Alessia dan William menuju ke daerah terpencil. Jauh dari daerah pemukiman, bahkan di sini tidak ada rumah sama sekali. Alessia tidak tahu ini tempat apa, William yang mengajaknya ke sini. Keadaan sekitar sudah mulai gelap. Pohon-pohon yang rimbun semakin menambah suasana mencekam. Jalan yang mereka lewati cukup kecil dengan kanan kiri pepohonan.
"Kita turun di sini Al."
"Untuk apa kita ke sini Will? Tempat apa ini? Bukankah kau mau menunjukkan padaku siapa itu Mr.Thomson?"
"Ikuti aku dan lihatlah sendiri." William turun dari mobil diikuti Alessia yang juga segera turun. Mereka berdua saling berpandangan tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dari tatapan William, Alessia tahu bahwa pria itu berusaha untuk meyakinkannya.
William segera menggandeng tangan Alessia dan mulai melangkahkan kakinya memasuki area hutan dengan jalan setapak yang sangat kecil. Tidak ada lampu penerangan sama sekali. William dan Alessia menggunakan ponsel untuk dijadikan alat penerang mereka.
Alessia semakin merasa tidak nyaman dengan sekelilingnya. William membawanya jauh masuk ke dalam hutan."Will, kau yakin ini jalannya?" tanya Alessia sembari menghentikan langkahnya. Melihat dengan teliti ke sekelilingnya.
"Sangat yakin Al." Tatapan mata coklat William lagi-lagi membuat Alessia terus merasa yakin dengan semua yang William utarakan.
"Sebentar lagi kita akan sampai," ucapnya dengan yakin.
Setelah beberapa meter mereka berjalan, Alessia menghentikan langkahnya ketika melihat sebuah cahaya yang sangat menyilaukan. Cahaya di tengah hutan? Sungguh ini sangat mustahil. Siapa orang gila yang mau tinggal di tengah hutan.
Sungguh, dia sangat penasaran dengan cahaya terang itu. Alessia segera melangkahkan kakinya lagi, namun dicegah oleh William.
Baru saja ia akan melayangkan protesnya, yang kemudian di sela oleh William."Kita tidak bisa ke sana. Sangat berbahaya. Cukup dari sini dan kita akan melihatnya melalui drone."
"Ck, kau tahu siapa aku Will. Kenapa harus takut? Aku suka bahaya," seringai Alessia yang membuat William cukup merinding. Pasalnya Alessia memang berbeda dari gadis-gadis remaja lainnya.
William segera menerbangkan drone yang sengaja ia bawa sebelum turun dari mobil kemudian menyerahkan iPad kepada Alessia.
Alessia memperhatikan dengan seksama iPad yang memperlihatkan sebuah bangunan yang mirip sebuah markas. Terlihat kumuh dengan box-box besar dan drum-drum berbentuk silinder saling berjajar di setiap pinggir dinding. Bangunan itu tidak memiliki atap. Hanya sebuah tembok tinggi yang luas dengan cerbong perapian besar di ujung ruangannya.
Terdapat dua, empat, tujuh, lebih dari sepuluh orang berjalan menggotong beberapa box, memasukkan sesuatu ke dalam Tabung-tabung silinder, dua orang menjaga perapian. Sejauh pengamatan Alessia saat ini, ia belum menemukan sesuatu yang mencurigakan. Tetapi tetap terasa janggal."Sebenarnya ada apa Will? Aku sama sekali tidak menemukan sesuatu yang aneh."
"Amati dengan teliti setiap sudut ruangannya Al," ucapnya tegas. William sengaja tidak langsung memberi tahu Alessia. Ia ingin sahabat kecilnya itu mengetahui sendiri kegiatan apa yang terjadi di dalam sana.
Alessia semakin melihat dengan jeli ke layar iPad. Ia melihat sisi bagian kiri bangunan,tidak ada yang mencurigakan kecuali sebuah box dan tabung. Alessia tidak tahu apa isi di dalam box dan tabung tersebut. Beralih ke sisi bagian kanan. Tidak ada yang aneh juga. Hanya terdapat sebuah rak kayu tinggi memanjang yang dipenuhi dengan botol-botol besar dengan sebuah cairan di dalamnya—wait! Cairan?!
"Will! Dekatkan drone ke arah rak kayu itu!"
William segera mengikuti perintah Alessia. Sedikit mengangkat kedua sudut bibirnya. Wanita dengan rambut blonde di sampingnya ini benar-benar genius. William tidak pernah meragukan itu.
"Will, bukankah cairan yang ada di dalam botol itu sodium? Sodium bikarbonat, sodium karbonat, sulfat dan klorida?!" Alessia beralih menatap William dengan tajam. Ia ingin memastikan bahwa yang dipikirkannya salah saat ini. Opini otaknya pasti yang salah. Tidak mungkin. Alessia melihat hazel coklat William. Sorot mata itu... Alessia mengenalinya. Sorot mata William yang menegaskan kata 'Yes, that is true'.
"this is so crazy!"
"Tak ada ubahnya dengan dirimu Al," cerca William sarkastik.
"Aku? Seriously?!"
Tawa Alessia menggema begitu kencang. Menelan suasana sepi di tengah hutan."Kau tahu Will? Tidak mungkin aku melakukan kegiatan prostitusi manusia! Aku tidak sehina itu."
William bisa melihat kekosongan pada mata Alessia. Rasa emosi, kesenangan, kepuasan dan sedikit rasa bersalah. Mata hijau biru Alessia adalah mata yang penuh dengan rasa sakit ketika William melihatnya.
"Ya, kau tidak sehina itu Al. Hobimu hanya menyiksa korbanmu sampai dia meregang nyawanya di bawah kakimu. Lalu memberinya penghormatan terakhir dengan setangkai bunga black hellebore di dadanya."
"That's right." Alessia menjentikkan jarinya sembari tersenyum hangat kepada William. Siapa pun pasti akan bergidik ngeri jika lawan bicaranya berkata seperti ini. Tapi tidak untuk William. Dirinya sudah terbiasa dengan semua tingkah Alessia. Alessia adalah monster di dunia gelap yang merangkap sebagai sosok dewi di dunia luar yang terlihat suci. Percayalah, hitam tidak selalu hitam dan putih tidak akan selalu putih.
***
See you next part 🙃
Jangan lupa vote & comment.. Oke.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Hellebore
RomanceAlessia Domani dan William Rockefeller adalah The Best Couple. Dunianya dikelilingi oleh kemewahan. Ibarat terlahir dari sendok emas. William Rockefeller ; Alessia Domani adalah miliknya. Tidak ada yang berhak menyentuhnya meski seujung kuku pun. S...