Bab 13

2.1K 161 0
                                    


Suasana bertambah semakin runyam. Zera memutar bola matanya merasakan hawa panas dari balik punggungnya. Ia melepaskan diri dari sentuhan Alex dan mundur sebanyak dua langkah guna memberikan jarak. Lalu, memutarbalikkan kakinya dengan dagu terangkat dan senyuman terbaik yang bisa diberikan oleh jiwa lelahnya.

Superioritas dan rasa mendominasi yang berkobar-kobar dalam denyut nadi Lucien, memintanya untuk merengkuh Zera erat-erat dan membawanya pergi dari tempat itu. Apa yang ditangkap oleh matanya membuat kobaran api cemburu yang selama ini belum ia rasakan. Rasa kepemilikan pada jiwa dan raga istrinya.

"Kau diam disitu!" geram Lucien menyebrangi jarak antara ia dan istrinya. Hilang sudah tatapan lembut Lucien yang acap kali menggetarkan tulang-tulang Zera. Alex mendecakkan lidah dan segera menjauh.

Berusaha memberikan tanggapan santai tanpa kesan panik, Zera berkata, "Your Majesty, ada perlu apa kau datang kesini? Latihan dansaku belum selesai—"

"Semua sudah berakhir. Marcoxius, panggilkan Sebastian dan usir guru dansa itu dari kerajaan ini. Pastikan aku tak pernah melihat batang hidungnya dalam istana ini lagi." Nada rendah Lucien yang dipenuhi maskulinitas menggema. Ia memang tak terbantah.

Bahu Zera melemas karena kesempatannya untuk belajar akan berakhir. Lagipula, Barbara ialah orang yang dipilih oleh Lucien. Dimana letak kesalahannya? Zera memang letih namun ia masih dapat menahannya.

Seketika wajah Zera tampak murung bagaikan bunga layu. "Jika kau mengusir Barbara. Siapa yang akan melatihku berdansa? Aku kesulitan mendapatkan semua pelatihan ini. Aku perlu meminta izinmu akan semua yang terjadi di istana ini. Aku lelah—"

Lucien menangkupkan telapak tangan besarnya pada wajah sang istri. Ia mengangkatnya perlahan hingga kedua mata mereka bertemu secara sejajar. Menyentuh ringan hidungnya dengan hidung Zera dengan gerakan halus. "Dansa sialan itu. Aku sendiri yang akan menjadi gurumu. Kau mengerti?"

Alis Zera mengerut dalam-dalam. Bukan ini yang ia inginkan. Pekerjaan sang raja tak boleh terganggu hanya dengan masalah sepele seperti latihan dansa. "Oh, tidak. Waktumu begitu berharga. Aku tak sanggup mengganggu pekerjaanmu. Hmm... Aku bisa berlatih dengan Alex. Sungguh dia sangat mahir berdansa."

Pancaran binar pengharapan menusuk tepat ke arah jantung Lucien. Ia benci akan bayangan liarnya yang sedari tadi memenuhi kepalanya. Genggaman tangan Alex jemari lentik istrinya, lengan kokoh sang pengawal yang menopang punggung Zera. Dan yang terburuk ialah pandangan melindungi pada kilatan mata Alex. Sebagai pria ia pun kesulitan menafsirkannya.

"Tidak. Hanya aku yang akan melatihmu atau tidak sama sekali," sahut Lucien kali ini dengan nada yang benar-benar layaknya harga mati. Biasanya orang lain akan segera bertekuk lutut, namun beda halnya dengan wanita mungil keras kepala di dekatnya ini. Zera tak mendeteksi bahaya binatang buas yang mengamuk.

Mata Zera menyipit tajam, bibirnya mengerucut siap melawan kuasa Lucien yang ditancapkan ke dirinya."Aku tak suka caramu mengendalikanku—memerintah—melarang—dan membatasi pergerakanku. Aku ini istrimu bukan bidak caturmu," sembur Zera sambil menekankan jari pada otot-otot keras Lucien.

Barbara yang tengah diseret keluar, berteriak-teriak, suaranya melengking memohon perhatian, "Your Majesty, kau tak bisa mengusirku. Aku guru dansa terbaik bagi kalangan bangsawan di negerimu." Lucien mengibaskan lengan tanda tak acuh.

"Setidaknya perlakukan Barbara dengan lebih manusiawi. Kau sendiri yang memilihnya, bukan?" sindir Zera memalingkan wajah, mengintip dari atas bahu Lucien.

I Married the King Who Burns Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang