05.00 AM - kantor polisi
Sejak dua jam yang lalu, Vendra sudah berdiri di depan beberapa para polisi yang tengah menginterogasi dirinya.
Ia pun lama-lama tak bisa menahan emosinya, istrinya kini sedang terbaring lemah di atas kasur rumah sakit dan saat ini ia justru berada di kantor polisi karena ulah sahabat nya, Rafa.
Ya benar, itu tidak salah. Vendra kini sedang di interogasi oleh polisi karena Rafa yang telah mematahkan lengan mahasiswa kampus yang ia pergoki saat mem-foto Rauna di dalam kamar inapnya secara diam-diam.
Merasa tak tahan, akhirnya Rafa pun menarik lengan mahasiswa tersebut dengan kasar dan langsung memutar lengan tersebut hingga patah. Dan akhirnya, orang tua mahasiswa tersebut menyeret Rafa, Raka dan juga Vendra ke kantor polisi untuk meminta pertanggungjawaban.
"Ya Bapak lihat aja sendiri galeri laki-laki bangsat itu! Bisa-bisa nya dia ngambil foto secara diam-diam dan tanpa ijin, padahal itu termasuk pelanggaran privacy seseorang!" kesal Rafa tak henti-henti nya.
"Hey! Tau apa kamu tentang pelanggaran-pelanggaran, hah? Situ presiden? Sok-sok an di depan saya bahas hukum. Asal kamu tau ya, anak saya ini mahasiswa jurusan hukum! Mampus kalian semua sama saya," ucap Herman dengan sombong, yang diketahui bapak dari mahasiswa tersebut.
Mendengar hal itu membuat Raka tersenyum picik, ia ingin sekali menertawakan kesombongan bapak yang ada di hadapannya ini.
"Hellow! O em tu de ji, OMG?! Memang bapak kira saya ini copet bus antarkota? Atau, waria yang suka open bo? Huh, asal Bapak tau ya, saya ini Ka-ting dari anak Bapak! Saya juga lulusan Hukum, hellow?!" ungkap Rafa tak terima dengan nada ala-ala mengejek.
"Sudah-sudah cukup! Lebih baik kita tengahi saja masalah ini, bagaimana jika Mas Rafa memberi uang kompensasi dan Mas Angga meminta maaf pada Mbak Rauna dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan, gimana? Kalian ini sudah kuliah, bukan anak paud lagi. Harusnya kita jangan berdebat lagi, sudah mau subuh loh ini!" tengah salah satu Polisi yang menangani kasus mereka saat ini.
"Omaigat! Gue dipanggil Mas sama Om Polisi dong, ya ampun ya ampun gue malu," bisik Rafa pada Vendra dan Raka.
Sontak, Raka pun langsung memukul pelan lengan Rafa.
"Najis, cuih!" amuk Raka.
"Iya, Pak, bener kata Pak Polisinya! Lagian, ini semua juga salahku, Pak!" timpal Angga, mahasiswa yang menjadi akar masalah.
Setelah menimang kembali, akhirnya Herman pun menyetujui dan meminta maaf yang sebesar-besarnya pada Vendra dan titip salam pada istri nya, Rauna.
Begitupun dengan Angga, ia bahkan sujud ampun dihadapan Vendra. Ia mengaku, perbuatan nya memang salah dan pantas mendapatkan hukuman. Angga pun menolak uang kompensasi yang diberikan pada Rafa, sebagai rasa bersalahnya pada Rauna. Namun, Rafa bersikeras untuk memberikannya pada Angga.
"Udah ambil aja, uang gue ada banyak di rumah," acuh Rafa.
"Sekali lagi, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya ya Pak Vendra. Kalau begitu saya ijin pamit, permisi, Pak."
Setelah berpamitan pada polisi-polisi yang tengah berjaga, akhirnya Angga dan Herman pun pergi dari kantor polisi meninggalkan semua orang yang masih berada disana.
"Yaudah, gue mau balik ke rumah sakit. Lain kali, kalau mau patahin tangan orang tuh liat sikon! Bikin ribet aja lu," kesal Vendra.
"Aduh Mas Vendra jangan gitu atuh, kan aku jadi sedih nih," bujuk Rafa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Ka-ting ku!
Non-Fiction"Aku mohon Rauna, menikahlah denganku! Setidaknya, pikirkan keadaan bayi kita!" mohon Vendra. Mendengar permohonan Vendra, hati Rauna sedikit tersentuh. Ia menimang kembali tawaran Vendra untuk menikahi dirinya. Setelah berpikir panjang, akhirnya Ra...