanpa perintah dari sang raja. Terdengar bunyi ketukan ringan sebanyak tiga kali pada jendela.

"Your Majesty, ada sedikit gangguan yang menghalangi jalan di depan sana." Tunjuk Marcoxius mengerakkan kepalanya.

Lucien mengerutkan kening tanda tak suka dengan berita yang disampaikan. "Apa itu?"

"Ada seorang gadis yang terluka dan tak sadarkan diri, jika dilihat-lihat gadis itu berasal dari bangsa Werewolf."

"Singkirkan siapapun yang menghalangi jalan!" geram Lucien sepelan mungkin. Ia hampir berteriak kesal. "Dan awasi orang misterius itu, bisa saja merupakan jebakan musuhku." Pria itu menundukan kepala dan memperhatikan Zera. Ditepuknya pelan-pelan punggung Zera agar semakin terlelap dan tak bangun dari tidur manisnya.

"Baik, Your Majesty." Marcoxius mengangguk hormat.

Pipi yang bergesakan pada dada sang suami selama itu, meninggalkan bekas garis-garis di sebelah wajahnya. Kuapan kantuk keluar dengan mudahnya. Mulutnya menganga, matanya mengerjap-ngerjap. Tampang tegas dan tampan Lucien membuyarkan sisa-sisa ketidaksadarannya. Oh, ya. Aku bersuami sekarang.

Mata besar dan bulat Zera terkunci pada mata Lucien.

"Kenapa kita berhenti?" tanya Zera, "apakah kita sudah sampai?" Wanita itu melemparkan senyum manis. Hatinya bertanya-tanya kala mengingat akhir dari tujuan perjalanan.

"Tidak apa-apa."

Jari telunjuk Zera menunjuk-nujuk lengan Lucien: keras dan kencang. "Samar-samar aku mendengar seorang gadis terluka." Lucien tahu isi pikiran sang istri. Zera akan menjadi pahlawan kesiangan bagi siapa saja yang butuh pertolongan. Ia perlu melatihnya untuk belajar tak mencampuri masalah orang lain.

Berpaling dari Zera, Lucien menjauhkan pandangan ke arah luar jendela. Kemungkinan Zera akan merengek dengan beribu alasan yang melintas dalam benak lembutnya. "Marcoxius tengah menanganinya."

Menangkup wajah Lucien lalu merayu dengan kecupan pada hidung suaminya. Zera pantang mundur. "Your Majesty, kita harus menolong gadis itu apapun yang terjadi. Perasaanku mengatakan seperti itu, percayalah padaku." Benar tebakannya. Zera memulai serangannya.

"Aku mendengarkan." Lucien melipat tangan di dada. Perkara apa lagi yang akan dibuat istri yang sulit diatur ini. Zera menjauh agar dapat jelas membaca air muka sang suami.

"Seumpama kau bayangkan... jikalau gadis itu adalah aku. Apakah kau tak bersyukur bila seseorang menolongku?" Kata-kata itu coba diresap oleh Lucien. Ia mendengus hanya dengan bayangan perumpamaan apa yang terjadi pada Zera.

"Tidak akan ada seseorang yang berani menyentuh tubuhmu selain aku!" sahut Lucien menekankan perkatannya. Suaranya meninggi.

Zera begidik akan kemarahan spontan Lucien. Ia lebih berhati-hati dalam memilih kata, "Aku bilang seumpama... Aku mohon selamatkan gadis itu demi aku, Sayang." Pipi Zera merona mendengar tuturnya sendiri.

Rahang Lucien mengatup. Menimbang-nimbang risiko yang akan berhadapan kelak. Permintaan abstrak Zera memusingkan dirinya. "Marcoxius... bawa gadis itu ke kereta kuda belakang."

Zera menyelipkan lengan pada leher Lucien, menariknya mendekat. "Aku mendengar wilayah bangsa Werewolf tak jauh dari sini—kita antarkan pulang—lalu lanjutkan perjalanan," bisik istrinya seraya menghembuskan napas hangat pada telinga sang suami.

I Married the King Who Burns Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang