Bab 26

1.2K 106 0
                                    


Aroma tanah kering, tetumbuhan segar, bunga-bunga aneka bentuk dan warna, serta pohon rindang berhembus masuk melalui jendela kamar bersama sang surya. Dirasakan suatu benda bersemayam mengelilingi leher Zera. Ia mengusap kelopak mata dan menengok ke bawah sebelum bangun hati-hati. Secara spontan lengan wanita itu menghalau cahaya yang berpantulan riang pada benda di tubuhnya.

Seuntai kalung manis tampak menghiasi sekeliling leher ramping Zera. Liontin warna merah yang bertakhtakan batu mulia dengan rantai dari emas murni. Kilap cahaya dari tepian batu ikut menyinari pria besar yang tengah tidur telungkup di samping wanita itu.

Menggelengkan kepala dan menajamkan penglihatan. Zera menepuk bahu sang suami.

"Luc, ini pemberian darimu?" Zera memperlihatkan benda bernilai fantastis itu pada Lucien.

Lucien membuka sebelah mata, ia mengintip. "Iya, memangnya kau kira siapa lagi yang akan berani memasangkan benda itu di lehermu, Ra?" Air muka bangun tidur pria itu terlihat datar.

"Batu permata ini begitu indah, sama persis seperti warna matamu," ucap Zera sambil mengagumi kalung yang ia kenakan itu.

"Red Diamond adalah nama dari batu itu. Aku memberikannya sebagai hadiah untukmu." Lengan Lucien menopang kepalanya yang berbaring miring menghadap sang istri.

"Terima kasih banyak suamiku!" Kecupan wanita itu jatuh pada kening Lucien. Ia amat girang.

Perhiasan berumur ratusan tahun tapi tak sedikit pun memperlihatkan kecacatan. Salah satu dari sedikit benda berharga yang Lucien temukan. Pemilik sebelumnya seorang wanita cantik jelita yang belum pernah ia temui secara pribadi. Bahkan sebuah lukisan tidak pernah cukup bercerita mengenai kisah hidup sang pemilik terakhir.

Liontin kecil itu sepadan dengan sang pemilik baru. Tebakan Lucien sesuai target dan tak melesat jauh. Pertemuan pria itu dengan sang istri mengembalikan kejayaan dari keindahan benda itu. Zera layak mendapatkan pengakuan dari sang raja. Seluruh istana mungkin menerka benda itu—lenyap.

Pencarian yang Lucien lakukan menghabiskan durasi panjang yang nyaris tak berkesudahan. Menyerah bukan sesuatu yang ada dalam kamus hidup pria itu. Informasi yang minim dan ketakutan seluruh istana membuka mulut semakin mempersulitnya. Sang pengawal setia, Marcoxius yang mengambil andil banyak. Keramahan pria paruh baya itu menyentuh hati sebagian pelayan. Dengan pendekatan yang sesuai, mulut rapat mereka pun terbuka.

Zera mengigit bibir bawah. Ia was-was terhadap perasaan Lucien yang mungkin tersinggung. "Sebelum aku lupa akan hal penting. Aku ingin bertanya mengenai Pangeran Azrien yang terluka cukup parah. Bukankah dia sama sepertimu, yaitu bangsa Vampire?"

Sudut mata Lucien menyipit. "Sudah jelas, Azrien itu kan kakak tiriku. Satu ayah dengan ibu yang berbeda."

Dengan mengatur posisi duduknya di tempat tidur, Zera menyambung lagi, "Apakah di sekitar lukanya ada tanda-tanda dari senjata atau peluru yang terbuat dari perak?"

"Aku sama sekali tidak mendeteksi hal itu."

Zera memijat dagu menggunakan ibu jari dan telunjuk. Wanita itu berpikir keras. Kerutan pada dahi sebagai bukti. "Sungguh aneh, seharusnya Pangeran Azrien dapat menyembuhkan luka dengan sendirinya, Lucien."

Diam yang terjadi pada Lucien membuat Zera sanggup berbicara pembahasan lebih jauh dan mendalam. Ia menyimpan satu hipotesis sedari jauh-jauh hari, walaupun kebenaran masih harus dibuktikan.

"Apakah Lady Vivianette pernah dekat dengan pria lain sebelum menikah dengan Lord Frederick?" Rasa penasaran sang istri memaksa otak Lucien bekerja pada permulaan hari.

I Married the King Who Burns Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang