Bab 8

3.3K 216 0
                                    


Perjalanan yang semula direncakan berangkat keesokan harinya telah tertunda selama tiga hari. Penyebabnya karena istri sang raja dirasakan tak akan sanggup menempuh lima hari penuh atau lebih dalam kereta kuda apabila stamina tubuhnya terkuras. Lucien jelas mengambil bagian dari itu semua.

"Zera... bangun. Apa kita perlu menunda keberangkatan lagi?" Lucien memandang Zera yang menutupi diri dengan bantal. Semua ini salah Lucien dan gairah yang tak terbendungnya. Zera harus menanggung akibat dari percintaan yang penuh hasrat namun menguras tenaganya habis-habisan.

Zera melemparkan bantal. "Your Majesty, kau yang—menahanku! Pinggangku kaku dan aku kesulitan bergerak."

Kemarahan Zera justru menambah keinginan Lucien untuk kembali mengganggu istri mungilnya itu. "Kau juga menikmatinya, Istriku. Aku rasa lemparan bantal itu mengindikasikan pemulihan kekuatanmu."

"Kau tak kenal lelah. Staminamu bagaikan banteng yang menyundulku sepanjang hari," protes Zera bersungut-sungut. Jika Zera bangsa Iblis maka saat itu juga tanduk dari kepalanya mungkin telah mencuat keluar.

Lucien menyenggol bokong empuk Zera yang berbaring tengkurap. "Bukan banteng, melainkan seekor naga yang hidupnya abadi. Naga tak kenal lelah."

"Ya, tapi naga makhluk mitologi. Tak ada di dunia ini!" sembur Zera memperhatikan Lucien dari bahunya. Ia menumpahkan kekesalan dengan menendangkan kaki pada ranjang. Rasanya ia juga ingin memukul suaminya itu. Tapi niatnya terurungkan. Mengingat penjara bawah tanah siap menampung seorang wantita yang melukai Raja mereka.

Lucien berdiri di depan pintu. Ia mengusap kening dengan sebilah tangannya. "Aku tunggu kau di halaman, Zera. Cepatlah atau kau akan kutinggal," ancam Lucien. Segumpal otot pada rahangnya menegang. Kemudian keluar dari kamar itu.

"Kau menyebalkan!" seru Zera seraya mendengus. Ia tak bisa sendirian di istana tanpa suaminya. Bayangan Lady Vivianette yang menatap dipenuhi kebencian saja, membuatnya begidik.

Zera menengok dari jendela besar dan menemukan barisan prajurit yang berkuda maupun berjalan kaki berkumpul di halaman istana. Mereka membawa bendera kerajaan Breziad dan mengenakan seragam lengkap seakan siap berperang dengan siapapun yang melawan Raja mereka.

"Jasmine, tolong persiapkan segala keperluanku. Dan gaun berpergianku yang paling sederhana. Waktu kita sangat sempit." Zera melepaskan gaun tidur dan menerima kecekatan para pelayannya. Kuapan kantuk melanda dirinya.

Aku akan melanjutkan tidur di kereta kuda.

Dissy dan Fermid kembali beradu mulut menentukan gaun sederhana terbaik bagi sang ratu. Mereka tak ingin Zera berpenampilan biasa-biasa saja. Sang ratu panutan mereka dari arti kecantikan yang alami yang tak dibuat-buat.

"Dissy, gaun ini aku rasa cocok." Ia mengambil gaun satin kuning pastel yang berhiaskan renda di sekeliling leher.

Fermid sepertinya tak setuju. "Potongan leher gaun itu kurang rendah. Aku yakin His Majesty akan lebih suka yang ini." Mata nakal Fermid mengarah pada gaun sutra merah yang dipegangnya. Potongan gaun itu sangatlah rendah. Dada penuh dan ranum sang ratu pasti akan menarik perhatian Lucien.

"Demi kelangsungan penerus kerajaan ini." Dissy mengangguk dan matanya berkedip, "kalau begitu syal dari bulu tebal harus dipadukan. Aku khawatir Her Majesty akan kedinginan."

"Ah, ya, kau betul." Tepat percakapan mereka berakhir. Jasmine dan Gorgiana selesai memandikan sang ratu.

Kecekatan para pelayan dan kesederhanaan dandanan Zera membuahkan hasil memuaskan. Justru gaun tak berlapir-lapis itu meringankan gerakannya saat berjalan. "Hmm, aku rasa gaun ini terlalu—pendek bagian—lehernya."

I Married the King Who Burns Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang